JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia memiliki cadangan energi terbarukan hingga 3,6 teraWatt (TW). Potensi ini dinilai dapat dapat memperluas akses energi dan mempercepat transisi menuju energi bersih.
Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna mengatakan penting untuk memanfaatkan energi terbarukan yang melimpah karena sumber energi fosil yang selama ini diandalkan kian terbatas dan belum mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia secara merata.
Ia menyebut transisi energi juga bagian dari strategi mencapai target nasional Net Zero Emission pada 2060.
“Pada tahun 2025, kita memiliki target untuk mencapai 17–15 persen bauran energi terbarukan,” ujarnya, Kamis (12/6/2025).
Lebih lanjut, Feby menjelaskan sejumlah langkah konkret yang tengah didorong pemerintah salah satunya adalah pengembangan pembangkit energi terbarukan yang pada 2024 tercatat mencapai kapasitas sekitar 14.800 Megawatt (MW).
Kedua, dari sisi bioenergi, pemerintah memperluas mandatori biodiesel, dari B35 pada 2024 menjadi B40 pada 2025.
Ketiga, penguatan manajemen energi di sektor industri, bangunan, dan rumah tangga. Dalam hal ini, ia menyebut adanya perubahan regulasi dari Permen ESDM Nomor 70 Tahun 2009 menjadi Permen Nomor 33 Tahun 2023, yang mewajibkan bangunan dengan konsumsi energi di atas 500 ton oil equivalent (TOE) dan industri di atas 4.000 TOE untuk menerapkan manajemen energi.
“Di sektor rumah tangga, manajemen energi dilakukan melalui penerapan standar kinerja energi minimum pada beberapa produk,” jelasnya.
Hingga saat ini, ada delapan produk rumah tangga yang sudah memiliki label hemat energi, seperti AC, lemari pendingin, lampu LED, penanak nasi, dan lainnya.
Feby tidak menampik bahwa transisi energi menghadapi tantangan besar, mulai dari keterbatasan infrastruktur hingga masalah regulasi dan pendanaan.
“Indonesia adalah negara kepulauan, jadi pembangunan transmisi antarwilayah menjadi tantangan utama dalam pemerataan akses listrik,” ujar Feby.
Ia menambahkan, kesiapan industri energi serta penerimaan publik terhadap perubahan ini juga menjadi pekerjaan rumah yang tidak kecil.
Rencana Dorong PLTS, Bayu, dan Biofuel
Sebelumnya, pemerintah telah merilis Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 pada akhir Mei lalu.
Dalam RUPTL disebutkan bahwa tambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan diproyeksikan hingga 42,5 GW dan pembangunan sistem penyimpanan energi (storage) sebesar 10,2 GW.
Rinciannya meliputi PLTS (17 GW pada 2030), PLTA (11,7 GW), hidrogen (11 GW), pembangkit bayu (7 GW), serta energi laut sebesar 40 MW. Sementara itu, target serapan biofuel diproyeksikan mencapai 13,5 juta kiloliter pada 2025, dan meningkat menjadi 17 juta kiloliter pada 2029.
“Transisi ini bukan hanya soal teknologi atau angka, tapi soal bagaimana semua pihak bisa bergerak bersama untuk memastikan energi bersih dapat diakses secara luas dan berkelanjutan,” ujarnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya