Nanofiber atau serat yang sangat kecil dibuat dengan menggunakan metode electrospinning atau listrik bertegangan tinggi. Caranya seperti menarik cairan dengan listrik hingga membentuk serat tipis. Ini mirip seperti menarik benang dari lelehan permen kapas, tapi dalam skala yang sangat kecil.
Melalui beberapa rangkaian pengujian, nanofiber yang kami hasilkan terbukti bisa menahan air tanpa bocor. Di saat yang bersamaan, nanofiber tersebut tetap bisa dengan mudah dilewati oleh udara dan uap air, sehingga terasa “bernapas” dan nyaman digunakan.
Hal ini terjadi karena nanofiber punya banyak lubang kecil (porositas tinggi), sehingga memungkinkan udara dan uap air lewat.
Kami memang masih menggunakan polimer sintesis seperti PVAc dan PSU dalam penelitian ini. Namun riset kami bisa menjadi landasan pengembangan material nanofiber yang sepenuhnya berasal dari polimer alami berbasis tumbuhan.
Baca juga: Perancis Larang Penggunaan Produk Mengandung PFAS, Kecuali Panci Tefal
Beberapa riset menunjukkan, beberapa bahan polimer alami potensial, yakni selulosa, kitin, serta pati yang layak digunakan untuk menghasilkan nanofiber ramah lingkungan.
Tantangan pengembangan produk
Hasil penelitian kami memang menunjukkan potensi besar dalam pengembangan membran nanofiber sebagai alternatif PFAS.
Namun, terdapat beberapa hambatan yang masih harus dihadapi agar penggunaannya bisa optimal. Hambatan tersebut di antaranya;
1. Biaya produksi tinggi
Penelitian kami menggunakan material baru sehingga kemungkinan besar biaya produksinya akan lebih tinggi dibandingkan dengan material konvensional. Oleh karena itu, perlu strategi untuk mengurangi biaya produksi, terutama dalam penggunaan bahan baku dan energi.
Kerja sama dengan pemasok bahan baku untuk mendapatkan harga yang lebih kompetitif bisa membantu menurunkan ongkos. Jika strategi-strategi ini diterapkan dengan baik, produk ini memiliki potensi untuk diproduksi dengan harga terjangkau dalam waktu dekat, terutama jika permintaan pasar meningkat dan skala produksinya diperbesar.
2. Metode produksi terbatas dalam kapasitas rendah
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah electrospinning yang memiliki kapasitas produksi rendah. Butuh inovasi dan pengembangan dalam metode atau alat produksi yang digunakan di Indonesia, seperti penggunaan needleless electrospinning yang banyak digunakan di berbagai negara untuk menghasilkan nanofiber dalam jumlah besar.
Jika produksi sudah mencapai jumlah besar, ongkos berpeluang untuk terpangkas dengan sendirinya.
Terlepas dari dua tantangan tersebut, potensi membran nanofiber sangat menjanjikan. Apalagi dampak negatifnya bagi lingkungan dan kesehatan manusia lebih minim.
Di Uni Eropa, banyak negara sudah menerapkan regulasi yang sangat ketat terhadap penggunaan material berbahan PFAS. Sayangnya aturan pengetatan ini belum diberlakukan di Tanah Air, meski sudah banyak kajian dari berbagai lembaga/organisasi penelitian tentang bahaya PFAS.
Indonesia semestinya juga memperketat aturan untuk produk-produk mengandung PFAS seraya mempertimbangkan opsi alternatif seperti membran nanofiber.
* Mahasiswa Doktoral di Universitas Gadjah Mada
Baca juga: Bahan Kimia Abadi PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya