Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelelawar sebagai Pengendali Hama Padi di Indonesia, Mungkinkah?

Kompas.com, 16 Juli 2025, 11:08 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Di sejumlah negara seperti Spanyol dan Meksiko, kelelawar dimanfaatkan sebagai pengendali hama padi untuk mengurangi penggunaan pestisida dan mendorong praktik pertanian yang lebih berkelanjutan.

Pertanyaannya, apakah pendekatan serupa bisa diterapkan di Indonesia?

Ketua Kelompok Riset Mamalia di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sigit Wiantoro, menyebutkan bahwa hal tersebut sangat mungkin dilakukan.

Meskipun sejauh ini belum ada penerapan secara spesifik untuk mengendalikan hama padi di Indonesia, potensi ke arah sana tetap terbuka.

“Sepengetahuan saya, pernah dilakukan usaha untuk memanfaatkan peran kelelawar sebagai pengendali hama di area perkebunan tebu, di kawasan Sumatra,” kata Sigit saat dihubungi Kompas.com, Rabu (16/7/2025).

Hingga saat ini, BRIN sendiri belum melakukan penelitian yang secara khusus fokus pada peran kelelawar dalam pengendalian hama padi. Namun demikian, sudah ada sejumlah referensi ilmiah yang menunjukkan potensi interaksi antara kelelawar dan serangga yang tergolong hama pertanian.

Baca juga: IPB Temukan Parasitoid Baru, Basmi Hama Padi dan Ubah Cara Pandang soal Alang-alang

Salah satunya adalah studi di Thailand yang menunjukkan bahwa kelelawar Mops plicatus dapat membantu mengendalikan wereng punggung putih (Sogatella furcifera), salah satu hama utama padi. Menurut Sigit, jenis kelelawar ini juga ditemukan di Indonesia, membuka peluang untuk penerapan serupa.

Selain itu, beberapa spesies kelelawar dari genus Pipistrellus dan Miniopterus, yang juga diketahui berperan sebagai pengendali hama di negara lain, dijumpai di berbagai wilayah Indonesia.

Salah satu metode yang digunakan di negara lain adalah penggunaan “bat box” atau rumah kelelawar yang ditempatkan di sekitar area pertanian agar kelelawar memiliki tempat tinggal dan aktif berburu hama di malam hari.

Menurut Sigit, pendekatan ini bisa disesuaikan dan diterapkan di wilayah pertanian Indonesia seperti Jawa atau Sulawesi, asalkan memperhatikan karakteristik ekologis dari spesies kelelawar lokal.

Baca juga: Atasi Fragmentasi Informasi, Pertanian Berkelanjutan Butuh Pendekatan Digital

“Tidak harus berbentuk kotak (bat box), namun bisa juga dengan bentuk rumah kelelawar seperti yang diterapkan di negara Asia Tenggara lainnya, misalnya di Vietnam,” jelasnya.

Namun karena metode ini belum pernah diterapkan secara spesifik di lahan padi Indonesia, Sigit menekankan pentingnya riset lebih lanjut sebelum bisa diadopsi secara luas. Penelitian mendalam dibutuhkan untuk memahami efektivitas, dampak ekologis, dan kesiapan lingkungan pertanian lokal.

Dalam kerangka pertanian berkelanjutan, yang menekankan pengurangan penggunaan bahan kimia sintetis seperti pestisida, pendekatan berbasis ekologi seperti ini bisa menjadi alternatif yang menjanjikan.

Selain kelelawar, Sigit juga menyebut contoh lain seperti burung hantu, yang telah lama digunakan sebagai predator alami untuk mengendalikan hama padi alami di berbagai daerah di Indonesia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pemerintah
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Pemerintah
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
Pemerintah
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Pemerintah
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
LSM/Figur
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Pemerintah
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Pemerintah
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Advertorial
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Pemerintah
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
LSM/Figur
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Pemerintah
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau