Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar IPB: Sawah Kian Tergerus karena Alih Fungsi Lahan

Kompas.com, 18 Oktober 2025, 14:14 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru besar IPB University, Suryo Wiyono, menyoroti makin berkurangnya luasan sawah karena alih fungsi lahan.

Ia mencatat, sawah di Indonesia hanya sekitar 7,3 juta hektare (ha). Angka ini sangat kecil dibandingkan dengan negara lain.

"Secara global, Indonesia berada di peringkat ke 130 dari 180 negara dalam hal ketersediaan lahan pertanian per kapita,” ungkap Suryo dalam keterangannya, Jumat (16/10/2025).

Hal itu disampaikannya, memperingati Hari Pangan Sedunia pada 16 Oktober, yang menegaskan pentingnya lahan pertanian bagi masa depan pangan Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS), luas lahan sawah menurun dari 8,1 juta ha di 2015 menjadi 7,4 juta ha pada 2019.

Menurut Suryo, alih fungsi lahan terus terjadi dengan laju 60.000–80.000 ha per tahun. Dalam periode 2000-2014, mencapai 96.512 ha per tahunnya.

Baca juga: Setengah Emisi dari Pangan Bisa Dipangkas Lewat Praktik Berkelanjutan

"Jika konversi mencapai 100.000 hektare per tahun, dalam 10 tahun kita akan kehilangan satu juta hektar. Itu akan berdampak luar biasa pada ketahanan pangan nasional," kata dia.

Suryo lantas mengusulkan tiga strategi menghadapi krisis lahan pertanian, antara lain melindungi lahan subur, membuka lahan pertanian baru, dan meningkatkan produktivitas.

Dia juga mendorong diversifikasi melalui tanaman bernilai tinggi seperti jamur pangan, hortikultura, dan rempah-rempah.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Baba Barus, menilai bahwa perlindungan formal terhadap lahan persawahan masih sangat lemah. Saat ini, sekitar 3 juta ha sawah di Indonesia belum dikategorikan sebagai lahan lindung resmi.

"Jika perlindungan tidak kuat, alih fungsi lahan sawah dapat terjadi dengan cepat," papar Baba.

Kendati Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sudah ada, implementasinya di tingkat daerah masih lemah. Banyak peraturan daerah (perda) yang dibuat tanpa peta spasial yang jelas. Alhasil perlindungan lahan pun tidak efektif.

Sebanyak 23 provinsi kini mengalami defisit lahan sawah, sementara 14 provinsi lainnya surplus. Alih fungsi lahan sebagian besar terjadi di daerah subur yakni Jawa, Sumatera, dan Bali karena tekanan ekonomi.

Baca juga: Pertanian Mulai Terbatas, Menteri KP Sebut Pangan Biru Jadi Solusi Global

Di wilayah ini, 1 meter persegi lahan dinilai dengan harga fantastis, menyentuh miliaran rupiah untuk kawasan perumahan atau industri.

Baba menekankan isu pangan bukan hanya soal ketersediaan, tetapi juga distribusi dan akses.

"Dilihat dari data global, Indonesia tampaknya tidak kekurangan beras. Namun, isu distribusi dan daya beli masyarakat masih menjadi tantangan," ucap dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau