Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rikson Pandapotan Tampubolon
Dosen

Dosen; Direktur Eksekutif Batam Labor and Public Policies; Konsultan; Pengamat Kebijakan Publik

Pesan dari Raja Ampat untuk Kepulauan Riau: Jangan Gadai Pulau demi Tambang

Kompas.com - 17/06/2025, 14:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA pesan sunyi dari timur Indonesia yang sepatutnya kita dengar: Raja Ampat. Gugusan pulau yang kerap disebut sebagai surga dunia itu kini terancam oleh ekspansi tambang nikel.

Padahal, Raja Ampat bukan sekadar wilayah geografis; ia adalah rumah bagi keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia sekaligus cermin keharmonisan manusia dan alam.

Sebagai warga yang tinggal di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri)—yang 96 persen wilayahnya adalah lautan—saya merasa pesan ini sangat relevan.

Kepri dan Raja Ampat memiliki kemiripan: ribuan pulau kecil yang indah, rapuh, dan sering kali hanya dilihat sebagai “sumber daya” yang bisa dieksploitasi, bukan ruang hidup yang harus dijaga.

Kepri merupakan salah satu provinsi dengan garis pantai terpanjang dan jumlah pulau terbanyak di Indonesia: 2.408 pulau besar dan kecil.

Namun, banyak dari pulau-pulau ini kini menghadapi tekanan dari model pembangunan ekstraktif—khususnya tambang pasir, kuarsa, dan bauksit.

Baca juga: Narasi Hijau Palsu: Dampak Nyata Tambang Nikel di Balik Mobil Listrik

WALHI Kepri (2022) mencatat lebih dari 60 lubang tambang ilegal yang menganga di Bintan, belum direklamasi, merusak pesisir, dan menimbulkan abrasi serius.

Aktivitas tambang pasir laut juga menurunkan hasil tangkapan nelayan hingga 30 persen dalam lima tahun terakhir.

Di Pulau Bintan, bahkan beberapa pemukiman pesisir telah terdampak langsung oleh abrasi akibat tambang.

Lebih dari sekadar seruan moral, larangan aktivitas tambang di pulau kecil (rentan) juga telah ditegaskan secara hukum.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 dengan jelas melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil dengan luas di bawah 2.000 km persegi, apabila merusak daya dukung lingkungan dan mengganggu ekosistem pesisir.

Ketentuan ini berlaku secara nasional dan seharusnya menjadi pijakan semua kepala daerah, termasuk di Kepri.

Kita tahu betul siapa yang seringkali paling diuntungkan: bukan nelayan, bukan masyarakat pulau. Melainkan mereka yang mengantongi izin dan akses kuasa (oligarki).

Potensi wisata yang tergerus

Ironisnya, Kepri justru menyimpan potensi ekonomi jauh lebih berkelanjutan melalui pariwisata bahari.

Sebelum pandemi, Kepri menempati urutan ketiga terbanyak kunjungan wisatawan mancanegara setelah Bali dan Jakarta.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Ajak Guru di Kediri Rancang Pembelajaran Gizi Seimbang Berbasis EcoFun
IPB Ajak Guru di Kediri Rancang Pembelajaran Gizi Seimbang Berbasis EcoFun
LSM/Figur
Debu Setara 300 Piramida Giza Melayang per Tahun, Ancam 330 Juta Jiwa
Debu Setara 300 Piramida Giza Melayang per Tahun, Ancam 330 Juta Jiwa
Pemerintah
Asia Dominasi Produksi Listrik Bersih, tetapi Masih Terpusat di China
Asia Dominasi Produksi Listrik Bersih, tetapi Masih Terpusat di China
Pemerintah
Pertamina Lestarikan Hutan di Besakih Bali dengan Tanaman Energi
Pertamina Lestarikan Hutan di Besakih Bali dengan Tanaman Energi
BUMN
Transisi Energi Eropa: Surya Meraja, Tendang Batu Bara ke Titik Terendahnya
Transisi Energi Eropa: Surya Meraja, Tendang Batu Bara ke Titik Terendahnya
Pemerintah
Sederet Tantangan Dekarbonisasi Transportasi, dari Bahan Bakar sampai Insentif EV
Sederet Tantangan Dekarbonisasi Transportasi, dari Bahan Bakar sampai Insentif EV
LSM/Figur
Di Mana Keadilan Iklim? Yang Kaya Boros Energi, Yang Miskin Tanggung Dampaknya
Di Mana Keadilan Iklim? Yang Kaya Boros Energi, Yang Miskin Tanggung Dampaknya
LSM/Figur
Kisah Relawan RS Kapal Nusa Waluya II - PIS, dari Operasi di Tengah Ombak hingga Mendapat Buah-buahan
Kisah Relawan RS Kapal Nusa Waluya II - PIS, dari Operasi di Tengah Ombak hingga Mendapat Buah-buahan
BUMN
China Terapkan Standar Energi Terbarukan Pertama untuk Sektor Baja dan Semen
China Terapkan Standar Energi Terbarukan Pertama untuk Sektor Baja dan Semen
Pemerintah
Satgas PKH Kuasai 2 Juta Hektar Lahan Sawit, Selanjutnya Apa?
Satgas PKH Kuasai 2 Juta Hektar Lahan Sawit, Selanjutnya Apa?
Pemerintah
Dorong Capaian SDGs, ITS Gelar Pemeriksaan Gratis Deteksi Kanker untuk Perempuan
Dorong Capaian SDGs, ITS Gelar Pemeriksaan Gratis Deteksi Kanker untuk Perempuan
Swasta
Susul Bank AS, HSBC Keluar dari Aliansi Iklim Perbankan Dunia
Susul Bank AS, HSBC Keluar dari Aliansi Iklim Perbankan Dunia
Swasta
Teknologi China Tembak CO2 dan Metana, Pangkas Dua Emisi Sekaligus
Teknologi China Tembak CO2 dan Metana, Pangkas Dua Emisi Sekaligus
Pemerintah
Inovasi Perekat Rendah Emisi, Lebih Aman untuk Rumah dan Lingkungan
Inovasi Perekat Rendah Emisi, Lebih Aman untuk Rumah dan Lingkungan
Pemerintah
Ahli Ungkap 3 Strategi Pengembangan Ternak Pedaging Berkelanjutan
Ahli Ungkap 3 Strategi Pengembangan Ternak Pedaging Berkelanjutan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau