SOROWAKO, KOMPAS.com – Semilir angin sejuk dan riuh kicauan burung menyambut tim Kompas.com kala menjejakkan kaki di Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) Sawerigading Wallacea, Senin (22/9/2025), pukul 06.00 WITA. Di sisi lain, matahari yang tampak malu-malu keluar dari peraduannya memberikan kehangatan tersendiri.
Lebih dari sekadar area hijau biasa, Taman Kehati Sawerigading Wallacea adalah laboratorium hidup yang diinisiasi PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) untuk melestarikan lingkungan. Lokasinya berada di Sorowako Site, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Embun masih menyelimuti dedaunan pada pohon-pohon yang ada di kawasan konservasi seluas 75 hektare itu.
Diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2023, nama “Sawerigading” diambil dari nama cucu Batara Guru, penguasa Bumi dalam epik La Galigo. Sementara itu, "Wallacea" merujuk pada garis yang mengindikasikan keanekaragaman hayati di Indonesia, terutama di kawasan Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara.
Baca juga: 19 Tahun Perjalanan Himalaya Hill, dari Lahan Tambang Tandus Jadi Arboretum Hijau
Pada Agustus 2024, taman ini ditetapkan internal sebagai kawasan khusus yang mengintegrasikan fungsi konservasi–edukasi–rekreasi, dan disahkan melalui Keputusan Bupati Luwu Timur Nomor 54/D-05/II/2025. Selain tumbuhan lokal, areal ini juga menjadi rumah penangkaran rusa timor serta bagian dari konservasi kupu-kupu lokal dan endemik
Supervisor of Nursery and Rehabilitation PT Vale Indonesia Abkar menuturkan bahwa sebelum diresmikan, taman seluas 75 hektare ini lebih dikenal sebagai nursery PT Vale Indonesia yang dibangun sejak 2005–2006.
“Setelah diresmikan, barulah dikenal dengan Taman Kehati Sawerigading Wallacea,” ujarnya.
Jantung dari Taman Kehati Sawerigading Wallacea adalah fasilitas pembibitan atau nursery modern yang telah dibangun sejak 2005–2006. Di sini, Vale Indonesia menargetkan produksi hingga 700.000 bibit per tahun.
Baca juga: Flora Endemik Sulawesi: Kayu Eboni, Kantong Semar, dan Nepenthes Hamata
Menurut Abkar, kapasitas ideal nursery dapat mencapai kurang lebih 700.000 batang per tahun (tiga siklus), tetapi realisasi produksi disesuaikan kebutuhan reklamasi dan biasanya ditambah buffer 10–20 persen.
“Secara kapasitas, kami bisa memproduksi 700.000 batang per tahun, tapi produksi disesuaikan lagi dengan kebutuhan reklamasi, biasanya ditambah 10–20 persen,” katanya.
Sebagai standar pengelolaan, setiap bibit diberi geo-tagging untuk pemantauan pertumbuhan dan keberlanjutan setelah ditanam.
“Bibit-bibit itulah yang akan ditanam kembali di lahan-lahan reklamasi pascatambang,” ujar Abkar.
Baca juga: Vale Indonesia Lakukan Reklamasi 3.791 Hektare Lahan Tambang di Sulsel
Lebih lanjut, Abkar menyampaikan, pihaknya juga melakukan konservasi terhadap 74 jenis tanaman lokal dan endemik, serta 18 jenis tanaman pionir yang didahulukan untuk ditanam.
Tanaman pionir dipilih karena cepat tumbuh dan “bandel” sehingga membantu memulihkan tanah kritis sebelum tanaman lokal atau endemik ditanam.
Salah satu fokus konservasi terbesar Taman Kehati Sawerigading Wallacea adalah eboni, spesies langka yang terancam punah. Sejak 2006, PT Vale telah melakukan konservasi lebih kurang 80.000 bibit eboni yang sudah tertanam di area reklamasi.
Taman Kehati Sawerigading Wallacea menerapkan berbagai inovasi yang efisien dan berkelanjutan. Misting system (pengkabutan otomatis) di greenhouse menjaga kelembapan dan suhu tanaman. Sistem ini menyemprot setiap 15–20 menit selama 5 detik, bergantian di empat rumah kaca, sekaligus menghemat tenaga dan listrik karena ditopang PLTA Vale.
Baca juga: Kontribusi Vale Intervensi Stunting di Kabupaten Bandung
“Pengabutan otomatis 15–20 menit sekali selama 5 detik, bergantian di tiap greenhouse, untuk menjaga kelembapan dan suhu,” terang Abkar.
Inovasi lainnya adalah coco grow, media tanam menggunakan serabut kelapa yang disiram air kelapa. Metode ini dapat mempercepat perakaran dari sekitar 1 bulan menjadi 2–3 minggu. Teknik ini biasanya digunakan pada pencangkokan tanaman buah pada program biodiversitas, termasuk dengen, dengan target 500 cangkok tahun ini.
“Air kelapa itu mengandung ion—kalium, kalsium, magnesium—yang merangsang pertumbuhan akar,” kata Abkar menjelaskan alasan penggunaan air kelapa pada metode coco grow.
Ada pula pupuk organik cair berbahan Hydrilla, gulma air yang tumbuh masif di danau. Inovasi ini terbukti mampu mengurangi populasi gulma tersebut sambil menghemat biaya kompos karena dibuat sendiri oleh Vale Indonesia.
Baca juga: Sulawesi, Timor, dan Sumbawa Bisa Hidup 100 Persen dari Energi Terbarukan
Manajemen bibit dilakukan dengan teliti. Setiap bibit yang siap ditanam akan melalui proses root-balling dan diberi geo-tagging. Bahkan, untuk tanaman endemik berukuran besar (tinggi 2–3 meter), root-balling dilakukan di hutan sebelum ditambang.
Tanaman-tanaman tersebut kemudian dipindahkan sementara ke nursery untuk diremajakan, lalu dikembalikan ke lahan aslinya setelah penambangan selesai.
Lewat Taman Kehati Sawerigading Wallacea, Vale Indonesia juga memiliki program donasi bibit dengan target sekitar 25.000 batang per tahun. Realisasi terbaru telah mencapai lebih kurang 15.000 batang.
Bibit-bibit tersebut disalurkan ke instansi pemerintah seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sekolah, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM), terutama di area Sulawesi Selatan.
Baca juga: Mengenal Rusa Timor, Jenis Rusa di Indonesia yang Rentan Punah
Konservasi di Taman Kehati Sawerigading Wallacea tak hanya berfokus pada flora, tetapi juga fauna. Salah satunya, Rusa Timor yang didatangkan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Selatan. Rusa yang saat ini ada merupakan generasi kelima hasil pengembangbiakkan di taman tersebut.
Selain rusa, Taman Kehati Sawerigading Wallacea juga menjadi habitat bagi berbagai jenis kupu-kupu lokal, burung liar, lebah, dan tawon. Semua ini menjadi indikator keberhasilan konservasi lingkungan.
Di luar fungsinya sebagai pusat konservasi, Taman Kehati Sawerigading Wallacea juga menjadi wadah edukasi dan rekreasi bagi publik, termasuk pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum. Pengunjung pada hari kerja, Senin hingga Jumat, harus mengajukan izin terlebih dahulu.
Namun, pada Sabtu dan Minggu, taman terbuka untuk umum. Abkar menjelaskan prosedur kunjungannya.
Baca juga: Vale Dukung Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Morowali
“Hari kerja harus izin atau (berkirim) surat ke Departemen Eksternal, sedangkan Sabtu hingga Minggu (fasilitas ini) terbuka untuk umum,” katanya.
Area-area yang bisa didatangi di Taman Kehati Sawerigading Wallaceag antara lain zona nursery (termasuk greenhouse, set area, area transisi, dan open area), arboretum dengan 74 jenis lokal dan endemik, taman buah, taman tambang atau edu-mining, kandang rusa, serta jalur jogging. Taman ini juga direncanakan akan memiliki dome kupu-kupu.
Selain itu, tersedia pula wooden house dan DOJO sebagai pusat pelatihan lingkungan. Semua fasilitas ini dirancang untuk mendukung misi konservasi, edukasi, dan rekreasi yang terintegrasi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya