Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belanja Energi Fosil Rp 251 Triliun Bisa Ganggu Komitmen Iklim Indonesia

Kompas.com, 15 Juli 2025, 20:30 WIB
Eriana Widya Astuti,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana pemerintah untuk mengimpor migas dari Amerika Serikat senilai Rp 251,8 triliun menuai sorotan dari sisi keberlanjutan.

Managing Director Energy Shift Institute, Putra Adhiguna, menilai langkah ini berisiko menghambat transisi energi dan menjauhkan Indonesia dari target netral karbon pada 2060.

Putra mengatakan, jika impor tersebut hanya untuk menggantikan pasokan dari negara lain dan jumlahnya sesuai kebutuhan hari ini, maka dampaknya tidak terlalu mengkhawatirkan.

Namun yang patut diwaspadai adalah jika rencana ini justru menjadi pembenaran untuk memperluas konsumsi energi fosil secara besar-besaran.

“Jangan sampai pemerintah mengimpor lebih dari yang kita butuhkan hari ini dan itu jadi pembenaran untuk ekspansi konsumsi gas besar-besaran atas nama memenuhi kuota impor,” ujar Putra kepada Kompas.com, Selasa (15/7/2025).

Dari sisi rencana impor minyak mentah, menurut Putra, selama hanya untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan tidak ada peningkatan dalam jumlah besar, tidak menjadi masalah.

Ia menyadari bahwa sampai hari ini penggunaan minyak dan energi terbarukan masih berjalan berdampingan.

Baca juga: RUPTL Terbaru Dinilai Tingkatkan Penggunaan Energi Fosil

Namun, ia mengingatkan bahwa impor gas dalam jumlah besar bisa memicu pembangunan infrastruktur berbasis gas, seperti pembangkit listrik tenaga gas (PLTG).

Hal ini justru berisiko menambah beban keuangan negara dan masyarakat karena harga LNG yang tinggi bisa meningkatkan biaya energi dalam jangka panjang.

“Kalau itu terjadi, biaya energi akan melonjak, dan ujung-ujungnya justru jadi beban untuk APBN dan juga masyarakat,” ujarnya.

Putra juga menyoroti sisi impor LPG. Menurutnya, sebenarnya hal itu bisa mulai digantikan dengan kompor listrik, setidaknya di sebagian wilayah.

Jika pemerintah tetap melakukan impor LPG dalam jumlah besar, maka upaya peralihan energi rumah tangga yang lebih bersih akan terhambat.

“Selama ini pemerintah sudah berusaha menekan impor LPG. Kekhawatirannya, kalau impor terus ditambah, langkah itu justru dianggap sebagai pembenaran untuk tidak mendorong peralihan energi rumah tangga yang lebih ramah lingkungan,” kata Putra.

Ia menilai, alokasi dana ratusan triliun rupiah semestinya difokuskan pada penguatan energi terbarukan dalam negeri demi membangun kemandirian dan ketahanan energi jangka panjang.

Rencana impor dalam skala besar justru dikhawatirkan akan mengurangi ruang fiskal dan dukungan terhadap energi bersih yang sedang dikembangkan.

Baca juga: Produsen Energi Fosil Sebabkan Kerugian Ekonomi Paling Besar akibat Perubahan Iklim

“Dengan impor ini sebenarnya uang sebesar itu justru mengalir ke luar negeri. Dan ini sudah terjadi puluhan tahun. Kalau pola ini diteruskan, akan makin lama makin besar dampaknya,” tegasnya.

Ia menambahkan, risiko dari ketergantungan pada impor energi sangat nyata. Menurutnya, uang rakyat yang digunakan untuk impor tidak memberikan nilai tambah yang berarti bagi perekonomian nasional.

“Uang ratusan triliun yang dibelanjakan untuk impor migas, pada akhirnya tidak menambah nilai bagi Indonesia dan manfaatnya sangat minim bagi perekonomian nasional,” ucap Putra.

Karena itu, ia menilai penting bagi Indonesia untuk mulai mengalihkan belanja energi ke sumber-sumber yang bisa diproduksi di dalam negeri. Dengan begitu, anggaran besar tersebut bisa digunakan untuk memutar ekonomi nasional dan memperkuat kemandirian energi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau