KOMPAS.com - Laporan baru dari Global Commission on Adaptation (GCA) mengungkapkan Negara-Negara Berkembang Pulau Kecil (SIDS) yang paling sedikit bertanggung jawab atas perubahan iklim justru menghadapi kerugian hingga 476 miliar dolar AS pada tahun 2050 jika tindakan adaptasi tidak dipercepat.
Sebanyak 39 negara kepulauan, yang tersebar di Laut Karibia, Samudra Pasifik, dan Samudra Hindia, menyumbang kurang dari satu persen emisi global.
Namun, negara-negara ini menghadapi beberapa konsekuensi paling serius dari perubahan iklim, yaitu kenaikan permukaan air laut, badai yang lebih kuat, intrusi air asin, dan keruntuhan perikanan.
"Kami menghadapi kenaikan permukaan air laut, ancaman terhadap ketahanan pangan dan air, dan waktu kami hampir habis. Mekanisme pendanaan iklim tidak dirancang dengan mempertimbangkan SIDS," kata Hilda Heine, Presiden Republik Kepulauan Marshall.
"Proses yang panjang, aturan kelayakan, dan standar risiko telah mengecualikan kami. Kami terblokir dari dukungan yang paling kami butuhkan," katanya lagi dikutip dari Down to Earth, Kamis (9/10/2025).
Baca juga: Gap Adaptasi Iklim Pesisir: Si Kaya Menjauhi Laut, Si Rentan Terjebak
Kerentanan negara-negara tersebut terhadap perubahan iklim menjadi semakin parah akibat kondisi keuangan yang sulit yang melanda sebagian besar negara-negara tersebut.
Lebih dari 70 persen indikator keuangan negara-negara tersebut menunjukkan bahwa krisis utang sedang mengintai atau sudah memburuk.
Secara spesifik, tujuh negara sudah berada di ambang "gagal bayar utang". Kondisi ini terjadi karena rasio utang terhadap PDB mereka telah melampaui 100 persen, membuat mereka nyaris tidak mampu menunaikan semua kewajiban finansialnya. Selain itu, delapan negara lainnya dikategorikan memiliki "tingkat utang yang sangat tinggi".
Kondisi ini mengakibatkan banyak negara pulau kecil kesulitan mendanai upaya peningkatan kapasitas, adaptasi, dan ketahanan yang sangat dibutuhkan untuk menjaga keselamatan warga dan melindungi stabilitas ekonomi mereka.
Walaupun menghadapi kebutuhan yang sangat mendesak, SIDS secara keseluruhan hanya memperoleh 2 miliar dolar AS per tahun dari pendanaan iklim publik internasional yang dialokasikan untuk adaptasi.
Angka ini hanya setara dengan 0,2 persen dari seluruh dana iklim global. Parahnya, sebagian besar dana itu hanya mengalir ke 10 dari 39 negara SIDS, sehingga negara-negara pulau lainnya terabaikan.
Beban utang negara-negara pulau kecil kian memberat karena 44 persen dari bantuan dana iklim yang mereka terima datang dalam bentuk utang atau pinjaman.
Mayoritas aliran dana yang terdeteksi berasal dari lembaga keuangan pembangunan multilateral, sedangkan dana hibah dari donor bilateral dan dana iklim masih belum dimaksimalkan.
Oxfam dan CARE dalam laporan mereka baru-baru ini turut menyoroti bahwa negara-negara yang sangat rentan ini terpaksa mengambil pinjaman untuk membiayai upaya mereka dalam menghadapi dampak krisis tersebut.
Dengan fakta tersebut Komisi GCA pun mendesak agar dukungan pendanaan adaptasi ditingkatkan enam kali lipat, mencapai 12 miliar dolar AS setiap tahun.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya