Sementara itu, plastik di lautan bisa meningkat lebih dari tiga kali lipat hingga mencapai 55 juta ton, yang akan semakin merusak ekosistem laut yang sudah rapuh.
Tidak hanya memaparkan data semata, laporan ini kemudian memberikan solusi untuk mengatasi problem plastik di Asia Tenggara.
Laporan menyebut negara-negara di kawasan itu perlu mengadopsi langkah-langkah ambisius di seluruh siklus hidup plastik di bawah skenario Global High Stringency.
Dalam skenario tersebut, penggunaan plastik pada tahun 2050 dapat turun sebesar 28 persen dan sampah plastik sebesar 23 persen.
Dengan skenario itu pula, plastik daur ulang (sekunder) bisa memenuhi semua pertumbuhan permintaan di masa depan, sehingga penggunaan plastik baru (primer) bisa tetap di bawah tingkat tahun 2022.
Baca juga: Tuntutan Lebih dari 600 LSM Global, Desak Perjanjian Plastik yang Ampuh
Berdasarkan skenario ini, rata-rata tingkat daur ulang diproyeksikan naik hingga 54 persen. Sementara itu, jumlah sampah yang tidak dikelola dengan baik termasuk kebocoran plastik bisa turun hingga 97 persen jika dibandingkan dengan skenario tanpa perubahan kebijakan.
Selain itu juga perlu adanya kerja sama regional yang lebih kuat.
Faktanya, lebih dari separuh sampah plastik pesisir dari China dan negara-negara ASEAN yang lebih kaya berakhir di pantai negara-negara ASEAN lain seperti Indonesia.
Aliran sampah ini tidak berhenti di situ melainkan meluas hingga ke Samudra Hindia, mencapai negara-negara di sepanjang pantai tenggara Afrika juga.
Laporan tersebut juga memperingatkan bahaya plastik terhadap iklim.
Di kawasan APT, emisi gas rumah kaca dari seluruh siklus hidup plastik termasuk produksi dan pengelolaannya diproyeksikan akan hampir berlipat ganda, dari 0,6 GtCO2e di tahun 2022 menjadi lebih dari 1 GtCO2e di tahun 2050.
Kenaikan ini terutama disebabkan oleh permintaan yang terus-menerus terhadap produksi plastik baru.
Tanpa kebijakan yang lebih kuat dan efektif, dampak iklim dari plastik akan semakin memburuk yang selanjutnya mempercepat pemanasan global.
“Asia Tenggara dan Timur dapat menjadi model global untuk mengatasi polusi plastik dan memajukan solusi ekonomi sirkular,” ujar Sekretaris Jenderal OECD, Mathias Cormann.
“Dengan kerja sama regional yang lebih kuat, kebijakan yang ambisius, dan investasi yang terarah, kawasan ini hampir dapat menghilangkan kebocoran plastik pada tahun 2050 dan membawa manfaat jangka panjang bagi masyarakat, ekosistem, dan ekonomi global,” tambahnya.
Baca juga: Waste Station dan Single Stream Recycling, Strategi Rekosistem Ajak Anak Muda Kelola Sampah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya