CISARUA, KOMPAS.com — Pagi di kaki Gunung Pangrango, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, seakan bergerak pelan. Kabut turun dari pucuk-pucuk pohon dan menyelimuti kawasan hijau Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua yang sejak empat dekade terakhir menjadi rumah bagi ratusan satwa langka.
Di balik suasana sejuk itu, terdapat tantangan yang mesti segera dihadapi, yakni perubahan iklim dan penyempitan habitat alami spesies endemik Indonesia.
Direktur Utama TSI Group Aswin Sumampau mengatakan perubahan iklim memengaruhi banyak aspek kehidupan satwa, baik di alam maupun dalam perawatan, sehingga pendekatan konservasi harus semakin adaptif.
Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan konservasi yang lebih cermat terhadap perubahan iklim.
“Konservasi tidak bisa lagi berdiri sendiri. Kami harus menggabungkan sains, edukasi, teknologi, dan kolaborasi internasional,” kata Aswin saat ditemui Kompas.com di TSI Cisarua, Senin (10/11/2025), menjelaskan upaya yang tengah digalakkan lembaganya.
Ia menambahkan bahwa TSI menyeimbangkan tiga pilar jati diri, yakni konservasi, edukasi, dan rekreasi, dengan menempatkan konservasi sebagai fondasi utama.
Aktivitas rekreasi justru menjadi mekanisme keberlanjutan yang memungkinkan lembaga itu menjaga satwa-satwa langka dan menjalankan program-program ilmiah.
“Upaya pelestarian satwa adalah investasi jangka panjang. Dukungan publik melalui kunjungan memungkinkan kami menjaga kesinambungan program-program tersebut,” tutur Aswin
TSI Cisarua sendiri merupakan salah satu lembaga konservasi eksitu terbesar di Asia Tenggara. Letaknya pun sangat strategis di zona penyangga (buffer zone) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Vice President of Life Science TSI Cisarua drh Bongot Huaso Mulia Radjagoekgoek mengatakan, kedekatan TSI Cisarua dengan TNGGP memberikan keuntungan ekologis dan ilmiah.
Baca juga: Marine Safari Bali, Gerbang Edukasi dan Konservasi Laut Nusantara
TSI Cisarua dapat mengembangkan konservasi eksitu tanpa menambah tekanan terhadap hutan primer. Pasalnya, kondisi lingkungan sangat mirip dengan habitat banyak satwa endemik. Hal ini juga memberi kemudahan dalam merujuk perilaku dan genetik populasi liar.
Aktivitas medis, riset, serta rehabilitasi yang tidak dapat dilakukan di dalam kawasan taman nasional pun bisa dilakukan di TSI Cisarua.
Direktur Utama TSI Group Aswin Sumampau dan Vice President of Life Science TSI Cisarua drh Bongot Huaso Mulia Radjagoekgoek.Selain itu, lokasi Cisarua yang dekat dengan kota besar, seperti Bogor dan Jakarta, serta pusat penelitian, seperti Institut Pertanian Bogor (IPB), turut memudahkan mobilisasi satwa sitaan, monitoring lapangan, serta kebutuhan logistik medis.
“Zona penyangga itu juga dirancang dalam tata ruang untuk mendukung konservasi, edukasi, dan penelitian sehingga keberadaan TSI sangat relevan sebagai mitra pelestarian TNGGP,” kata drh Bongot kepada Kompas.com.
Aswin menambahkan bahwa posisi TSI sebagai “benteng terakhir” bagi satwa yang terancam punah menjadikan lembaga tersebut memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan keberlanjutan populasi liar.
Baca juga: 27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
Saat ini, TSI mengembangkan bank genetik dan DNA untuk spesies-spesies kritis sebagai upaya mencegah hilangnya keragaman genetik di masa depan.
Lembaga tersebut juga melakukan program rehabilitasi satwa sitaan bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) serta riset kesehatan satwa untuk mencegah penyebaran penyakit yang mengancam populasi liar.
“Program edukasi publik, mulai dari interaksi langsung hingga kurikulum konservasi, melengkapi peran TSI dalam memastikan upaya pelestarian berjalan secara berkelanjutan,” tambah Aswin.
Saat ini, TSI Cisarua tengah fokus mengonservasi satwa endemik Indonesia, mulai dari kucing mas (golden cat), harimau sumatera, hingga owa jawa. Untuk owa jawa, spesies endemik ini memang memiliki habitat alami di TNGGP.
Drh Bongot menjelaskan, TSI melakukan berbagai upaya, mulai dari riset, penangkaran terkendali, hingga pembentukan populasi cadangan untuk owa jawa.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya