KOMPAS.com - Penelitian yang dilakukan oleh divisi Energy Industries menemukan, hampir dua pertiga (65 persen) pemimpin industri energi di Asia Pasifik (APAC) meyakini bahwa kemajuan transisi energi di wilayah ini sudah berjalan dengan kecepatan yang memadai.
Riset yang berjudul Asia Pacific Energy Transition Readiness Index 2025, bertujuan untuk mengukur seberapa siap kawasan Asia Pasifik dalam menghadapi transisi energi.
Laporan ini menyurvei lebih dari 4.000 pemimpin bisnis di 12 negara dan 10 industri untuk mendapatkan data dan wawasan.
Riset berfokus pada industri-industri yang membutuhkan banyak energi, seperti industri kimia, pusat data, pembangkitan energi dan listrik, manufaktur, minyak dan gas, transportasi, dan lainnya.
Berdasarkan 20 indikator yang mencakup aspek Strategi, Teknologi dan Infrastruktur, Keuangan, serta Bakat, penelitian ini menunjukkan bahwa 60 persen perusahaan berada pada tingkat kesiapan yang tinggi atau rata-rata, sedangkan 40 persen sisanya masih di tahap awal untuk menghadapi transisi energi.
Baca juga: Pemakaian AI Melesat, Pertanian Asia Pasifik Bakal Lebih Adaptif Iklim
"Sangat menggembirakan melihat Asia Pasifik tetap berkomitmen pada tujuan keberlanjutan dan transisi energi. Untuk mempercepat tingkat kesiapan, diperlukan kombinasi dari kepastian kebijakan, inovasi teknologi, investasi finansial, dan kolaborasi yang terfokus," papar Anders Maltesen, Presiden divisi Energy Industries ABB untuk kawasan Asia, dikutip dari Eco Business, Jumat (19/9/2025).
Penelitian tersebut juga menunjukkan adanya peningkatan momentum untuk transformasi digital, di mana 71 persen responden mengidentifikasi kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi sebagai pendorong utama transisi energi.
Data survei menunjukkan adanya peluang bagi perusahaan untuk memanfaatkan AI dalam manajemen energi berbasis data, mempercepat investasi pada solusi smart grid, dan mendukung interoperabilitas.
Lebih lanjut, hasil temuan survei menunjukkan pula investasi transisi energi semakin cepat, di mana 99 persen perusahaan telah meningkatkan pengeluaran terkait transisi energi selama setahun terakhir.
Jumlah pemimpin yang memperkirakan investasi transisi akan tumbuh 50 persen atau lebih, diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam lima tahun ke depan.
Selain itu, lebih dari 73 persen perusahaan berencana mengalokasikan setidaknya 10 persen dari belanja modal mereka untuk inisiatif transisi, yang menunjukkan lintasan investasi yang berkelanjutan.
Baca juga: Ekonomi 11 Negara Asia-Pasifik Rentan Terdampak Perubahan Iklim, Mana Saja?
Otomasi, elektrifikasi, dan digitalisasi menjadi pendorong utama untuk mencapai efisiensi, keberlanjutan, dan ketahanan yang lebih baik.
Hasil survei lebih lanjut menunjukkan bahwa digitalisasi (38 persen) dan otomasi (35 persen) diprioritaskan untuk transformasi operasional. Sementara itu, elektrifikasi (27 persen) mendorong upaya dekarbonisasi dan kemajuan menuju target nol-bersih (net-zero).
Indeks tersebut juga mengidentifikasi bahwa, di mana terdapat tantangan, kolaborasi lintas sektor dapat membantu.
Hampir tiga perempat responden (62 persen) menyerukan insentif pemerintah yang lebih kuat. Sementara itu, 60 persen menginginkan lebih banyak kolaborasi lintas wilayah untuk infrastruktur jaringan listrik, dan 56 persen mendukung peningkatan investasi dari sektor swasta.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa energi surya siap untuk memimpin transisi energi di Asia Pasifik, dengan 73 persen perusahaan yang disurvei sudah mengadopsinya dan 45 persen berencana untuk melakukan ekspansi besar dalam lima tahun ke depan.
Pembangkit listrik tenaga air (55 persen) dan angin (51 persen) juga banyak digunakan. Sementara itu, sumber energi baru seperti hidrogen hijau (37 persen), bioenergi (33 persen), dan panas bumi (25 persen) mulai mendapatkan daya tarik.
Penelitian ini, yang dilaksanakan antara Mei dan Juni 2025, makin membuktikan komitmen kuat Asia Pasifik terhadap transisi energi.
Baca juga: Menjemput Peluang Transisi di Tengah Turunnya Batu Bara
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya