Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertumbuhan Ekonomi bakal Tak Berjalan jika Tak Ada Keberlanjutan Alam

Kompas.com - 13/06/2025, 13:21 WIB
Eriana Widya Astuti,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — CEO WWF Indonesia sekaligus perwakilan dari Climate Solutions Partnership (CSP), Aditya Bayunanda, menyatakan bahwa tidak akan ada perkembangan ekonomi tanpa keberlanjutan alam.

Pernyataan ini ia sampaikan dalam konferensi pers acara reflektif lima tahun perjalanan CSP di Indonesia bertajuk "From Insight to Impact: Embedding Energy Transition into Indonesia's Future", yang berlangsung di Jakarta Selatan pada Kamis (12/6/2025).

Aditya menyoroti fakta di lapangan bahwa kegiatan industri masih kerap hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan.

Baca juga: IMW 2025: Membangun Konektivitas, Keberlanjutan, dan Digitalisasi Maritim Asia

 

Hal ini terutama terlihat dalam kurangnya perhatian terhadap pelestarian keanekaragaman hayati dan efisiensi energi untuk mengurangi emisi karbon dari aktivitas produksi.

CSP sendiri merupakan kolaborasi lima tahun (2021–2025) antara HSBC, World Resources Institute (WRI), dan WWF.

Inisiatif ini bertujuan mempercepat aksi iklim dan membuka peluang ekonomi hijau melalui tiga fokus utama: mendorong dekarbonisasi industri, memperluas akses terhadap energi terbarukan, dan menerapkan pendekatan berbasis alam dalam perencanaan pembangunan.

Dalam forum tersebut, Aditya menekankan agar tidak memisahkan antara produksi industri dan perlindungan lingkungan. Menurutnya, keduanya merupakan elemen yang saling berkaitan dan berkesinambungan.

“Kalau lingkungan kita rusak, nggak akan ada pertumbuhan produksi dan ekonomi,” ujarnya.

Kabar baiknya, Aditya menyampaikan bahwa kesadaran akan pentingnya keberlanjutan dalam sektor industri sudah mulai tumbuh di Indonesia. Ini juga ditunjukkan dengan adanya komitmen nasional untuk mencapai net zero emission pada 2060.

Hal ini, kata dia, sejalan dengan tekanan dan tuntutan global yang menekankan pentingnya keberlanjutan di berbagai sektor, terutama industri baik dari segi bahan baku produksi maupun energi yang digunakan untuk berproduksi.

Menurut data yang ia sampaikan, saat ini terdapat setidaknya 8.000 sektor industri yang telah berkomitmen terhadap Science Based Targets initiative (SBTi), yaitu sebuah inisiatif global yang membantu perusahaan menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca yang sejalan dengan sains iklim, khususnya untuk menjaga kenaikan suhu global tidak melebihi 1,5°C sebagaimana ditetapkan dalam Kesepakatan Paris.

Baca juga: Kanselir Jerman Desak Uni Eropa Cabut Aturan Keberlanjutan CSDDD

“Angka ini menunjukkan bahwa sudah banyak pihak yang peduli tentang keberlanjutan bumi kita, termasuk sektor industri,” kata Aditya.

Untuk itu, Aditya menekankan pentingnya mendukung sektor industri dalam menjalankan transisi energi agar Indonesia mampu bersaing di pasar global.

“Sehingga sektor industri bukan hanya bertumbuh, tetapi juga turut menjaga keberlangsungan kehidupan bumi,” tambahnya.

Namun, meski demikian, ia tidak menampik bahwa transisi energi bukanlah hal yang mudah. Tantangan masih datang dari berbagai sisi, mulai dari keterbatasan pengetahuan, pembiayaan, hingga dukungan regulasi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Indonesia Bisa Jadi Eksportir Hidrogen Bersih, Ada 4 Penentu Kesuksesannya
Indonesia Bisa Jadi Eksportir Hidrogen Bersih, Ada 4 Penentu Kesuksesannya
LSM/Figur
Hidrogen Hijau Mahal, PLN Minta Pemerintah Tiru Jepang
Hidrogen Hijau Mahal, PLN Minta Pemerintah Tiru Jepang
BUMN
Cara Hitung “Bagian Adil” Terkait Aksi Iklim Bias, Negara Kaya Diuntungkan
Cara Hitung “Bagian Adil” Terkait Aksi Iklim Bias, Negara Kaya Diuntungkan
LSM/Figur
Studi: Petani Sawit Mandiri Indonesia Tersisih dari Pasar Berkelanjutan
Studi: Petani Sawit Mandiri Indonesia Tersisih dari Pasar Berkelanjutan
LSM/Figur
Mengurai Strategi Hijau ASDP untuk Ferry Inklusif dan Berkelanjutan
Mengurai Strategi Hijau ASDP untuk Ferry Inklusif dan Berkelanjutan
BUMN
Dulu Melindungi, Kini Mencemari: Masker Covid-19 Jadi Masalah Global
Dulu Melindungi, Kini Mencemari: Masker Covid-19 Jadi Masalah Global
LSM/Figur
CarbonEthics Hitung Jejak Karbon AIGIS 2025, Capai 98,58 Ton CO2e
CarbonEthics Hitung Jejak Karbon AIGIS 2025, Capai 98,58 Ton CO2e
Swasta
BNPB: Banjir Bali Tunjukkan Kompleksitas Iklim, Bencana Hidrometeorologi, dan Prakiraan Cuaca
BNPB: Banjir Bali Tunjukkan Kompleksitas Iklim, Bencana Hidrometeorologi, dan Prakiraan Cuaca
Pemerintah
KLH Proyeksikan 4,8 Juta Ton CO2 Bisa Dijual di Pasar Karbon
KLH Proyeksikan 4,8 Juta Ton CO2 Bisa Dijual di Pasar Karbon
Pemerintah
Krisis Iklim, DBD Merebak, Ada 4,6 Juta Tambahan Kasus per Tahun
Krisis Iklim, DBD Merebak, Ada 4,6 Juta Tambahan Kasus per Tahun
LSM/Figur
Ironi Perikanan Indonesia: Produk Buruk, Penduduk Pesisir Stunting
Ironi Perikanan Indonesia: Produk Buruk, Penduduk Pesisir Stunting
Pemerintah
6 Tersangka Penambang Emas Ilegal di TN Meru Betiri Terancam 15 Tahun Penjara
6 Tersangka Penambang Emas Ilegal di TN Meru Betiri Terancam 15 Tahun Penjara
Pemerintah
Dari Limbah Jadi Harapan: Program FABA PLN Buka Jalan Kemandirian Warga Binaan
Dari Limbah Jadi Harapan: Program FABA PLN Buka Jalan Kemandirian Warga Binaan
BUMN
Hari Ozon Sedunia, Belantara Foundation Gandeng Vanfu Tanam Pohon di Riau
Hari Ozon Sedunia, Belantara Foundation Gandeng Vanfu Tanam Pohon di Riau
LSM/Figur
Di Tengah Gencarnya Jargon Karbon Biru, Mangrove dan Lamun Menyusut
Di Tengah Gencarnya Jargon Karbon Biru, Mangrove dan Lamun Menyusut
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau