Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IATA Prediksi Produksi SAF 2025 1,9 Juta Ton, Masih Jauh dari Target

Kompas.com, 16 Desember 2025, 16:35 WIB
Monika Novena,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

Sumber ESG Today, IATA

KOMPAS.com - Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) menyampaikan, produksi sustainable aviation fuel atau bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) 2025 diperkirakan mencapai 1,9 juta ton (sekitar 2,4 miliar liter), dua kali lipat dari satu juta ton SAF yang diproduksi tahun 2024. 

Meskipun produksi naik dibanding tahun lalu, jumlahnya tetap lebih rendah dari estimasi IATA yang sebelumnya memprediksi angka dua juta ton untuk produksi SAF tahun 2025, dilansir dari ESG Today, Selasa (16/12/2025). 

Baca juga: 

"Pertumbuhan produksi SAF tidak mencapai target yang diharapkan karena mandat yang dirancang dengan buruk menghambat momentum di industri SAF yang masih dalam tahap awal," kata Direktur Jenderal IATA, Willie Walsh, dikutip dari laman resmi IATA. 

IATA mencatat, produksi SAF tahun 2025 hanya akan menyumbang 0,6 persen dari total konsumsi bahan bakar pesawat tahun ini.

Hal tersebut terjadi bukan karena kekurangan teknologi, melainkan karena pemerintah disebut tidak memberikan dukungan kebijakan yang cukup untuk memaksimalkan produksi SAF.

Produksi SAF diprediksi melambat pada 2026

Produksi SAF 2025 diperkirakan dua kali lipat dibanding 2024. Namun, IATA menyebut mandat pemerintah menghambat pengembangan bahan bakar ini.Pexels/Ahmed Muntasir Produksi SAF 2025 diperkirakan dua kali lipat dibanding 2024. Namun, IATA menyebut mandat pemerintah menghambat pengembangan bahan bakar ini.

Pada tahun 2026, pertumbuhan produksi SAF diperkirakan melambat dan mencapai 2,4 juta ton, atau hanya 0,8 persen dari total konsumsi bahan bakar pesawat.

Perlambatan pertumbuhan SAF ini terjadi karena penerapan mandat baru oleh Uni Eropa dan Inggris tahun ini yang mewajibkan penggunaan SAF dalam jumlah minimum.

Kebijakan itu membuat harga SAF melonjak karena stok SAF masih sedikit, sedangkan semua maskapai penerbangan dinilai "dipaksa" membeli dalam jumlah tertentu.

Menurut IATA, harga SAF menjadi dua kali lipat lebih mahal dibanding bahan bakar fosil dan bahkan hingga lima kali lipat lebih mahal di pasar yang menerapkan mandat tersebut.

IATA memperkirakan bahwa mandat yang dirancang dengan buruk tersebut telah menyebabkan maskapai penerbangan membayar tambahan sebesar 2,9 miliar dollar Amerika Serikat (AS) untuk SAF pada tahun 2025.

"Jika tujuan dari mandat SAF adalah untuk menghambat kemajuan dan menaikkan harga maka pembuat kebijakan telah berhasil melakukannya. Namun, jika tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi SAF guna mempercepat dekarbonisasi penerbangan maka mereka perlu belajar dari kegagalan dan bekerja sama dengan industri penerbangan untuk merancang insentif yang efektif," jelas Walsh.

Bahan bakar menyumbang sebagian besar emisi sektor penerbangan. Umumnya diproduksi dari sumber daya berkelanjutan, seperti minyak bekas dan residu pertanian, SAF dipandang sebagai salah satu alat utama untuk membantu dekarbonisasi industri penerbangan dalam jangka pendek hingga menengah.

Produsen SAF memperkirakan bahan bakar ini dapat menghasilkan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) siklus hidup hingga 85 persen dibandingkan dengan bahan bakar konvensional.

Upaya untuk meningkatkan penggunaan SAF secara signifikan oleh maskapai penerbangan menghadapi tantangan besar, termasuk pasokan yang rendah yang saat ini tersedia di pasar, dan harga yang saat ini jauh di atas harga bahan bakar fosil konvensional.

Baca juga:

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau