JAKARTA, KOMPAS.com - Lima sungai utama di Jakarta yakni Sungai Ciliwung, Cipinang, Sunter, Cideng, dan Grogol tercemar berat.
Berdasarkan riset Lembaga Teknologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (LEMTEK UI), ditemukan mayoritas limbah grey water atau limbah dari mencuci, mandi, dan memasak langsung dibuang ke sungai tanpa pengolahan.
“Grey water yang belum terolah masih sangat tinggi, yaitu 95 persen di Ciliwung, 91 persen di Cipinang, 87 persen di Sunter, 62 persen di Cideng, dan 80 persen di Grogol," ungkap Peneliti LEMTEK UI, Mochamad Adhiraga Pratama, dalam keterangannya, Jumat (8/8/2025).
Pencemaran sungai juga diperparah aktivitas usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), pasar tradisional, rumah pemotongan hewan (RPH) unggas, hingga peternakan yang belum memiliki sistem pengolahan air limbah.
Baca juga: DLH Jabar Denda Rp 3,5 Miliar Perusahaan yang Cemari Sungai Citarum
"Ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan air limbah domestik kita masih belum menyentuh seluruh aspek,” ucap Adhiraga.
Sebaliknya, peneliti menyatakan pengolahan limbah domestik jenis black water atau air limbah dari toilet yang mengandung tinja, urine, dan bahan organik relatif baik. Tingkat pengelolaannya mencapai 95-98 persen.
Sementara itu, Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan pencemaran utamanya bersumber dari bengkel, laundry, rumah makan, hingga percetakan. Kendati berskala kecil, apabila pemilik tidak memiliki sistem pengolahan air limbah yang memadai, maka akan dampak signifikan terhadap pencemaran air sungai.
“Maka dari itu, DLH bersama lintas OPD hingga tingkat kecamatan terus memperkuat pengawasan dan pembinaan kepada pelaku usaha skala kecil, agar pengolahan air limbahnya sesuai ketentuan. Ini merupakan langkah konkret untuk mengatasi pencemaran dari sumbernya,” jelas Asep.
Baca juga: Tingkat Merkuri Sungai-sungai Dunia Berlipat Ganda Pasca-Revolusi Industri
Kepala Biro Pembangunan dan Lingkungan Hidup Setda DKI Jakarta, Iwan Kurniawan, menyebut pihaknya berupaya memperbaiki kualitas badan air melalui program Jakarta Bebas Sampah, Jakarta Sadar Sampah, serta Naturalisasi Sungai, Grebek Lumpur.
Lainnya, mengawasi sumber pencemar dan implementasi Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
“Masalah kualitas air ini tidak bisa ditangani oleh satu pihak saja. Diperlukan kolaborasi nyata antara pemerintah, masyarakat, pelaku usaha, dan akademisi untuk menjadikan sungai-sungai di Jakarta lebih bersih, sehat, tangguh, dan berdaya saing global,” kata Iwan.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melaporkan sebagian besar sungai di Indonesia telah tercemar dengan hanya 2,19 persen yang memenuhi baku mutu. Deputi Tata Lingkungan KLH, Sigit Reliantoro, menyampaikan data tersebut didapatkan dari penelitian di 2.195 sungai.
"Kami melakukan pemantauan di 2.195 sungai, ada 8.627 titik yang memenuhi baku mutu itu hanya 2,19 persen. Sebagian besar, 96 persen itu tercemar ringan," papar Sigit dalam acara di Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).
Meskipun jumlahnya sedikit, beberapa sungai dikategorikan tercemar berat. Sigit menuturkan, kondisi tersebut berdampak pada kesehatan masyarakat maupun kelestarian ekosistem.
Dia berpandangan, pencemaran di sungai menjadi tantangan bagi pemerintah terutama untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
"Sebetulnya untuk memenuhi kebutuhan air bersih itu perlu teknologi pengolahan, dan itu biasanya akan berimbas kepada peningkatan biaya untuk pengolahan. Kemudian juga kami melihat ada disparitas antara perkotaan dan pedesaan untuk pelayanan kebutuhan air," papar Sigit.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya