Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Mulai Tawarkan Penambangan Pasir Laut, Walhi: Kedok Eksploitatif Terkuak

Kompas.com - 22/03/2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah melalu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai menawarkan penambangan pasir laut kepada para pelaku usaha.

Wilayah konsesi penambangan pasir laut tersebut tersebar di tiga perairan yakni Laut Jawa, Selat Makassar, dan Natuna-Natuna Utara.

KKP menyebutkan, penambangan pasir laut tersebut disebut sebagai pembersihan hasil sedimentasi di laut.

Baca juga: Tim Percepatan Reformasi Hukum Desak PP Ekspor Pasir Laut Dibatalkan

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, penetapan ketiga perairan tersebut telah dilakukan setelah melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak.

"Dan melakukan kajian ilmiah di titik-titik itu," kata Sakti dilansir dari siaran pers, Jumat (15/3/2024).

Dari ketiga perairan tersebut, lokasi penambangan pasir laut terbagi menjadi tujuh lokasi. Masing-masing adalah:

  • Laut Jawa: Perairan di sekitar Kabupaten Demak, Kota Surabaya, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang
  • Selat Makassar: Perairan di sekitar Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan
  • Natuna-Natuna Utara: Perairan di sekitar Pulau Karimun, Pulau Lingga, dan Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.

Pelaku usaha dapat mendaftar untuk menambang pasir laut melalui proposal yang memuat tujuan pembersihan, lokasi, volume, metode dan sarana pembersihandengan batas waktu 28 Maret.

Persyaratan lainnya adalah keterangan riwayat pengalaman dalam melakukan usaha pembersihan hasil sedimentasi di laut dan pemanfaatannya secara bertanggung jawab, dokumen permohonan persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), hingga pernyataan tidak memiliki riwayat pelanggaran Perizinan Berusaha di sektor kelautan dan perikanan.

Baca juga: Ekspor Pasir Laut Dinilai Bisa Rusak Lingkungan hingga Sebabkan Konflik Sosial

"Pelaku usaha juga harus memenuhi ketentuan-ketentuan, salah satunya harus memenuhi kebutuhan dalam negeri," kata Sakti.

Di sisi lain, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Parid Ridwanuddin menyampaikan, kebijakan tersebut membuka wajah asli pemerintah yang eksploitatif sekaligus tak memiliki visi keadilan dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya laut.

Dengan adanya penambangan pasir laut, Parid menuturkan masa depan laut dan nelayan akan dikorbankan untuk kepentingan jangka pendek.

Dia juga mengkritik frasa pembersihan sedimentasi laut yang dipilih sebagai kedok untuk menambang pasir laut.

"Penambangan pasir laut berkedok pembersihan sedimentasi laut hanya akan melanggengkan kerusakan di laut Indonesia dan menghancurkan kehidupan rumah tangga perikanan," kata Parid kepada Kompas.com melaui perpesanan WhatsApp, Sabtu (22/3/2024).

Baca juga: Singgung Ekspor Pasir Laut Era Jokowi, Anies: Saya Membatin, Memang Toko Material?

Parid menggarisbawahi, lokasi penambangan pasir laut merupakan kawasan tangkap nelayan tradisional yang hidupnya tergantung pada sumber daya perikanan.

"Kebijakan ini akan menghancurkan ekonomi perikanan yang menjadi tumpuan utama nelayan di Indonesia," jelas Parid.

Dia menuturkan, penambangan pasir laut terbukti berdampak buruk terhadap lingkungan. Contohnya adalah tambang pasir di Pulau Rupat, Riau, telah mengakibatkan abrasi di wilayah pesisirnya.

Contoh lainnya, penambangan pasir laut di Pulau Kodingareng, Sulawesi Selatan, juga menyebabkan abrasi pesisir.

Parid menyampaikan, keuntungan yang didapatkan dari penambangan pasir tidak sebanding dengan besarnya biaya pemulihan lingkungannya.

Baca juga: Anies Janji Setop Ekspor Pasir Laut: Emangnya Kita Toko Material

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com