Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Junianto Sesa, Merajut Mimpi Anak Papua Lewat Bimbingan Belajar

Kompas.com, 23 Agustus 2025, 10:18 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendidikan masih menjadi pekerjaan rumah besar di Indonesia bagian timur. Akses sekolah yang terbatas, kualitas pengajar yang belum merata, hingga infrastruktur yang jauh tertinggal membuat banyak anak di wilayah ini harus berjuang ekstra untuk mengejar cita-cita.

Namun, di tengah berbagai keterbatasan itu, muncul secercah harapan: bimbingan belajar (bimbel).

Bagi sebagian orang, bimbel mungkin hanya pelengkap. Tapi di Papua, Sulawesi, dan kawasan timur lainnya, bimbel bisa menjadi penyelamat, penyeimbang, bahkan jembatan menuju masa depan.

Baca juga: Baru 370 dari 5000 Sekolah di Jakarta Tanamkan Pendidikan Lingkungan

Itulah yang diyakini Junianto Sesa, pendiri Pioneer Class, bimbel berbasis di Makassar yang sudah tujuh tahun terakhir mendampingi lebih dari 2.500 siswa dari kawasan timur Indonesia.

“Banyak orang berpikir masuk sekolah kedinasan itu harus punya uang banyak. Saya mau buktikan kalau dengan belajar sungguh-sungguh, anak-anak Papua dan Sulawesi juga bisa,” kata Junianto.

Dari Nabire ke Makassar

Junianto merupakan pemuda yang berasal dari pedalaman Nabire, Papua Tengah. Ia lahir dan besar di daerah yang akses transportasinya terbatas, listrik hanya menyala beberapa jam, dan sekolah berkualitas masih jauh dari jangkauan.

“Pesawat seminggu bisa hanya satu-dua kali. Jalan darat sering terputus karena longsor. Sekolah dan guru juga masih terbatas. Saya merasakan betul tertinggal dari teman-teman lain,” kenangnya sebagaimana dikutip Minggu (23/8/2025).

Saat SMP, ia harus berpisah dari orang tua untuk melanjutkan SMA di pusat kabupaten. Prestasinya yang semula pas-pasan perlahan membaik setelah ia ikut bimbel. Dari yang awalnya selalu di peringkat bawah, Junianto berhasil naik ke peringkat dua.

Orang tuanya, terutama sang ayah, tak henti mendorongnya melanjutkan pendidikan tinggi. Dengan segala keterbatasan, Junianto akhirnya menempuh kuliah di Universitas Hasanuddin, Makassar, jurusan Matematika.

Baca juga: Bukan Makan Siang Bergizi Gratis, Papua Lebih Butuh Akses Pendidikan

Namun hidup sebagai mahasiswa perantauan tidak mudah. Rumah orang tuanya di Nabire sempat terbakar, biaya hidup pas-pasan, hingga sakit yang ia sembunyikan agar tidak menambah beban keluarga. “Saya harus pintar-pintar bertahan,” ujarnya.

Lahirnya Pioneer Class

Sambil kuliah, Junianto mulai mengajar di bimbel. Baginya, mengajar bukan hanya soal mencari penghasilan tambahan, tapi juga cara untuk terus belajar.

Usai lulus, ia sempat kembali ke Papua menjadi guru honorer dengan bayaran Rp 10.000–12.500 per jam.

Namun ia sadar, profesi itu belum bisa menopang hidup. Di sisi lain, ia enggan meninggalkan dunia pendidikan. Berbekal tekad, pada 2018 ia membuka bimbel di Manokwari, Papua Barat, lalu mengembangkan Pioneer Class di Makassar.

Awalnya tidak mudah. Ia mengajar dari rumah ke rumah tanpa kurikulum tetap. Hingga suatu ketika, Akademi Kepolisian membuka pendaftaran.

Junianto meramu metode pembelajaran sendiri. Hasilnya, salah satu siswanya meraih nilai tertinggi usai menjalani tes penerimaan. Sejak saat itulah, nama Pioneer Class makin dikenal.

“Kualitas bimbel bukan ditentukan promosi, tapi hasil nyata. Kalau ada siswa yang berhasil, orang tua dan lingkungan pasti menyebarkan kabar baik itu,” tutur Junianto.

Pendidikan untuk Anak Papua

Perjalanan Junianto juga tak lepas dari beasiswa Tanoto Foundation yang membantunya menempuh kuliah hingga meraih gelar master di Unhas. sembari terus membesarkan Pioneer Class di Makassar.

Baca juga: Tanoto-Gates Kerja Sama untuk Kesehatan dan Pendidikan di Asia

Menurutnya, anak-anak Indonesia timur, khususnya Papua, memiliki potensi besar. Hanya saja, mereka butuh lebih banyak kesempatan. “Saya ingin adik-adik di Papua bisa merasakan apa yang anak-anak di kota besar rasakan: kesempatan belajar dan meraih mimpi,” ucapnya.

Pesannya sederhana: jangan takut keluar dari zona nyaman. “Anak-anak Papua tidak kalah. Beranilah mengejar pendidikan tinggi. Dunia itu luas,” tegasnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau