Taman Kehati Sawerigading Wallacea menerapkan berbagai inovasi yang efisien dan berkelanjutan. Misting system (pengkabutan otomatis) di greenhouse menjaga kelembapan dan suhu tanaman. Sistem ini menyemprot setiap 15–20 menit selama 5 detik, bergantian di empat rumah kaca, sekaligus menghemat tenaga dan listrik karena ditopang PLTA Vale.
Baca juga: Kontribusi Vale Intervensi Stunting di Kabupaten Bandung
“Pengabutan otomatis 15–20 menit sekali selama 5 detik, bergantian di tiap greenhouse, untuk menjaga kelembapan dan suhu,” terang Abkar.
Inovasi lainnya adalah coco grow, media tanam menggunakan serabut kelapa yang disiram air kelapa. Metode ini dapat mempercepat perakaran dari sekitar 1 bulan menjadi 2–3 minggu. Teknik ini biasanya digunakan pada pencangkokan tanaman buah pada program biodiversitas, termasuk dengen, dengan target 500 cangkok tahun ini.
“Air kelapa itu mengandung ion—kalium, kalsium, magnesium—yang merangsang pertumbuhan akar,” kata Abkar menjelaskan alasan penggunaan air kelapa pada metode coco grow.
Ada pula pupuk organik cair berbahan Hydrilla, gulma air yang tumbuh masif di danau. Inovasi ini terbukti mampu mengurangi populasi gulma tersebut sambil menghemat biaya kompos karena dibuat sendiri oleh Vale Indonesia.
Baca juga: Sulawesi, Timor, dan Sumbawa Bisa Hidup 100 Persen dari Energi Terbarukan
Manajemen bibit dilakukan dengan teliti. Setiap bibit yang siap ditanam akan melalui proses root-balling dan diberi geo-tagging. Bahkan, untuk tanaman endemik berukuran besar (tinggi 2–3 meter), root-balling dilakukan di hutan sebelum ditambang.
Tanaman-tanaman tersebut kemudian dipindahkan sementara ke nursery untuk diremajakan, lalu dikembalikan ke lahan aslinya setelah penambangan selesai.
Lewat Taman Kehati Sawerigading Wallacea, Vale Indonesia juga memiliki program donasi bibit dengan target sekitar 25.000 batang per tahun. Realisasi terbaru telah mencapai lebih kurang 15.000 batang.
Bibit-bibit tersebut disalurkan ke instansi pemerintah seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sekolah, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM), terutama di area Sulawesi Selatan.
Baca juga: Mengenal Rusa Timor, Jenis Rusa di Indonesia yang Rentan Punah
Konservasi di Taman Kehati Sawerigading Wallacea tak hanya berfokus pada flora, tetapi juga fauna. Salah satunya, Rusa Timor yang didatangkan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Selatan. Rusa yang saat ini ada merupakan generasi kelima hasil pengembangbiakkan di taman tersebut.
Selain rusa, Taman Kehati Sawerigading Wallacea juga menjadi habitat bagi berbagai jenis kupu-kupu lokal, burung liar, lebah, dan tawon. Semua ini menjadi indikator keberhasilan konservasi lingkungan.
Di luar fungsinya sebagai pusat konservasi, Taman Kehati Sawerigading Wallacea juga menjadi wadah edukasi dan rekreasi bagi publik, termasuk pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum. Pengunjung pada hari kerja, Senin hingga Jumat, harus mengajukan izin terlebih dahulu.
Namun, pada Sabtu dan Minggu, taman terbuka untuk umum. Abkar menjelaskan prosedur kunjungannya.
Baca juga: Vale Dukung Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Morowali
“Hari kerja harus izin atau (berkirim) surat ke Departemen Eksternal, sedangkan Sabtu hingga Minggu (fasilitas ini) terbuka untuk umum,” katanya.
Area-area yang bisa didatangi di Taman Kehati Sawerigading Wallaceag antara lain zona nursery (termasuk greenhouse, set area, area transisi, dan open area), arboretum dengan 74 jenis lokal dan endemik, taman buah, taman tambang atau edu-mining, kandang rusa, serta jalur jogging. Taman ini juga direncanakan akan memiliki dome kupu-kupu.
Selain itu, tersedia pula wooden house dan DOJO sebagai pusat pelatihan lingkungan. Semua fasilitas ini dirancang untuk mendukung misi konservasi, edukasi, dan rekreasi yang terintegrasi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya