KOMPAS.com - Investasi hijau dan ramah lingkingan di Asia Tenggara pada 2023 meningkat 20 persen dibandingkan 2022.
Menurut laporan dari lembaga konsultan global Bain & Company yang berkolaborasi dengan GenZero, Standard Chartered Bank, dan Temasek, investasi hijau di Asia Tenggara pada 2023 mencapai 6,3 miliar dollar AS.
Laporan tersebut menyebutkan, Asia Tenggara tengah mengalami kemajuan dalam pengembangan kebijakan ekonomi hijau.
Baca juga: Indonesia Peringkat 3 Indeks Ekonomi Hijau se-Asia Tenggara
Meski investasi hijau meningkat, realisasinya masih jauh dari target sebesar 1,5 triliun dollar AS di sektor energi dan alam.
Besarnya investasi yang dibidik diperlukan untuk mencapai target iklim berupa Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030.
Head ESG Investment Management & Managing Director Sustainability Temasek Kyung-Ah Park mengatakan, Asia Tenggara mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya pencapaian net zero emission (NZE) di tingkat global.
Namun, kawasan ini menghadapi dua tantangan yang sering kali saling bertentangan, yakni memenuhi peningkatan kebutuhan energi yang terjangkau dan bisa diandalkan sekaligus mengurangi emisi.
Baca juga: Riset: 13 Ide Dekarbonisasi Ciptakan Peluang Ekonomi Rp 211 Triliun di Asia Tenggara
Untuk meraih peluang pertumbuhan ekonomi hijau dan mempercepat transisi dengan cara yang adil dan inklusif, Asia Tenggara memerlukan kolaborasi yang kuat antara sektor publik dan swasta.
"Serta memanfaatkan beragam perangkat keuangan untuk mengkatalisasi arus investasi untuk infrastruktur berkelanjutan dan secara kolektif meningkatkan bankability dari proyek-proyek tersebut," kata Park dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (22/4/2024).
Untuk mempercepat transisi hijau di Asia Tenggara, laporan tersebut menyebutkan ada lima sektor yang perlu digarap.
Kelima sektor tersebut adalah insentif kebijakan yang lebih komprehensif, mekanisme keuangan yang inovatif, peningkatan investasi dari sektor swasta, pengembangan proyek contoh, dan kolaborasi regional.
Baca juga: Ekspansi di Asia Tenggara, Jinxin Fertility Kerja Sama dengan Morula
Negara-negara di Asia Tenggara disarankan untuk fokus pada wilayah yang memiliki dampak strategis dan percepatan yang paling besar untuk menentukan insentif yang sesuai dengan dengan wilayahnya yang dapat memperkuat daya saing ramah lingkungan.
Menurut laporan tersebut, kolaborasi lintas negara juga sangat penting untuk mendorong agenda hijau secara lebih lanjut.
Sebagai contoh, jaringan listrik lintas batas regional akan membuka akses yang lebih besar terhadap energi terbarukan di kawasan tersebut dan meningkatkan ketahanan energi melalui pemanfaatan dan pembagian sumber daya yang efektif.
Mengembangkan pasar karbon sukarela yang berintegritas tinggi juga dapat membuka dan meningkatkan solusi berbasis alam melalui pendanaan pasar karbon lintas batas.
Baca juga: 5 Kota RI dengan Polusi Udara Terendah, 2 Masuk Terbaik se-Asia Tenggara
Selain itu, inisiatif ini juga akan meningkatkan kepercayaan investor dan permintaan korporasi dengan memperoleh nilai kredit secara penuh.
Memperluas Taksonomi ASEAN dapat membantu para stakeholder di Asia Tenggara untuk menyelaraskan definisi transisi dan keuangan ramah lingkungan yang lebih jelas.
Sehingga hal tersebut dappar meningkatkan kepercayaan investor dan meningkatkan aliran modal ramah ingkungan.
Upaya bersama antara pemerintah, perusahaan dan investor dalam memainkan peran mereka masing-masing juga sama pentingnya, menurut laporan tersebut.
Baca juga: Laporan IQAir: Kualitas Udara Indonesia Terburuk se-Asia Tenggara
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya