Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

PFAS Berbahaya di Jaket hingga Wajan, Bisakah Nanofiber Jadi Penggantinya?

Kompas.com - 02/06/2025, 12:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Nanofiber atau serat yang sangat kecil dibuat dengan menggunakan metode electrospinning atau listrik bertegangan tinggi. Caranya seperti menarik cairan dengan listrik hingga membentuk serat tipis. Ini mirip seperti menarik benang dari lelehan permen kapas, tapi dalam skala yang sangat kecil.

Melalui beberapa rangkaian pengujian, nanofiber yang kami hasilkan terbukti bisa menahan air tanpa bocor. Di saat yang bersamaan, nanofiber tersebut tetap bisa dengan mudah dilewati oleh udara dan uap air, sehingga terasa “bernapas” dan nyaman digunakan.

Hal ini terjadi karena nanofiber punya banyak lubang kecil (porositas tinggi), sehingga memungkinkan udara dan uap air lewat.

Kami memang masih menggunakan polimer sintesis seperti PVAc dan PSU dalam penelitian ini. Namun riset kami bisa menjadi landasan pengembangan material nanofiber yang sepenuhnya berasal dari polimer alami berbasis tumbuhan.

Baca juga: Perancis Larang Penggunaan Produk Mengandung PFAS, Kecuali Panci Tefal

Beberapa riset menunjukkan, beberapa bahan polimer alami potensial, yakni selulosa, kitin, serta pati yang layak digunakan untuk menghasilkan nanofiber ramah lingkungan.

Tantangan pengembangan produk

Hasil penelitian kami memang menunjukkan potensi besar dalam pengembangan membran nanofiber sebagai alternatif PFAS.

Namun, terdapat beberapa hambatan yang masih harus dihadapi agar penggunaannya bisa optimal. Hambatan tersebut di antaranya;

1. Biaya produksi tinggi

Penelitian kami menggunakan material baru sehingga kemungkinan besar biaya produksinya akan lebih tinggi dibandingkan dengan material konvensional. Oleh karena itu, perlu strategi untuk mengurangi biaya produksi, terutama dalam penggunaan bahan baku dan energi.

Kerja sama dengan pemasok bahan baku untuk mendapatkan harga yang lebih kompetitif bisa membantu menurunkan ongkos. Jika strategi-strategi ini diterapkan dengan baik, produk ini memiliki potensi untuk diproduksi dengan harga terjangkau dalam waktu dekat, terutama jika permintaan pasar meningkat dan skala produksinya diperbesar.

2. Metode produksi terbatas dalam kapasitas rendah

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah electrospinning yang memiliki kapasitas produksi rendah. Butuh inovasi dan pengembangan dalam metode atau alat produksi yang digunakan di Indonesia, seperti penggunaan needleless electrospinning yang banyak digunakan di berbagai negara untuk menghasilkan nanofiber dalam jumlah besar.

Jika produksi sudah mencapai jumlah besar, ongkos berpeluang untuk terpangkas dengan sendirinya.

Terlepas dari dua tantangan tersebut, potensi membran nanofiber sangat menjanjikan. Apalagi dampak negatifnya bagi lingkungan dan kesehatan manusia lebih minim.

Di Uni Eropa, banyak negara sudah menerapkan regulasi yang sangat ketat terhadap penggunaan material berbahan PFAS. Sayangnya aturan pengetatan ini belum diberlakukan di Tanah Air, meski sudah banyak kajian dari berbagai lembaga/organisasi penelitian tentang bahaya PFAS.

Indonesia semestinya juga memperketat aturan untuk produk-produk mengandung PFAS seraya mempertimbangkan opsi alternatif seperti membran nanofiber.

* Mahasiswa Doktoral di Universitas Gadjah Mada

Baca juga: Bahan Kimia Abadi PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
LSM/Figur
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
Pemerintah
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
LSM/Figur
Perubahan Iklim Bakal Bikin Aroma Vanila Alami Lebih Sulit Didapatkan
Perubahan Iklim Bakal Bikin Aroma Vanila Alami Lebih Sulit Didapatkan
LSM/Figur
KLH Perketat PROPER, Klaim Perusahaan Bakal Diikuti Survei Lapangan
KLH Perketat PROPER, Klaim Perusahaan Bakal Diikuti Survei Lapangan
Pemerintah
ITS Perluas Akses Beasiswa, Dorong Pendidikan Inklusif
ITS Perluas Akses Beasiswa, Dorong Pendidikan Inklusif
Swasta
MethaneSAT Hilang di Angkasa, Pemantauan Emisi Metana di Ujung Tanduk
MethaneSAT Hilang di Angkasa, Pemantauan Emisi Metana di Ujung Tanduk
Swasta
Mangrove Diselamatkan, Manusia dan Buaya Sama-Sama Aman
Mangrove Diselamatkan, Manusia dan Buaya Sama-Sama Aman
LSM/Figur
Jual Kayu Ilegal, Direktur Perusahaan Terancam 15 Tahun Penjara
Jual Kayu Ilegal, Direktur Perusahaan Terancam 15 Tahun Penjara
Pemerintah
Semua Kawasan Komersial di Jakarta Harus Kelola Sampah Mandiri, Tak Bebani APBD
Semua Kawasan Komersial di Jakarta Harus Kelola Sampah Mandiri, Tak Bebani APBD
Pemerintah
Bus Listrik Bisa Pangkas Emisi GRK, tetapi Berpotensi Jadi Proyek FOMO
Bus Listrik Bisa Pangkas Emisi GRK, tetapi Berpotensi Jadi Proyek FOMO
Swasta
Tambang Ancam Ekosistem Kerapu dan Ketahanan Pangan di Raja Ampat
Tambang Ancam Ekosistem Kerapu dan Ketahanan Pangan di Raja Ampat
LSM/Figur
Susu Terancam Panas Ekstrem, Produksinya Turun 10 Persen oleh Iklim
Susu Terancam Panas Ekstrem, Produksinya Turun 10 Persen oleh Iklim
Pemerintah
Setiap Makanan Berisiko Terkontaminasi Mikroplastik dari Kemasan
Setiap Makanan Berisiko Terkontaminasi Mikroplastik dari Kemasan
Pemerintah
Transisi Energi Terbarukan yang Adil Tingkatkan PDB Global 21 Persen
Transisi Energi Terbarukan yang Adil Tingkatkan PDB Global 21 Persen
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau