Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desain Hunian Ramah Iklim Bantu Kota Atasi Panas Ekstrem

Kompas.com, 9 Oktober 2025, 17:04 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mengecat dinding dengan warna terang, mengisolasi atap, memilih jendela berukuran sedang, dan menyelaraskan posisi bangunan dengan jalur matahari mungkin terlihat seperti pilihan sederhana.

Namun siapa sangka, langkah-langkah tersebut ternyata dapat menjadi pertahanan terhadap perubahan iklim bagi jutaan orang di kawasan paling rentan di dunia.

Temuan tersebut merupakan hasil studi yang dipublikasikan di jurnal Energy and Buildings.

Studi menekankan bahwa strategi desain hunian cerdas iklim yang hemat biaya adalah kunci penting bagi pengembangan perumahan di kota-kota yang suhu udaranya meningkat pesat.

Dalam studinya, peneliti menggunakan simulasi komputer untuk menguji bagaimana kinerja berbagai proyek bangunan yang tahan iklim dalam menghadapi kondisi iklim saat ini dan prediksi di masa depan.

Kota yang menjadi pemodelan adalah lima kota utama di Amerika Latin yakni Rio de Janeiro dan São Paulo (Brasil), Santiago (Chile), Bogotá (Kolombia), serta Lima (Peru).

Melansir Techxplore, Rabu (8/10/2025) peneliti kemudian menganalisis kinerja energi, biaya, dan emisi karbon untuk menentukan kombinasi material dan desain mana yang paling baik dapat mempertahankan kondisi nyaman di dalam ruangan sambil meminimalkan penggunaan energi.

Baca juga: Analisis Temukan Jutaan Bangunan Global Berada di Zona Risiko Kenaikan Air Laut

"Studi kami menunjukkan bahwa gabungan sistem konstruksi yang sudah umum dipakai, seperti batu bata konvensional, semen serat, atau genteng tanah liat, dengan penambahan polistirena yang diperluas dan kaca satu lapis, merupakan konfigurasi paling tepat untuk menciptakan bangunan yang tangguh terhadap iklim di negara-negara yang disurvei," papar Alexandre Santana Cruz, penulis utama studi menyimpulkan.

Para ahli menyebut ini sebagai desain arsitektur pasif, sebuah pendekatan yang mengoptimalkan ventilasi alami, peneduhan, dan pencahayaan matahari untuk memastikan kenyamanan rumah tanpa perlu terlalu bergantung pada penggunaan AC atau sistem pendingin lainnya.

Karena terjangkau dan berkelanjutan, strategi ini pun dianggap cocok untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Menurut studi tersebut, lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia tinggal di perumahan yang tidak layak, sebagian besar berada di wilayah seperti Amerika Latin, Afrika, dan Asia Pasifik, di mana populasi tumbuh pesat dan kota-kota berkembang.

Lebih lanjut, sebenarnya teknologi bangunan canggih dapat menawarkan manfaat iklim tambahan, Santana Cruz memperingatkan bahwa biaya yang tinggi dan emisi karbon yang dihasilkan dari produksi membuatnya tidak realistis untuk adopsi secara luas di kawasan tersebut.

Hal senada juga diungkapkan oleh Karen Carrer Ruman de Bortoli, arsitek sekaligus profesor di Federal Institute of São Paulo yang tidak terlibat dalam penelitian.

Menurutnya, pendekatan pasif yang sederhana dan murah dapat meredakan rasa tidak nyaman di wilayah beriklim panas dan menekan ketergantungan pada penggunaan AC.

Strategi-strategi desain arsitektur pasif ini meliputi menyesuaikan arah bangunan untuk mengoptimalkan paparan matahari dan aliran angin, menggunakan material dinding yang lebih baik dalam menahan panas, memasang atap berventilasi, dan mengintegrasikan ruang terbuka hijau pada bangunan.

Sayangnya, solusi ini seringkali diabaikan dalam skema perumahan skala besar.

"Pemerintah dan lembaga publik seringkali merespons kekurangan perumahan dengan prototipe perumahan sosial standar, yang mengabaikan karakteristik iklim dan perkotaan spesifik suatu lokasi," kata Santana Cruz.

Baca juga: Studi KPMG: Sistem AI Mampu Pangkas Energi Bangunan Hingga 30 Persen

"Masalah ini semakin diperparah oleh renovasi-renovasi selanjutnya, yang seringkali informal dan mahal, yang dilakukan oleh penghuni sendiri dalam upaya untuk memperbaiki keterbatasan desain awal," tambah Bertoli.

Untuk mengatasi masalah kesenjangan tersebut, para peneliti mengajukan ide untuk menciptakan aplikasi atau alat digital yang dapat diakses secara gratis.

Alat ini berfungsi untuk membuat desain rumah yang telah disesuaikan dengan mempertimbangkan iklim dan lingkungan perkotaan di lokasi spesifik.

Para peneliti menggarisbawahi pula pentingnya edukasi dan keterlibatan aktif masyarakat. Menurut Bortoli, dengan memberikan panduan praktis dan mudah kepada pemilik rumah baru tentang cara memodifikasi hunian mereka, hal itu dapat secara signifikan meningkatkan tingkat kenyamanan sekaligus mengurangi konsumsi energi.

"Panduan yang sederhana, seperti memahami peran peneduh, ventilasi silang, pemeliharaan atap, dan pemilihan warna yang tepat, sudah cukup untuk meningkatkan kenyamanan termal dan ketahanan rumah secara drastis, tanpa harus mengeluarkan biaya besar," katanya.

Peneliti juga menekankan pentingnya untuk memberikan pelatihan kepada pekerja konstruksi dan renovasi serta menyebarluaskan praktik terbaik dalam hal adaptasi rumah melalui pelaksanaan lokakarya di tingkat komunitas.

Baca juga: Tradisi Masyarakat Adat Ciptagelar yang Hormati Hutan dan Beradaptasi dengan Krisis Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau