Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Gabriel Abdi Susanto
Jurnalis, Konten Kreator, SEO Spesialis,

Gabriel Abdi Susanto adalah seorang jurnalis, penulis, dan pemikir publik asal Indonesia yang aktif dalam bidang komunikasi, filsafat, dan spiritualitas. Ia merupakan alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, lulus pada tahun 2001 .

Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun

Kompas.com, 27 Desember 2025, 11:10 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dampak potensi ini bukan sekadar prediksi cuaca biasa. Sudah banyak sinyal bahwa Indonesia perlu peningkatan kesiapsiagaan skenario bencana yang lebih serius, bukan hanya respons pasca-bencana.

Siklon tropis sendiri bukan fenomena baru; namun intensitasnya dan frekuensi dampaknya terhadap Indonesia patut dicermati dalam konteks perubahan iklim global.

Suhu permukaan laut yang lebih hangat akibat pemanasan global menyediakan energi lebih besar bagi pembentukan storm system tropis.

Hal ini diperkuat oleh ilmuwan yang mencatat bahwa suhu laut yang meningkat membuat sistem tekanan rendah berkembang lebih cepat dan menghasilkan hujan lebih deras.

Selain itu, interaksi fenomena atmosfer seperti Madden–Julian Oscillation (MJO) dan gelombang ekuatorial juga memperbesar ketidakstabilan atmosfer di kawasan tropis seperti Indonesia, sehingga meningkatkan peluang kejadian hujan ekstrem. (Kompas, 2025)

Dalam laporan global maupun regional, polanya terlihat jelas: cuaca ekstrem menjadi lebih sering dan intens sebagai salah satu dampak nyata perubahan iklim.

Ini berarti Indonesia tidak bisa lagi bersikap pasif dalam menghadapi fenomena yang dulu dianggap jarang atau tidak relevan bagi wilayah kita.

Apa yang harus dilakukan?

Bagaimana sebenarnya Indonesia harus bersikap dalam menghadapi risiko siklon tropis dan cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi? Jawaban praktisnya harus melibatkan pendekatan dua arah: mitigasi jangka panjang dan adaptasi jangka pendek.

Pertama, peningkatan kapasitas sistem peringatan dini. Indonesia memiliki BMKG dan BNPB sebagai garda terdepan pemantauan cuaca dan mitigasi bencana. Namun, kapasitas ini perlu terus ditingkatkan melalui:

  • Pemutakhiran teknologi penginderaan dini seperti radar cuaca, satelit, model prediksi numerik yang lebih canggih, serta sistem peringatan berbasis aplikasi dan pesan instan.
  • Integrasi data real-time dengan pemangku kebijakan daerah dan pusat sehingga peringatan bukan hanya dikirim, tetapi ditindaklanjuti secara cepat.
  • Pelatihan masyarakat secara berkala mengenai arti dan tindakan terhadap alarm peringatan dini. (Kompas, 2025).

Kedua, peningkatan infrastruktur dan perbaikan tata ruang. Bencana banjir besar akhir tahun sering kali diperparah oleh masalah struktural seperti drainase buruk, alih fungsi lahan yang tidak terkendali, dan kerusakan hutan. Solusi strategis meliputi:

  • Revitalisasi sungai dan saluran drainase di kawasan perkotaan untuk mempercepat aliran air.
  • Penghijauan hutan dan lahan produktif, khususnya di wilayah hulu sungai, untuk mengurangi limpasan air hujan langsung ke sungai.
  • Penerapan zonasi tata ruang yang ketat untuk mencegah pembangunan di daerah rawan banjir atau longsor.

Ketiga, pendidikan publik dan budaya siaga bencana. Seringnya bencana membuktikan bahwa masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam budaya kesiapsiagaan:

  • Pendidikan sekolah dan komunitas tentang siklon tropis, tanda-tanda cuaca ekstrem, dan langkah tanggap darurat.
  • Simulasi tahunan yang melibatkan warga, petugas BPBD, TNI/Polri, dan relawan untuk memastikan respons cepat saat alarm bencana menyala.

Keempat, kebijakan nasional menyikapi perubahan iklim. Fenomena siklon tropis dan cuaca ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim memerlukan jawaban kebijakan lebih luas:

  • Pengembangan strategi mitigasi iklim nasional, termasuk penurunan emisi gas rumah kaca dan adaptasi infrastruktur iklim-tangguh.
  • Kerja sama internasional untuk akses teknologi dan pendanaan mitigasi iklim.

Fenomena siklon tropis yang dulu dianggap “langka” kini menjadi kenyataan yang tak bisa diabaikan oleh Indonesia.

Curah hujan ekstrem, banjir bandang, dan kerusakan infrastruktur tidak lagi sekadar berita sesaat, tetapi gambaran nyata bagaimana perubahan alam berimplikasi langsung terhadap manusia.

Negara dan masyarakat harus bersama-sama bergerak — tidak hanya menunggu bencana, tetapi mempersiapkan diri, mencegah dampak lebih besar, dan membangun ketahanan masyarakat yang sejati.

Siklon tropis bukan hanya fenomena cuaca; ia adalah alarm bagi Indonesia untuk semakin cerdas, siap, dan tangguh di tengah dinamika iklim global yang semakin tidak menentu.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Konsumsi BBM Diprediksi Turun karena Peralihan ke Kendaraan Listrik
Konsumsi BBM Diprediksi Turun karena Peralihan ke Kendaraan Listrik
Pemerintah
Cegah Banjir Berulang di Sumatera, Akademisi IPB Usul Moratorium Sawit
Cegah Banjir Berulang di Sumatera, Akademisi IPB Usul Moratorium Sawit
Pemerintah
Sistem Komando Dinilai Hambat Penanganan Banjir Sumatera
Sistem Komando Dinilai Hambat Penanganan Banjir Sumatera
LSM/Figur
Aceh Terancam Kekurangan Pangan hingga 3 Tahun ke Depan akibat Banjir
Aceh Terancam Kekurangan Pangan hingga 3 Tahun ke Depan akibat Banjir
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau