Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
Dampak potensi ini bukan sekadar prediksi cuaca biasa. Sudah banyak sinyal bahwa Indonesia perlu peningkatan kesiapsiagaan skenario bencana yang lebih serius, bukan hanya respons pasca-bencana.
Siklon tropis sendiri bukan fenomena baru; namun intensitasnya dan frekuensi dampaknya terhadap Indonesia patut dicermati dalam konteks perubahan iklim global.
Suhu permukaan laut yang lebih hangat akibat pemanasan global menyediakan energi lebih besar bagi pembentukan storm system tropis.
Hal ini diperkuat oleh ilmuwan yang mencatat bahwa suhu laut yang meningkat membuat sistem tekanan rendah berkembang lebih cepat dan menghasilkan hujan lebih deras.
Selain itu, interaksi fenomena atmosfer seperti Madden–Julian Oscillation (MJO) dan gelombang ekuatorial juga memperbesar ketidakstabilan atmosfer di kawasan tropis seperti Indonesia, sehingga meningkatkan peluang kejadian hujan ekstrem. (Kompas, 2025)
Dalam laporan global maupun regional, polanya terlihat jelas: cuaca ekstrem menjadi lebih sering dan intens sebagai salah satu dampak nyata perubahan iklim.
Ini berarti Indonesia tidak bisa lagi bersikap pasif dalam menghadapi fenomena yang dulu dianggap jarang atau tidak relevan bagi wilayah kita.
Apa yang harus dilakukan?
Bagaimana sebenarnya Indonesia harus bersikap dalam menghadapi risiko siklon tropis dan cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi? Jawaban praktisnya harus melibatkan pendekatan dua arah: mitigasi jangka panjang dan adaptasi jangka pendek.
Pertama, peningkatan kapasitas sistem peringatan dini. Indonesia memiliki BMKG dan BNPB sebagai garda terdepan pemantauan cuaca dan mitigasi bencana. Namun, kapasitas ini perlu terus ditingkatkan melalui:
Kedua, peningkatan infrastruktur dan perbaikan tata ruang. Bencana banjir besar akhir tahun sering kali diperparah oleh masalah struktural seperti drainase buruk, alih fungsi lahan yang tidak terkendali, dan kerusakan hutan. Solusi strategis meliputi:
Ketiga, pendidikan publik dan budaya siaga bencana. Seringnya bencana membuktikan bahwa masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam budaya kesiapsiagaan:
Keempat, kebijakan nasional menyikapi perubahan iklim. Fenomena siklon tropis dan cuaca ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim memerlukan jawaban kebijakan lebih luas:
Fenomena siklon tropis yang dulu dianggap “langka” kini menjadi kenyataan yang tak bisa diabaikan oleh Indonesia.
Curah hujan ekstrem, banjir bandang, dan kerusakan infrastruktur tidak lagi sekadar berita sesaat, tetapi gambaran nyata bagaimana perubahan alam berimplikasi langsung terhadap manusia.
Negara dan masyarakat harus bersama-sama bergerak — tidak hanya menunggu bencana, tetapi mempersiapkan diri, mencegah dampak lebih besar, dan membangun ketahanan masyarakat yang sejati.
Siklon tropis bukan hanya fenomena cuaca; ia adalah alarm bagi Indonesia untuk semakin cerdas, siap, dan tangguh di tengah dinamika iklim global yang semakin tidak menentu.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya