KOMPAS.com-Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemanasan global yang disebabkan oleh manusia memungkinkan kapal berlayar melalui es musim dingin Arktik.
Salah satu buktinya adalah ketika Kapal Christophe de Margerie berhasil berlabuh di pelabuhan Arktik terpencil di Siberia pada Februari 2021.
Momen itu pun seakan menunjukkan dengan jelas bahwa rute pelayaran global akan berubah selamanya.
Berbagai penelitian ilmiah mengungkapkan, Arktik telah memanas empat kali lebih cepat daripada tempat lain di planet ini sejak 1979.
Mencairnya es laut membuka jalur untuk peningkatan pengiriman dan lalu lintas kapal lainnya di wilayah tersebut, terutama di sepanjang Rute Laut Utara, jalur pintas Arktik antara Eropa dan Asia yang membentang lebih dari 9.000 kilometer.
Musim pengiriman juga diperpanjang sebagai akibat dari pemanasan iklim.
Baca juga: Area Es Terakhir di Arktik Terancam Hilang Lebih Cepat
Namun, dengan meningkatnya lalu lintas, terjadi lebih banyak degradasi lingkungan.
Konsekuensinya jelas mengerikan, mulai dari hilangnya keanekaragaman hayati hingga polusi. Dan karena Arktik merupakan pengatur utama iklim Bumi, apa yang terjadi di wilayah itu dapat dirasakan ribuan kilometer jauhnya.
Melansir France24, Minggu (8/6/2025) ini ibarat lingkaran setan. Saat es laut mencair dan membuka rute baru untuk lalu lintas maritim di Arktik, dampak lingkungan yang disebabkan oleh kapal yang membakar bahan bakar fosil menambah pemanasan global, yang pada gilirannya mencairkan lebih banyak es laut.
Sebagai gambaran adalah ketika karbon hitam atau bahan jelaga dari mesin gas dan diesel itu terpancar.
Karbon hitam tidak hanya mencemari udara dengan partikel, tetapi juga berkontribusi terhadap perubahan iklim dengan menghangatkan udara. Pasalnya saat karbon hitam mengendap di es Kutub Utara, itu bisa menghilangkan kemampuan untuk memantulkan panas.
"Warna hitam yang mengendap di es putih berarti es tersebut menyerap lebih banyak sinar matahari, yang menyebabkan lebih banyak pencairan," jelas Sammie Buzzard, seorang ilmuwan kutub di Pusat Pengamatan dan Pemodelan Kutub di Universitas Northumbria.
Emisi karbon hitam tumbuh hingga 75 persen di Kutub Utara hanya dalam waktu empat tahun, antara tahun 2015 hingga 2019.
Peningkatan lalu lintas maritim juga menyebabkan polusi suara yang mengganggu mamalia seperti paus. Kelompok paus menggunakan suara untuk menemukan makanan, pasangan, menghindari predator, dan bermigrasi.
Studi menemukan bahwa kebisingan bawah air di beberapa tempat di Samudra Arktik meningkat dua kali lipat hanya dalam enam tahun karena peningkatan lalu lintas laut.
"Ada juga peningkatan risiko polusi dari tumpahan minyak," papar Buzzard.
Mencairnya es juga berarti akan membuat semua jenis lalu lintas maritim meningkat di Arktik, baik pariwisata maupun transportasi.
Kapal penangkap ikan sejauh ini merupakan jenis paling umum di kapal Arktik, diikuti kapal kargo dan kapal pengangkut curah.
Tidak hanya jumlah kapal di Samudra Arktik yang semakin meningkat, tetapi mereka juga berlayar dalam jarak yang lebih jauh. Dalam kurun waktu satu dekade, total jarak yang ditempuh kapal meningkat lebih dari dua kali lipat, dengan peningkatan sebesar 111 persen.
Area kapal untuk bergerak dengan aman di perairan terbuka rute Arktik juga meningkat sebesar 35 persen dari tahun 1979 hingga 2018. Biasanya, berlayar di Arktik memerlukan pengawalan kapal pemecah es.
Namun menurut proyeksi iklim, pelayaran tanpa pengawalan dapat dilakukan paling cepat pada 2030 di bulan-bulan musim panas.
Baca juga: Hampir Semua Es Laut Arktik Diperkirakan Bisa Mencair pada Musim Panas 2027
Kepentingan ekonomi dalam menggunakan rute pengiriman Arktik mungkin bermanfaat. Namun, peningkatan lalu lintas harus dibarengi dengan peraturan lingkungan yang ketat.
Wilayah kutub berperan untuk membantu mendinginkan seluruh planet melalui es putih yang memantulkan energi dari matahari kembali ke luar angkasa. Seperti lemari es raksasa bagi seluruh planet.
Jadi apa pun yang mengurangi jumlah es, atau menggelapkannya, dapat berarti lebih sedikit energi yang dipantulkan, yang berarti pemanasan ekstra, yang kemudian berdampak pada seluruh planet.
"Es laut tidak hanya berfungsi untuk mendinginkan planet, tetapi juga merupakan habitat bagi makhluk seperti beruang kutub yang menggunakan es untuk berburu," kata Buzzard.
"Meskipun dapat menghemat karbon dan waktu bagi kapal untuk melakukan perjalanan melintasi Arktik, ini adalah ekosistem yang sangat rapuh yang sudah berjuang untuk mengatasi perubahan akibat perubahan iklim yang disebabkan manusia," tambahnya.
Sehingga perlu ada regulasi yang cermat untuk meminimalkan dampak lingkungan di wilayah tersebut.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya