Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BRIN Temukan Katak Terbang asal Sulawesi yang Hilang Lebih dari Seabad

Kompas.com - 13/06/2025, 10:44 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Alamsyah Elang, menemukan katak terbang dari Sulawesi Utara yang sempat hilang selama lebih dari satu abad.

Para peneliti menetapkan spesies katak tersebut menjadi jenus baru yang dinamai Rhacophorus rhyssocephalus. Alamsyah menjelaskan bahwa katak terbang ini sebelumnya diketahui sebagai sub spesies Rhacophorus pardalis yang tersebar di Sumatera hingga Kalimantan.

"Katak ini disebut terbang karena memiliki selaput penuh di jari tangan dan kaki yang membantunya melayang saat melompat," ungkap Alamsyah dalam keterangannya, Jumat (13/6/2025).

Menurut dia, hasil ekspedisi selama 20 tahun di Sulawesi menunjukkan adanya beberapa garis keturunan yang berbeda dalam kelompok Rhacophorus. Seluruhnya merupakan endemik di Pulau Sulawesi.

Baca juga: Spesies Baru Begonia Ditemukan di Kalimantan, Berduri seperti Cakar Kucing

Kelompok katak terbang itu diklasifikasikan ke dalam empat grup berdasarkan karakteristik fisik.
Pertama, grup batik cokelat, memiliki corak menyerupai batik dengan moncong yang meruncing. Kemudian, grup web hitam yang memiliki selaput berwarna hitam di kakinya.

Ketiga, grup hijau yang berwarna hijau muda dan berukuran lebih kecil. Terakhir, grup pipi putih dengan bercak putih di sebagian pipinya

Istilah katak terbang pertama kali diperkenalkan Alfred Russel Wallace dalam bukunya The Malay Archipelago.

Genus Rhacophorus merupakan bagian dari famili Rhacophoridae, dengan tipe spesies Rhacophorus reinwardtii yang ditemukan di Jawa Barat. Salah satu ciri khasnya adalah adanya tulang penghubung antara ruas jari pertama dan kedua.

“Secara historis, genus Rhacophorus memiliki persebaran yang luas, ditemukan mulai dari India, Cina, Jepang, Malaysia, Indonesia, hingga Filipina," jelas Alamsyah.

Baca juga: Dalam 5 Tahun, Indonesia Punya Tambahan 30 Spesies Baru Burung

"Di Indonesia, wilayah paling timur yang diketahui menjadi habitatnya adalah Pulau Sulawesi,” imbuh dia.

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Biosistematika Evolusi BRIN, Arif Nurkanto, menyampaikan wilayah Sulawesi memiliki sejarah geologi yang unik.

Pulau Sulawesi terbentuk dari pertemuan tiga lempeng besar, yakni Asia, Indo-Australia, dan Pasifik, yang menyebabkan tingginya tingkat endemisitas.

“Secara biogeografi, Sulawesi tidak pernah terhubung sepenuhnya dengan Australia atau Asia, sehingga menghasilkan spesies unik,” tutur dia.

Penemuan terbaru itu, menurut Arif, menunjukkan Sulawesi menempati posisi kedua dalam penemuan spesies baru di Indonesia, menandakan tingginya keanekaragaman hayati.

"Meskipun penelitian mengenai katak terbang Rhacophorus telah mengungkap beberapa spesies baru dan garis keturunan yang berbeda, masih banyak keanekaragaman amfibi lainnya yang belum teridentifikasi sepenuhnya,” sebut Arif.

Baca juga: Peneliti BRIN Temukan Spesies Baru Keong Darat di Pulau Bacan

Sulawesi, dengan ekosistem uniknya dan kondisi geologisnya yang kompleks, berpotensi menjadi rumah bagi lebih banyak spesies amfibi endemik yang belum terdokumentasikan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami pola evolusi, adaptasi, serta interaksi ekologi amfibi di wilayah ini.

“Temuan terbaru hanya menjadi awal dari eksplorasi panjang yang akan membuka lebih banyak wawasan tentang kehidupan herpetofauna di Sulawesi dan Indonesia secara keseluruhan,” ujar Arif.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Ajak Guru di Kediri Rancang Pembelajaran Gizi Seimbang Berbasis EcoFun
IPB Ajak Guru di Kediri Rancang Pembelajaran Gizi Seimbang Berbasis EcoFun
LSM/Figur
Debu Setara 300 Piramida Giza Melayang per Tahun, Ancam 330 Juta Jiwa
Debu Setara 300 Piramida Giza Melayang per Tahun, Ancam 330 Juta Jiwa
Pemerintah
Asia Dominasi Produksi Listrik Bersih, tetapi Masih Terpusat di China
Asia Dominasi Produksi Listrik Bersih, tetapi Masih Terpusat di China
Pemerintah
Pertamina Lestarikan Hutan di Besakih Bali dengan Tanaman Energi
Pertamina Lestarikan Hutan di Besakih Bali dengan Tanaman Energi
BUMN
Transisi Energi Eropa: Surya Meraja, Tendang Batu Bara ke Titik Terendahnya
Transisi Energi Eropa: Surya Meraja, Tendang Batu Bara ke Titik Terendahnya
Pemerintah
Sederet Tantangan Dekarbonisasi Transportasi, dari Bahan Bakar sampai Insentif EV
Sederet Tantangan Dekarbonisasi Transportasi, dari Bahan Bakar sampai Insentif EV
LSM/Figur
Di Mana Keadilan Iklim? Yang Kaya Boros Energi, Yang Miskin Tanggung Dampaknya
Di Mana Keadilan Iklim? Yang Kaya Boros Energi, Yang Miskin Tanggung Dampaknya
LSM/Figur
Kisah Relawan RS Kapal Nusa Waluya II - PIS, dari Operasi di Tengah Ombak hingga Mendapat Buah-buahan
Kisah Relawan RS Kapal Nusa Waluya II - PIS, dari Operasi di Tengah Ombak hingga Mendapat Buah-buahan
BUMN
China Terapkan Standar Energi Terbarukan Pertama untuk Sektor Baja dan Semen
China Terapkan Standar Energi Terbarukan Pertama untuk Sektor Baja dan Semen
Pemerintah
Satgas PKH Kuasai 2 Juta Hektar Lahan Sawit, Selanjutnya Apa?
Satgas PKH Kuasai 2 Juta Hektar Lahan Sawit, Selanjutnya Apa?
Pemerintah
Dorong Capaian SDGs, ITS Gelar Pemeriksaan Gratis Deteksi Kanker untuk Perempuan
Dorong Capaian SDGs, ITS Gelar Pemeriksaan Gratis Deteksi Kanker untuk Perempuan
Swasta
Susul Bank AS, HSBC Keluar dari Aliansi Iklim Perbankan Dunia
Susul Bank AS, HSBC Keluar dari Aliansi Iklim Perbankan Dunia
Swasta
Teknologi China Tembak CO2 dan Metana, Pangkas Dua Emisi Sekaligus
Teknologi China Tembak CO2 dan Metana, Pangkas Dua Emisi Sekaligus
Pemerintah
Inovasi Perekat Rendah Emisi, Lebih Aman untuk Rumah dan Lingkungan
Inovasi Perekat Rendah Emisi, Lebih Aman untuk Rumah dan Lingkungan
Pemerintah
Ahli Ungkap 3 Strategi Pengembangan Ternak Pedaging Berkelanjutan
Ahli Ungkap 3 Strategi Pengembangan Ternak Pedaging Berkelanjutan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau