Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Makanan Gagal Penuhi Komitmen Dasar Kemasan Berkelanjutan

Kompas.com, 17 Oktober 2025, 19:39 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Edie

KOMPAS.com - Kajian terbaru menunjukkan bahwa tujuh dari sepuluh restoran dan setengah dari perusahaan makanan kemasan di seluruh dunia di seluruh dunia tidak memiliki target publik yang jelas untuk membuat kemasan plastik mereka lebih ramah lingkungan.

Para ahli pun memperingatkan bahwa kurangnya komitmen ini membuat perusahaan-perusahaan tersebut rentan terhadap risiko hukum dan regulasi di masa mendatang, yang berpotensi besar menyebabkan nilai saham mereka jatuh.

Kajian yang dilakukan oleh Planet Tracker dan MSCI Institute ini meneliti kebijakan lingkungan dan tata kelola 450 perusahaan terbesar di dunia yang memproduksi dan menggunakan plastik.

Para peneliti menemukan ketiadaan target yang terukur secara luas yang berkaitan dengan isu-isu seperti pengelolaan limbah plastik dan penggunaan konten daur ulang.

Melansir Edie, Kamis (16/10/2025), dari total 78 jaringan restoran yang dievaluasi, hanya 22 di antaranya (sekitar 28 persen) yang memiliki komitmen publik terkait upaya perbaikan jejak limbah plastik mereka.

Baca juga: Negara Maju Lebih Banyak Buang Makanan, Tapi Ada Peningkatan di Negara Berkembang

Sementara itu, di industri makanan kemasan dan daging, lebih dari separuh perusahaan (103 dari total 189 perusahaan) tercatat tidak memiliki target keberlanjutan kemasan.

Kesenjangan serupa dalam penetapan target juga teridentifikasi pada kategori produk lain, termasuk minuman ringan, produk perawatan diri, dan produk rumah tangga.

Produsen kemasan bahkan lebih kecil kemungkinannya untuk menetapkan target apa pun. Para analis tidak menemukan bukti adanya perusahaan hulu yang memiliki strategi komprehensif.

Di antara perusahaan yang berkomitmen, sebagian besar target mereka bersifat terbatas, hanya berfokus pada jenis kemasan atau lini produk tertentu, dan bukan pada operasi perusahaan secara keseluruhan.

Lebih lanjut, di seluruh kategori produk yang diteliti, hampir 90 persen perusahaan belum menyusun rencana tindakan untuk mengurangi polusi mikroplastik.

Lebih lanjut, perusahaan yang memiliki strategi plastik yang tidak memadai tidak hanya menghadapi risiko kerusakan reputasi di mata konsumen, tetapi juga kerugian finansial jangka panjang.

Risiko ini muncul karena perusahaan-perusahaan tersebut dinilai tidak siap menghadapi biaya yang timbul akibat regulasi kepatuhan baru serta tuntutan dari para investor yang berupaya meningkatkan performa ESG dalam portofolio investasi mereka.

Mereka juga menghadapi risiko tuntutan hukum yang lebih tinggi. Para peneliti memperkirakan bahwa biaya yang timbul dari sengketa hukum terkait polusi plastik dan dampak kesehatan manusia akan melampaui 20 miliar dolar AS di tahun 2030.

Studi ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki tata kelola plastik terburuk (20 persen terbawah secara global) memiliki peluang dua kali lebih besar dibandingkan perusahaan lain untuk mengalami anjloknya harga saham hingga 70 persen atau lebih.

Baca juga: Iradiasi Pangan Jadi Solusi Tekan Risiko Kontaminasi pada Makanan

"Isu ini bukan lagi sekadar masalah lingkungan yang terpinggirkan, melainkan risiko yang berdampak besar secara finansial," papar Thalia Bofiliou, Analis Investasi Senior di Planet Tracker.

"Para investor harus memperhatikan bukti yang ada. Tata kelola kemasan plastik yang buruk secara signifikan meningkatkan risiko kerugian dan membuat perusahaan terbuka terhadap tuntutan hukum, biaya kepatuhan regulasi, serta kerusakan jangka panjang terhadap reputasi dan kepercayaan merek," katanya lagi.

Laporan tersebut menyarankan agar investor melakukan peninjauan mendalam terhadap portofolio mereka guna mengidentifikasi risiko yang ditimbulkan oleh plastik.

Dengan melakukan ini, mereka dapat memperkuat dialog dengan klien yang menggunakan atau memproduksi plastik, dan mendorong klien tersebut untuk menetapkan target keberlanjutan kemasan yang ambisius dan terukur.

Laporan juga menyimpulkan bahwa risiko yang berhubungan dengan plastik harus menjadi faktor penting dalam setiap keputusan investasi yang diambil di masa depan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau