JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lingkungan Hidup di Kementerian PPN/Bappenas, Nizhar Marizi, mengatakan alokasi dana untuk mengatasi krisis iklim baru sekitar Rp 305 triliun.
Di sisi lain, pemerintah membutuhkan pendanaan Rp 4.000 triliun untuk memenuhi target Nationally Determined Contribution (NDC).
"Jadi gap-nya memang sangat jauh, untuk mencapai net zero emission di 2060 dibutuhkan investasi sekitar Rp 795 triliun per tahun,” ujar Nizhar dalam Forum Dialog Multipihak Nasional-Daerah di Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2025).
Menurut dia, investasi publik, swasta, serta penerapan pembiayaan hijau menjadi kunci dalam mencapai target penurunan emisi dalam negeri. Sejauh ini, pemerintah mendorong pembiayaan melalui dana inisiatif fiskal dan usulan daan alokasi khusus (DAK) untuk pembangunan rendah karbon.
Baca juga: Konsentrasi CO2 Naik Tertinggi Sejak 1957, Krisis Iklim Kian Serius
“Kedua, pengembangan instrumen pembiayaan hijau seperti Green Bonds, Green Support, Blended Finance, dan Green Tax Investment. Ketiga, mendorong optimalisasi nilai ekonomi karbon melalui perdagangan dan non-perdagangan karbon yang transparan,” jelas dia.
Selain itu, memperkuat kapasitas daerah agar mampu mengakses pendanaan hijau dan menyiapkan proyek-proyek yang layak investasi.
Proyek Low Carbon Development Indonesia (LCDI) atau Pembangunan Rendah Karbon kedua, juga dipersiapkan guna menciptalam inovasi proyek hijau berbasis data yang mampu menarik investor.
LCDI bertujuan memastikan pertumbuhan ekonomi tidak lagi mengorbankan lingkungan, tetapi justru menghasilkan pertumbuhan yang lebih hijau, efisien, dan berketahanan iklim.
“Keberhasilan pembangunan rendah karbon dan juga berketahanan iklim memerlukan kolaborasi lintas pihak yang berkelanjutan melintasi siklus politik,” ucap Nizhar.
Melalui surat edaran bersama Menteri Bappenas dan Menteri Dalam Negeri, pemerintah menjamin kesinambungan arah kebijakan nasional dan daerah, termasuk penetapan target penurunan emisi gas rumah kaca sebagai indikator kinerja daerah.
Bappenas pun menandatangani nota kesepahaman dengan 11 pemerintah provinsi pada proyek LCDI.
Dia menyatakan, Indonesia bertekad memperkuat posisi dalam negosiasi global pada Conference of Parties (COP) 30 di Belem, Brasil.
Baca juga: Solusi Krisis Iklim Ada di Akar Rumput, Pemerintah Jangan Bikin Program Sepihak
Nizhar menilai momentum ini diperlukan guna memperluas akses pendanaan iklim, memperkuat posisi RI dalam agenda adaptasi dan mitigasi, serta menegaskan kepemimpinan regional dalam transisi energi berkeadilan dan pengelolaan hutan berkelanjutan.
Pada kesempatan itu, ia turut menyinggung bahwa dunia kini menghadapi triple planetary crisis yakni perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Laporan Planetary Health Check pada September 2025, menunjukkan tujuh dari sembilan batas aman indikator yang digunakan untuk bumi telah terlampau.
"Kenaikan suhu global telah mencapai 1,5 derajat celcius, menyebabkan kenaikan muka air laut mencapai 4 milimeter per tahun," ungkap Nizhar.
"Hal ini mengancam 23 juta penduduk di 199 kabupaten kota di Indonesia, dan juga menurunkan produksi padi nasional hingga 1,9 juta ton, dan meningkatkan kasus demam berdarah lebih di 25 persen setiap tahun," imbuh dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya