KOMPAS.com - Science Based Targets initiative (SBTi) telah meluncurkan akademi pelatihan baru untuk meningkatkan keterampilan para praktisi dalam hal penetapan target berbasis sains (science-based targets).
Peluncuran ini dilakukan bersamaan dengan peluncuran daftar atau registri publik baru yang menampilkan para ahli yang dapat membantu perusahaan.
Para ahli yang terdaftar dalam daftar harus melewati tujuh tahap asesmen guna membuktikan kompetensi mereka dalam bidang-bidang seperti penilaian inventaris gas rumah kaca dan perancangan model target.
SBTi yakin bahwa daftar ahli yang baru diluncurkan ini akan berkontribusi dalam meningkatkan kualitas keahlian yang diperlukan untuk memandu perusahaan dalam mengatasi kerumitan teknis saat menetapkan target pengurangan emisi yang berdasarkan ilmu pengetahuan.
Baca juga: Ilmuwan Surati SBTi: Solusi Iklim Berbasis Alam Lebih Murah dan Cepat
Sementara itu, melansir Edie, Selasa (30/9/2025) SBTi kini memiliki platform belajar online (e-learning) bernama SBTi Academy yang menyajikan berbagai kursus untuk mengasah kemampuan para profesional di bidang keberlanjutan.
Materi pembelajarannya berjenjang, dari tingkat dasar hingga keahlian yang dibutuhkan untuk proses sertifikasi.
"Meskipun tuntutan terhadap target berbasis sains terus bertambah, ketersediaan SDM yang terampil menjadi kendala umum dalam proses penetapannya," kata Tracy Wyman, Chief Impact Officer SBTi.
"SBTi Academy hadir untuk menutup kesenjangan kompetensi ini. Caranya adalah dengan menawarkan dasar pengetahuan bagi para pemula dan sertifikasi bagi para pakar yang sudah berpengalaman, sehingga perusahaan memiliki dukungan yang memadai untuk berhasil dalam upaya dekarbonisasi mereka," jelasnya.
SBTi Academy membagi pelatihannya menjadi tiga tingkatan agar para profesional keberlanjutan dari beragam level pengalaman bisa mendapatkan pelatihan dan upskilling yang sesuai.
Tersedia program pelatihan dasar untuk pemula guna membekali mereka dengan pemahaman awal tentang prinsip-prinsip utama penetapan target berbasis sains.
Tersedia pula "Practitioners’ Hub" yang berisi materi pelatihan berbayar mengenai target jangka pendek, target net-zero, dan Protokol Gas Rumah Kaca.
Di samping itu, didirikan juga "Certification Hub" yang berfungsi sebagai tempat para ahli mendapatkan sertifikasi setelah membuktikan bahwa mereka memiliki pemahaman menyeluruh tentang kriteria penetapan target berbasis sains.
Upaya tersebut menjadi salah satu cara SBTi untuk mengatasi kekurangan profesional di bidang keberlanjutan.
Baca juga: Demi Target Iklim Global, SBTi Luncurkan Standar Net Zero untuk Sektor Energi Listrik
Data dari LinkedIn menunjukkan bahwa permintaan akan keahlian hijau diprediksi naik dua kali lipat pada tahun 2050, tetapi penawaran talenta saat ini tidak mampu mengimbangi, sehingga terjadi defisit keterampilan yang cukup besar.
Permintaan dunia terhadap profesional di bidang keberlanjutan sendiri melonjak 11.6 persen antara tahun 2023 dan 2024, namun penawaran tenaga kerjanya hanya bertambah 5.6 persen.
Jika kondisi ini tidak berubah, kesenjangan antara permintaan dan penawaran tersebut diprediksi akan membesar hingga 101.5 persen pada tahun 2050.
Di sisi lain perusahaan terus mencari cara untuk mengatasi kekurangan talenta hijau.
Sebanyak 68 persen perusahaan saat ini memilih untuk mengisi posisi hijau dari internal, dan 60 persen melaporkan bahwa karyawan yang mengisi posisi ini sebelumnya tidak memiliki latar belakang atau keahlian di bidang keberlanjutan.
Baca juga: Pemprov Jabar Konsisten Dukung Keberlanjutan Citarum Harum
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya