Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli IPB: Kemarau Basah Bukan karena La Nina, tetapi Sunspot

Kompas.com, 11 Juni 2025, 18:31 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Ahli Meteorologi IPB University, Sonni Setiawan, mengatakan bahwa kondisi cuaca yang tidak lazim di Indonesia saat ini tidak hanya berkaitan dengan pola monsun dan anomali iklim global, tetapi juga dipengaruhi oleh aktivitas matahari, khususnya sunspot.

Sonni menyoroti fenomena kemarau basah yang tengah terjadi di Indonesia. Kondisi ini dinilai tidak lazim karena curah hujan masih tinggi meski telah memasuki musim kemarau.

“Seharusnya, saat musim kemarau, curah hujan menurun. Tapi sekarang, justru hujan terjadi terus-menerus. Ini yang disebut sebagai kemarau basah,” ujar Sonni sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis di laman IPB University pada Selasa (10/6/2025).

Ia menyebut fenomena ini sebagai penyimpangan dari pola iklim normal.

Secara ilmiah, musim didefinisikan berdasarkan posisi semu matahari relatif terhadap pengamat di permukaan bumi.

Ketika matahari berada di selatan khatulistiwa (Belahan Bumi Selatan/BBS), wilayah tersebut mendapat pemanasan lebih tinggi akibat radiasi matahari.

Pemanasan ini menurunkan tekanan udara di BBS, sehingga angin mengalir dari Belahan Bumi Utara (BBU) ke selatan. Hal serupa berlaku ketika matahari berada di utara khatulistiwa.

Lebih lanjut, Sonni menjelaskan bahwa kemarau basah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk fenomena iklim global seperti El Niño, La Niña, dan Indian Ocean Dipole (IOD).

Namun, La Niña yang saat ini terdeteksi berada dalam kondisi lemah hingga sedang, hanya memberi kontribusi terbatas terhadap peningkatan curah hujan selama kemarau. Sementara itu, IOD dalam kondisi netral dan dampaknya terhadap kemarau basah tahun ini relatif kecil.

“Berdasarkan hasil pengamatan, saat ini tidak ada indikasi kuat El Niño, La Niña, maupun IOD,” jelasnya.

Sebaliknya, justru aktivitas sunspot yang sedang berada di puncaknya sejak 2024 dan masih aktif pada 2025 menjadi sorotan. Sunspot sendiri merupakan titik-titik gelap di permukaan matahari yang menandakan tingginya aktivitas radiasi.

Menurut Sonni, peningkatan sunspot menyebabkan matahari memancarkan lebih banyak partikel energi tinggi seperti sinar kosmik. Partikel ini mempercepat proses kondensasi di atmosfer, meningkatkan pembentukan awan, dan memperbesar kemungkinan terjadinya hujan deras.

Baca juga: Lalu Lintas Laut Meningkat Seiring Hilangnya Es, Ancam Iklim Global

“Sunspot juga memperbesar gradien potensial listrik dalam awan, sehingga hujan disertai petir lebih sering terjadi. Inilah salah satu faktor yang membuat curah hujan meningkat, bahkan di musim kemarau,” kata Sonni.

Ia menambahkan, fenomena kemarau basah berdampak signifikan terhadap berbagai sektor.

Di sektor pertanian, curah hujan yang tinggi dapat menurunkan kualitas dan hasil panen, terutama bagi tanaman yang tidak tahan kelembaban. Pola tanam yang disesuaikan dengan musim kemarau juga terganggu akibat hujan yang tidak menentu.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau