KOMPAS.com - Kajian terbaru menunjukkan bahwa tujuh dari sepuluh restoran dan setengah dari perusahaan makanan kemasan di seluruh dunia di seluruh dunia tidak memiliki target publik yang jelas untuk membuat kemasan plastik mereka lebih ramah lingkungan.
Para ahli pun memperingatkan bahwa kurangnya komitmen ini membuat perusahaan-perusahaan tersebut rentan terhadap risiko hukum dan regulasi di masa mendatang, yang berpotensi besar menyebabkan nilai saham mereka jatuh.
Kajian yang dilakukan oleh Planet Tracker dan MSCI Institute ini meneliti kebijakan lingkungan dan tata kelola 450 perusahaan terbesar di dunia yang memproduksi dan menggunakan plastik.
Para peneliti menemukan ketiadaan target yang terukur secara luas yang berkaitan dengan isu-isu seperti pengelolaan limbah plastik dan penggunaan konten daur ulang.
Melansir Edie, Kamis (16/10/2025), dari total 78 jaringan restoran yang dievaluasi, hanya 22 di antaranya (sekitar 28 persen) yang memiliki komitmen publik terkait upaya perbaikan jejak limbah plastik mereka.
Baca juga: Negara Maju Lebih Banyak Buang Makanan, Tapi Ada Peningkatan di Negara Berkembang
Sementara itu, di industri makanan kemasan dan daging, lebih dari separuh perusahaan (103 dari total 189 perusahaan) tercatat tidak memiliki target keberlanjutan kemasan.
Kesenjangan serupa dalam penetapan target juga teridentifikasi pada kategori produk lain, termasuk minuman ringan, produk perawatan diri, dan produk rumah tangga.
Produsen kemasan bahkan lebih kecil kemungkinannya untuk menetapkan target apa pun. Para analis tidak menemukan bukti adanya perusahaan hulu yang memiliki strategi komprehensif.
Di antara perusahaan yang berkomitmen, sebagian besar target mereka bersifat terbatas, hanya berfokus pada jenis kemasan atau lini produk tertentu, dan bukan pada operasi perusahaan secara keseluruhan.
Lebih lanjut, di seluruh kategori produk yang diteliti, hampir 90 persen perusahaan belum menyusun rencana tindakan untuk mengurangi polusi mikroplastik.
Lebih lanjut, perusahaan yang memiliki strategi plastik yang tidak memadai tidak hanya menghadapi risiko kerusakan reputasi di mata konsumen, tetapi juga kerugian finansial jangka panjang.
Risiko ini muncul karena perusahaan-perusahaan tersebut dinilai tidak siap menghadapi biaya yang timbul akibat regulasi kepatuhan baru serta tuntutan dari para investor yang berupaya meningkatkan performa ESG dalam portofolio investasi mereka.
Mereka juga menghadapi risiko tuntutan hukum yang lebih tinggi. Para peneliti memperkirakan bahwa biaya yang timbul dari sengketa hukum terkait polusi plastik dan dampak kesehatan manusia akan melampaui 20 miliar dolar AS di tahun 2030.
Studi ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki tata kelola plastik terburuk (20 persen terbawah secara global) memiliki peluang dua kali lebih besar dibandingkan perusahaan lain untuk mengalami anjloknya harga saham hingga 70 persen atau lebih.
Baca juga: Iradiasi Pangan Jadi Solusi Tekan Risiko Kontaminasi pada Makanan
"Isu ini bukan lagi sekadar masalah lingkungan yang terpinggirkan, melainkan risiko yang berdampak besar secara finansial," papar Thalia Bofiliou, Analis Investasi Senior di Planet Tracker.
"Para investor harus memperhatikan bukti yang ada. Tata kelola kemasan plastik yang buruk secara signifikan meningkatkan risiko kerugian dan membuat perusahaan terbuka terhadap tuntutan hukum, biaya kepatuhan regulasi, serta kerusakan jangka panjang terhadap reputasi dan kepercayaan merek," katanya lagi.
Laporan tersebut menyarankan agar investor melakukan peninjauan mendalam terhadap portofolio mereka guna mengidentifikasi risiko yang ditimbulkan oleh plastik.
Dengan melakukan ini, mereka dapat memperkuat dialog dengan klien yang menggunakan atau memproduksi plastik, dan mendorong klien tersebut untuk menetapkan target keberlanjutan kemasan yang ambisius dan terukur.
Laporan juga menyimpulkan bahwa risiko yang berhubungan dengan plastik harus menjadi faktor penting dalam setiap keputusan investasi yang diambil di masa depan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya