Fakta tersebut membuat adanya pergeseran pandangan yang drastis mengenai fungsi kobalt, dari yang bernilai positif kini dilihat sebagai sesuatu yang beracun dan merusak.
Proses penambangan kobalt menghasilkan limbah yang mengandung bahan kimia beracun. Sementara pembuangan limbah tidak dilakukan secara bertanggung jawab atau sesuai standar lingkungan yang ketat.
Baca juga: KLH Dalami Kerusakan Lingkungan akibat Aktivitas Tambang di Raja Ampat
Limbah beracun menghancurkan bentang alam melalui erosi, pembentukan danau limbah. Bahan kimia dari limbah juga dapat larut dan masuk ke sumber air sehingga berbahaya untuk diminum, pertanian atau kehidupan akuatik.
Konsentrasi kobalt yang tinggi di tanah atau air yang tercemar tidak hanya mencemari, tetapi secara langsung membunuh tanaman dan cacing.
Padahal cacing tanah adalah organisme penting dalam ekosistem tanah yang berfungsi meningkatkan kesuburan.
Sebuah penelitian yang mengumpulkan ikan dari danau Tshangalale, yang berdekatan dengan kota pertambangan, menemukan bahwa ikan tersebut terkontaminasi dengan kadar kobalt yang tinggi.
Kontaminasi ini mudah menyebar ke manusia melalui konsumsi ikan atau minum air danau.
Kontaminasi itu diklasifikasikan sebagai karsinogen yang 'mungkin', dan sebagai unsur radioaktif, sehingga dapat menimbulkan bahaya besar bagi kesehatan manusia.
Dampak lingkungan lebih lanjut dari penambangan kobalt di Kongo adalah udara berkabut di sekitar tambang, penuh debu dan pasir, dan beracun untuk dihirup.
Penelitian telah menunjukkan bahwa risiko cacat lahir, seperti kelainan anggota tubuh dan spina bifida, sangat meningkat ketika orang tua bekerja di tambang kobalt, yang terkait dengan tingkat polusi beracun yang tinggi yang disebabkan oleh ekstraksi kobalt.
Pencarian kobalt Kongo akhirnya telah menunjukkan bagaimana revolusi energi bersih yang dimaksudkan untuk menyelamatkan planet ini dari suhu yang memanas justru membawa kehancuran lingkungan, termasuk menjadi penyebab perbudakan modern, perdagangan manusia, dan pekerja anak.
Baca juga: KLH Dalami Kerusakan Lingkungan akibat Aktivitas Tambang di Raja Ampat
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya