KOMPAS.com - Sektor barang mewah global tengah menghadapi perlambatan permintaan, perubahan ekspektasi konsumen dan perubahan definisi nilai.
Survei EY Luxury Client Index terhadap 1.600 konsumen di 10 negara menemukan bahwa kualitas pengerjaan produk tetap menjadi alasan utama orang membeli barang mewah.
Meskipun demikian, kepekaan terhadap harga dan perhatian yang semakin besar pada isu keberlanjutan kini mendorong merek-merek mewah untuk merancang ulang strategi bisnis mereka.
Melansir ESG News, Rabu (1/10/2025) sebanyak 71 persen responden menyebutkan kualitas produk sebagai pendorong utama pembelian mereka, yang memperkuat posisi keahlian sebagai nilai inti dalam industri barang mewah.
Kendati status dan logo tetap relevan, kelompok pembeli yang ambisius kini cenderung lebih cermat membandingkan antara harga yang dibayarkan dengan nilai yang didapatkan.
Baca juga: Komitmen Perusahaan Besar, Mulai Beralih pada Beton Ramah Lingkungan
Sebanyak 62 persen responden mengakui membatalkan pembelian barang mewah dalam kurun waktu setahun terakhir hanya karena faktor harga.
Hampir separuh responden memilih menunda pembelian hingga harga dirasa terjangkau, sementara 29 persen lainnya akan menunggu diskon atau penjualan outlet.
Temuan ini menggarisbawahi adanya konflik yang makin besar antara persepsi konsumen terhadap kualitas dengan harga jual di pasar, terutama dalam kondisi ekonomi global yang mengalami inflasi.
Menariknya, riset EY menunjukkan pula bahwa isu keberlanjutan bukan lagi hal sekunder.
Sebanyak 31 persen pelanggan menempatkan keberlanjutan di antara lima faktor teratas dalam mengambil keputusan beli, menjadikannya sama pentingnya dengan harga.
Inovasi material dan kemasan sangat diapresiasi, dengan 53 persen responden menilai kemasan ramah lingkungan dan 45 persen menyebut material berkelanjutan sebagai ciri khas yang membedakan suatu merek.
Permintaan terhadap barang mewah paling tinggi sendiri tercatat di Inggris dan China Daratan. Di kedua wilayah ini, konsumen aktif memberikan apresiasi kepada merek yang menunjukkan pencapaian nyata terhadap target lingkungan dan iklim.
Bagi perusahaan mewah, temuan survei ini menunjukkan bahwa daya tarik eksklusivitas dan pengaruh endorsement selebriti kini digantikan oleh nilai yang lebih menyeluruh yakni inovasi yang didasari oleh rasa tanggung jawab.
"Sensitivitas harga dan keberlanjutan kini sama berpengaruhnya dengan warisan merek. Konsumen juga semakin bersedia memilih opsi barang bekas atau sewa," kata Silvia Rindone, Kepala Retail EY-Parthenon untuk UK & Irlandia.
"Peluang bagi merek mewah adalah dengan mendefinisikan kembali nilai produk yaitu tidak sekadar menawarkan eksklusivitas, tetapi juga memberikan pengalaman yang signifikan serta pilihan yang ramah lingkungan yang menarik bagi pelanggan yang kritis saat ini," paparnya lagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya