Harga batu bara, CPO, dan nikel yang fluktuatif telah menciptakan ketidakpastian pendapatan negara, mengganggu perencanaan fiskal, dan memicu inflasi.
Fenomena Dutch Disease turut memperparah situasi. Booming SDA menyebabkan apresiasi mata uang, yang pada gilirannya membuat sektor manufaktur dan ekspor lain kehilangan daya saing.
Ini terlihat dari dominasi produk mentah dalam ekspor dan rendahnya kontribusi sektor industri pengolahan.
Meskipun hilirisasi mulai digencarkan, ketergantungan pada pasar tunggal seperti China menimbulkan risiko baru.
Ketimpangan juga menjadi manifestasi nyata dari kutukan SDA. Provinsi kaya sumber daya seperti Aceh dan Sumsel masih mencatat angka kemiskinan tinggi.
Ketimpangan pendapatan, akses infrastruktur, dan pendidikan antarwilayah semakin melebar. Di tingkat mikro, masyarakat lokal seringkali termarjinalkan, menjadi buruh kasar di tengah kekayaan yang mengelilingi mereka.
Eksploitasi besar-besaran terhadap SDA kerap dilakukan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan.
Baca juga: Pertarungan Emas Hijau Vs Nikel di Raja Ampat
Deforestasi, polusi tambang, dan kehilangan keanekaragaman hayati menjadi konsekuensi yang terus berulang.
Kasus Teluk Buyat, Sungai Freeport, dan pencemaran laut di Bangka serta Raja Ampat hanyalah sebagian dari daftar panjang kerusakan ekologis yang menjadi biaya tak terlihat dari pertumbuhan ekonomi berbasis ekstraksi.
Pertambangan batu bara di Kalimantan Timur, misalnya, menunjukkan ironi antara pembangunan dan kerusakan.
Lubang-lubang tambang yang menganga, air sungai yang keruh, dan udara yang tercemar menggambarkan bagaimana pertumbuhan ekonomi dibayar mahal oleh masyarakat dan lingkungan sekitar.
Tidak jarang konflik lahan, kecemburuan sosial, dan ketegangan antara warga lokal dan perusahaan mengemuka, memperlihatkan wajah lain dari “pembangunan”.
Kerusakan lingkungan ini tidak hanya berdampak pada ekosistem, tetapi juga menggerus sumber penghidupan masyarakat seperti nelayan dan petani.
Bahkan dalam jangka panjang, biaya pemulihan lingkungan dan dampak kesehatan dapat melampaui nilai ekonomi dari hasil tambang atau perkebunan itu sendiri.
Kekayaan sumber daya alam bukanlah kutukan yang tak terelakkan, tetapi amanah besar yang menuntut tata kelola cerdas dan berkeadilan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya