Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pestisida Picu Komplikasi pada Ibu Hamil, Kian Parah jika Banyak Jenisnya

Kompas.com, 23 Juli 2025, 18:33 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah studi mengungkap bahwa ibu hamil yang terpapar berbagai jenis pestisida lebih berisiko mengalami komplikasi dibandingkan yang hanya terpapar satu jenis pestisida.

Hal ini memunculkan kekhawatiran baru tentang keamanan pestisida yang umum digunakan di sektor pertanian dan makanan.

Temuan tersebut disimpulkan peneliti setelah melakukan studi ibu hamil di daerah pertanian Santa Fe, Argentina. Hasil studi ini, memperkuat temuan-temuan sebelumnya bahwa campuran berbagai jenis pestisida bisa lebih berbahaya.

Peneliti pun menekankan pentingnya meneliti dampak gabungan berbagai pestisida terhadap kesehatan manusia.

Pasalnya, saat ini, sebagian besar penelitian dan regulasi hanya fokus pada efek satu jenis pestisida, padahal dalam kenyataannya manusia sering terpapar berbagai campuran.

Peneliti dari National University of the Littoral di Argentina kemudian berpendapat sangat penting untuk meneliti efek paparan berbagai jenis pestisida yang sering ditemukan dalam makanan non-organik atau di daerah pertanian.

Baca juga: Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian

Hal ini juga termasuk memahami dampak dari faktor lingkungan lain, demi melindungi kesehatan manusia.

"Untuk memahami dampak pestisida, kita harus melihatnya sebagai kombinasi berbagai zat yang terpapar sepanjang hidup (konsep eksposom), bukan hanya satu per satu," tulis peneliti.

Studi baru ini sejalan dengan temuan dari University of Nebraska yang menunjukkan bahwa terpapar berbagai jenis pestisida bisa meningkatkan risiko kanker otak pada anak-anak hingga sekitar 36 persen.

Dalam studi ini, seperti dikutip dari Guardian, Sabtu (19/7/2025) peneliti menguji urine sekitar 90 ibu hamil dan menemukan sekitar 40 jenis pestisida. Peneliti kemudian memantau bagaimana pestisida ini memengaruhi kehamilan mereka.

Hasilnya, sebagian besar (81 persen) wanita hamil yang diteliti memiliki setidaknya satu jenis pestisida dalam urine mereka, dan 64 persen di antaranya memiliki banyak jenis pestisida.

Dari kelompok yang terpapar tersebut, sepertiga lebih (34 persen) mengalami masalah atau komplikasi selama kehamilan.

Studi ini menunjukkan pula bahwa pestisida ditemukan pada wanita di kota maupun desa, mengindikasikan bahwa makanan adalah salah satu sumber paparan.

Wanita di pedesaan lebih sering terpapar berbagai jenis pestisida (70 persen berbanding 55 persen di kota), menunjukkan risiko kesehatan yang lebih tinggi di daerah pertanian.

Wilayah Santa Fe sendiri menanam lusinan tanaman, termasuk selada, kubis, sawi putih, tomat, peterseli, bayam, wortel, paprika, kentang, dan stroberi, dan beragamnya jenis tanaman tersebut menyebabkan penggunaan lebih banyak pestisida.

Studi ini kemudian menunjukkan bahwa jenis pestisida tertentu bisa berbahaya bagi kehamilan.

Baca juga: Perubahan Iklim Pengaruhi Kesehatan Ibu Hamil

Wanita dengan komplikasi kehamilan terbukti memiliki kadar fungisida triazol yang lebih tinggi, yang umum digunakan pada jagung, kedelai, dan gandum. Karena ada indikasi kuat fungisida ini bersifat racun reproduksi, peneliti menyerukan studi lebih lanjut mengenai dampaknya.

Hipertensi gestasional juga merupakan komplikasi kehamilan yang paling sering ditemukan. Akibatnya, banyak janin mengalami (intrauterine growth restriction/IUGR), yaitu kondisi di mana janin tidak dapat mencapai berat badan normal saat di dalam kandungan.

Menurut Nathan Donley dari Center for Biological Diversity yang tak terlibat dalam penelitian ini, terpapar berbagai jenis pestisida adalah hal yang sangat umum terjadi, bukan sesuatu yang jarang.

"Kami sama sekali tidak tahu bagaimana berbagai campuran berinteraksi di dalam rahim, pada anak-anak, atau pada orang dewasa. Beberapa campuran mungkin tidak banyak berpengaruh, sementara yang lain mungkin menyebabkan kerusakan signifikan yang belum kami identifikasi," kata Donley.

Lebih lanjut, penulis studi mengakui bahwa penelitian ini melibatkan jumlah sampel yang sedikit. Oleh karena itu, temuan mereka menekankan pentingnya melakukan penelitian bio-monitoring yang skalanya lebih besar untuk mendapatkan hasil yang lebih kuat.

"Upaya yang lebih besar diperlukan untuk memperdalam dan memperluas evaluasi paparan manusia terhadap pestisida pada populasi rentan," tulis para penulis.

Baca juga: Hemat Pestisida dan Lahan, Tanaman Bioteknologi Dukung Keberlanjutan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau