Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
Akibatnya, hujan deras yang disertai angin kencang terjadi secara berkepanjangan di Aceh, Sumatera Utara, dan sekitarnya. (Kompas.com, 2025)
Baca juga: Bendera GAM dan Romantisme Luka Lama di Tengah Bencana
Tidak hanya itu. Dalam bulan Desember 2025, BMKG memantau beberapa sistem tekanan rendah atau bibit siklon seperti 96S dan 93S, yang berpotensi berkembang menjadi siklon tropis dan memengaruhi wilayah Indonesia melalui peningkatan curah hujan, gelombang tinggi, hingga angin kencang di perairan selatan dan pesisir barat Nusantara. (BMKG, 2025)
Laporan BMKG bahkan menyebut bahwa “Indonesia dikelilingi tiga sistem siklon tropis” menjelang pertengahan Desember, termasuk Kepulauan Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa.
Meskipun pusatnya tidak selalu bergerak langsung menuju daratan Indonesia, efek tidak langsung dari sistem ini menjadi pemicu utama hujan ekstrem di wilayah barat dan selatan kawasan kita. (Indonesian National Police, 2025)
Apa yang selama ini dipandang sekadar fenomena meteorologi kini berubah menjadi bencana nyata yang merenggut nyawa dan menghancurkan kehidupan jutaan orang.
Akhir November hingga awal Desember 2025, Indonesia mengalami salah satu bencana banjir terburuk dalam sejarah baru-baru ini.
Curah hujan yang luar biasa deras, yang dipicu oleh kombinasi musim monsun dan pengaruh Siklon Tropis Senyar, mengakibatkan banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. (TDMRC, 2025).
Menurut beberapa laporan internasional, ratusan hingga lebih dari enam ratus orang tewas, ribuan lainnya hilang, dan jutaan orang terdampak akibat banjir dan tanah longsor yang melanda Sumatera Utara dan Aceh.
Infrastruktur penting runtuh, permukiman terendam, dan ratusan ribu orang terpaksa dievakuasi akibat banjir yang tidak kunjung surut. (LeMonde, 2025)
Selain korban jiwa, kerusakan ekonomi dan sosial juga sangat besar. Jutaan rumah rusak atau terendam, lahan pertanian musnah, jaringan transportasi utama putus, dan harga kebutuhan pokok meningkat tajam di wilayah yang paling terdampak.
Ketika bencana meteorologi semacam ini terjadi, menjadi jelas bahwa persoalan cuaca ekstrem bukan sekadar masalah “alam”, tetapi risiko besar bagi ketahanan sosial, ekonomi, dan keselamatan rakyat.
Memasuki akhir tahun, pola cuaca tropis Indonesia biasanya berada di fase puncak musim hujan. Ini berarti zonasi konvergensi intertropis (zona pertemuan angin pasat) menempati wilayah Indonesia bagian selatan, yang memperkuat potensi pembentukan awan konvektif intens.
Jika disertai dengan keberadaan bibit siklon tropis di Samudra Hindia selatan, efeknya bisa menjadi sangat serius melalui peningkatan curah hujan, gelombang tinggi, dan angin kencang. (BMKG, 2025)
BMKG secara berkala memperingatkan bahwa akhir Desember hingga awal Tahun Baru 2026 berpeluang menghadirkan cuaca ekstrem akibat kombinasi faktor lokal dan global — termasuk monsun Asia, penguatan zona konvergensi, dan bibit siklon tropis yang terbentuk di perairan Samudra Hindia.
Secara historis, periode ini juga memicu banjir di daerah hilir sungai besar seperti Sumatra dan Jawa. (BMKG, 2025)
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya