Oleh karena itu, menurut Iqbal, pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat menjadi sangat penting. Pertanian warisan leluhur tidak hanya menjadi alternatif berkelanjutan, tetapi juga menopang kedaulatan pangan.
“UU ini penting bukan hanya untuk mengakui masyarakat adat sebagai subjek hukum di mata negara, tapi juga untuk memastikan mereka bisa menguasai kembali sumber-sumber agraria mereka, misalnya lewat pengakuan hak ulayat,” katanya.
Pengakuan ini memberi ruang bagi masyarakat adat untuk mengelola wilayah mereka secara mandiri, yang dapat berdampak positif pada krisis pangan dan perubahan iklim.
Meski tidak menjanjikan hasil instan, Iqbal menyebut praktik pertanian adat berpotensi menjadi solusi jangka panjang karena mengutamakan keberlanjutan. Dengan menjaga kelestarian alam, praktik ini memungkinkan pertanian berlanjut dari generasi ke generasi.
Iqbal juga menyoroti relevansi pertanian adat terhadap krisis iklim.
“70 sampai 80 persen lahan pertanian di Indonesia rusak dan sulit dipulihkan,” ujarnya.
Namun, karena praktik pertanian harus terus berlanjut, cara mengatasinya sering kali dibuka lahan baru yang justru memperparah masalah iklim.
Baca juga: Perempuan, Masyarakat Adat, dan Pemuda Jadi Bagian dari Iklim
Sebaliknya, pertanian adat menerapkan sistem ladang gilir balik, yang sering disalahpahami sebagai perusakan hutan atau perambahan. Padahal sistem ini mengikuti siklus alam, satu lahan digunakan selama dua tahun, lalu dibiarkan pulih, dan baru digunakan kembali setelah beberapa waktu.
Dengan cara ini, masyarakat adat tidak perlu membuka lahan baru, sehingga dapat menjadi solusi untuk menahan laju kerusakan lingkungan.
“Praktik pertanian warisan leluhur ini, bisa saya bilang ini ngerem (kerusakan),” ujar Iqbal.
Selain itu, masyarakat adat juga memiliki tata ruang hidup yang terencana. Wilayah mereka terbagi untuk pertanian, peternakan, dan hutan yang tetap dibiarkan lestari.
Jika diakui secara hukum, pengelolaan ruang oleh masyarakat adat ini bisa menjadi praktik yang berkelanjutan.
Dalam jangka panjang, hal ini dapat menjadi fondasi bagi kedaulatan pangan nasional, karena lahan tidak rusak akibat tekanan produksi berlebih.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya