Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Tradisi Sasi: Cerita, Realita, dan Harapannya untuk Konservasi

Kompas.com, 17 September 2025, 12:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di Negeri Paperu, Maluku Tengah, pegawai kolonial T. Volker (dalam tulisan Zerner) mencatat pemerintahan adat menggunakan sasi untuk memastikan kelapa bisa dipanen tepat waktu, mempermudah penjagaan, dan menangkal pencurian.

Di Kepulauan Tanimbar penutupan sasi membuat warga kampung dapat diarahkan untuk mengerjakan proyek desa lain seperti pembangunan gereja.

Tradisi sasi juga banyak dipakai menjadi alat pemerintahan negeri untuk mengontrol kampung-kampung kecil di bawah naungannya.

Sejak awal abad ke-20, warga Siri Sori Serani tercatat mengeluhkan kehadiran sasi, meskipun, menurut kewang yang menjadi perpanjangan tangan kolonial, aturan itu dibuat demi “menyejahterakan mereka”.

Sasi dan konservasi

Dalam perkembangannya, sasi nyatanya terus dimodifikasi oleh berbagai pihak sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Kaitan sasi dengan konservasi baru menguat di era Orde Baru. Pada 1982 dan 1985, Kementerian Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup memberikan penghargaan Kalpataru kepada dua negeri di Maluku atas penerapan sasi, yang membuat bangga pejabat dan akademisi lokal.

Namun, Negeri Haruku, salah satu penerima Kalpataru itu, sebenarnya baru saja menerapkan sasi kembali. Bahkan implementasinya pun sempat ditolak kaum muda lokal karena tidak banyak menguntungkan masyarakat.

Sejak mendapat penghargaan itu, banyak LSM yang didukung dana-dana internasional, gencar berusaha menghidupkan sasi di berbagai daerah.

Sasi lantas mulai dikenal luas dan dinarasikan sebagai cara hidup selaras dengan alam yang diwariskan secara turun-temurun.

Tradisi ini kemudian berkembang menjadi instrumen perlawanan terhadap proyek-proyek ekstraktif.

Salah satu yang paling monumental, pada 1997, para pemimpin adat dengan bantuan beberapa ornop (organisasi non pemerintah) melakukan sasi pulau di Nusa Laut, perairan Maluku.

Saat itu, Nusa Laut ramai didatangi tim-tim survei pertambangan setelah beredar kabar ada cadangan emas besar di sana.

Baca juga: Ironi Perikanan Indonesia: Produk Buruk, Penduduk Pesisir Stunting

Dari obrolan saya dengan tokoh adat di sana (pada Mei 2025), warga kala itu dilalap kecemasan karena khawatir mereka akan dipindahkan ke pulau lain. Relokasi paksa ini pernah terjadi terhadap warga Pulau Kei ke Pulau Seram.

Sasi lantas dijadikan benteng simbolik.

Jatuhnya Orde Baru pada 1998 membuat proyek tersebut akhirnya dibatalkan. Hingga kini, sasi di pulau tersebut belum pernah dicabut. Artinya, tidak ada yang boleh menambang di Nusa Laut. Tapi sayangnya, baru-baru ini saya melihat pantai di salah satu negeri di Nusa Laut itu tinggal tersisa karang. Pasir pantainya justru habis ditambang oleh warga sendiri.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kita Tak Bisa Menghindar Lagi, Suhu Bumi Naik Minimal 2,3 Derajat Celsius
Kita Tak Bisa Menghindar Lagi, Suhu Bumi Naik Minimal 2,3 Derajat Celsius
Pemerintah
Menhut Janjikan Pengakuan 1,4 Juta Ha Hutan Adat di Forum Internasional
Menhut Janjikan Pengakuan 1,4 Juta Ha Hutan Adat di Forum Internasional
Pemerintah
36 Tambang Ilegal di Merapi Ditindak, Kemenhut Siap Pulihkan Ekosistem
36 Tambang Ilegal di Merapi Ditindak, Kemenhut Siap Pulihkan Ekosistem
Pemerintah
Lestarikan Lagi Tenunan Berpewarna Alami, BCA Libatkan 32 Penenun Songket Melayu
Lestarikan Lagi Tenunan Berpewarna Alami, BCA Libatkan 32 Penenun Songket Melayu
Swasta
COP 30: Dagang Karbon Kuno dan Terbukti Gagal, Indonesia Perlu Strategi Baru
COP 30: Dagang Karbon Kuno dan Terbukti Gagal, Indonesia Perlu Strategi Baru
LSM/Figur
Pemerintah Dinilai Punya Skema Pendanaan untuk Pensiunkan PLTU
Pemerintah Dinilai Punya Skema Pendanaan untuk Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
Atasi Batu Sandungan Emisi Sektor Energi, Pensiunkan PLTU Jadi Solusi
Atasi Batu Sandungan Emisi Sektor Energi, Pensiunkan PLTU Jadi Solusi
LSM/Figur
Kemenhut: Perambahan Ilegal Habitat Gajah di TN Kerinci Seblat Capai 4 Ha
Kemenhut: Perambahan Ilegal Habitat Gajah di TN Kerinci Seblat Capai 4 Ha
Pemerintah
Menyelamatkan Burung Laut, Menyelamatkan Lautan
Menyelamatkan Burung Laut, Menyelamatkan Lautan
LSM/Figur
Kota Global Butuh 105 Miliar Dollar AS untuk Pendanaan Proyek Iklim
Kota Global Butuh 105 Miliar Dollar AS untuk Pendanaan Proyek Iklim
Pemerintah
Target Berbasis Sains Tingkatkan Hubungan Korporasi dengan Investor Secara Signifikan
Target Berbasis Sains Tingkatkan Hubungan Korporasi dengan Investor Secara Signifikan
Pemerintah
Trend Asia: Indonesia Bermuka Dua soal Iklim, Janji Manis ke Dunia, Ingkari Warganya
Trend Asia: Indonesia Bermuka Dua soal Iklim, Janji Manis ke Dunia, Ingkari Warganya
LSM/Figur
Lembaga Ini Sebut Pengoperasian 20 PLTU di Indonesia Sebabkan 156.000 Kematian Dini
Lembaga Ini Sebut Pengoperasian 20 PLTU di Indonesia Sebabkan 156.000 Kematian Dini
LSM/Figur
Kapasitas Listrik dari Pembangkit Tenaga Angin Lepas Pantai Naik 3 Kali Lipat pada 2030
Kapasitas Listrik dari Pembangkit Tenaga Angin Lepas Pantai Naik 3 Kali Lipat pada 2030
LSM/Figur
Algoritma Medsos Semakin Tentukan Isu Publik yang Dianggap Penting
Algoritma Medsos Semakin Tentukan Isu Publik yang Dianggap Penting
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau