KOMPAS.com - Mengecat dinding dengan warna terang, mengisolasi atap, memilih jendela berukuran sedang, dan menyelaraskan posisi bangunan dengan jalur matahari mungkin terlihat seperti pilihan sederhana.
Namun siapa sangka, langkah-langkah tersebut ternyata dapat menjadi pertahanan terhadap perubahan iklim bagi jutaan orang di kawasan paling rentan di dunia.
Temuan tersebut merupakan hasil studi yang dipublikasikan di jurnal Energy and Buildings.
Studi menekankan bahwa strategi desain hunian cerdas iklim yang hemat biaya adalah kunci penting bagi pengembangan perumahan di kota-kota yang suhu udaranya meningkat pesat.
Dalam studinya, peneliti menggunakan simulasi komputer untuk menguji bagaimana kinerja berbagai proyek bangunan yang tahan iklim dalam menghadapi kondisi iklim saat ini dan prediksi di masa depan.
Kota yang menjadi pemodelan adalah lima kota utama di Amerika Latin yakni Rio de Janeiro dan São Paulo (Brasil), Santiago (Chile), Bogotá (Kolombia), serta Lima (Peru).
Melansir Techxplore, Rabu (8/10/2025) peneliti kemudian menganalisis kinerja energi, biaya, dan emisi karbon untuk menentukan kombinasi material dan desain mana yang paling baik dapat mempertahankan kondisi nyaman di dalam ruangan sambil meminimalkan penggunaan energi.
Baca juga: Analisis Temukan Jutaan Bangunan Global Berada di Zona Risiko Kenaikan Air Laut
"Studi kami menunjukkan bahwa gabungan sistem konstruksi yang sudah umum dipakai, seperti batu bata konvensional, semen serat, atau genteng tanah liat, dengan penambahan polistirena yang diperluas dan kaca satu lapis, merupakan konfigurasi paling tepat untuk menciptakan bangunan yang tangguh terhadap iklim di negara-negara yang disurvei," papar Alexandre Santana Cruz, penulis utama studi menyimpulkan.
Para ahli menyebut ini sebagai desain arsitektur pasif, sebuah pendekatan yang mengoptimalkan ventilasi alami, peneduhan, dan pencahayaan matahari untuk memastikan kenyamanan rumah tanpa perlu terlalu bergantung pada penggunaan AC atau sistem pendingin lainnya.
Karena terjangkau dan berkelanjutan, strategi ini pun dianggap cocok untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Menurut studi tersebut, lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia tinggal di perumahan yang tidak layak, sebagian besar berada di wilayah seperti Amerika Latin, Afrika, dan Asia Pasifik, di mana populasi tumbuh pesat dan kota-kota berkembang.
Lebih lanjut, sebenarnya teknologi bangunan canggih dapat menawarkan manfaat iklim tambahan, Santana Cruz memperingatkan bahwa biaya yang tinggi dan emisi karbon yang dihasilkan dari produksi membuatnya tidak realistis untuk adopsi secara luas di kawasan tersebut.
Hal senada juga diungkapkan oleh Karen Carrer Ruman de Bortoli, arsitek sekaligus profesor di Federal Institute of São Paulo yang tidak terlibat dalam penelitian.
Menurutnya, pendekatan pasif yang sederhana dan murah dapat meredakan rasa tidak nyaman di wilayah beriklim panas dan menekan ketergantungan pada penggunaan AC.
Strategi-strategi desain arsitektur pasif ini meliputi menyesuaikan arah bangunan untuk mengoptimalkan paparan matahari dan aliran angin, menggunakan material dinding yang lebih baik dalam menahan panas, memasang atap berventilasi, dan mengintegrasikan ruang terbuka hijau pada bangunan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya