KOMPAS.com - Ruang tangkap nelayan tradisional dan atau skala kecil di Jawa Tengah semakin menyempit.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah Fahmi Bastian mengatakan, hal tersebut disebabkan karena wilayah pesisir dan laut ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan industri.
Dia mencontohkan, wilayah pesisir di Semarang telah ditetapkan sebagai kawasan industri yang berdampak terhadap hilangnya wilayah tangkap nelayan.
Baca juga: Masa Depan Nelayan dan Biodiversitas Pulau-pulau Kecil di Jawa Timur Terancam
Sementara di Batang akan dibangun kawasan industri terpadu beserta pelabuhan. Padahal selama ini, masyarakat sudah berkonflik dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Di kawasan Selatan Jawa Tengah, seperti Cilacap, akan dikembangkan sebagai kawasan industri. Fahmi menyampaikan, penetapan-penetapan kawasan tersebut akan semakin menghilangkan wilayah tangkap nelayan.
Di sisi lain, para nelayan di Jawa Tengah juga terancam oleh degradasi lingkungan sejak lama.
Contohnya banjir di sepanjang Pantai Utara, seperti Demak dan Pekalongan beberapa waktu lalu, menyebabkan tenggelamnya desa-desa pesisir yang menjadi tempat tinggal nelayan.
Baca juga: Sedimentasi di Pelabuhan Bangka Ciptakan Gunung Pasir, Nelayan Terhambat
"Bahkan di Pekalongan, kita sudah sulit menemukan nelayan yang masih beraktivitas di pesisir dan laut," kata Fahmi dalam siaran pers, Senin (8/4/2024).
Menurut Fahmi, setelah Pemilu 2024, kondisi nelayan takkan berubah karena presiden dan wakil presiden terpilih menyampaikan akan melanjutkan proyek-proyek yang selama ini meminggirkan nelayan, seperti pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall.
"Proyek giant sea wall ini akan menghancurkan wilayah tangkap nelayan serta menghilangkan profesi mereka," imbuh Fahmi.
Dari berbagai faktor yang menyebabkan penyempitan ruang tangkap ikan, nelayan bakal menghadapi ancaman lain yaitu pengerukan pasir laut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan beberapa lokasi penambangan pasir laut, salah satunya di perairan Demak seluas 574.384.627,45 meter persegi dengan volume sebanyak 1.723.153.882,35 meter persegi.
Baca juga: Lestarikan Acara Petik Laut Tahunan, Avian Warnai 500 Kapal Nelayan
"Ini jumlah yang sangat besar sekali. Penambangan pasir ini akan semakin menghancurkan kehidupan nelayan," tegas Fahmi.
Menurut Fahmi, akumulasi dari berbagai faktor tersebut telah mengurangi jumlah nelayan di Jawa Tengah lebih dari 10 ribu orang dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2018, jumlah nelayan di Jawa Tengah tercatat sebanyak 266.000 jiwa. Empat tahun kemudian yakni 2022, jumlah nelayan menyusut menjadi 254.000 jiwa.
Fahmi menggarisbawahi persoalan perencanaan pembangunan di wilayah pesisir dan laut Jawa Tengah yang selama ini tidak pernah melibatkan nelayan.
"Ke depan, kami mendesak pemerintah untuk serius melibatkan nelayan di dalam setiap rencana pembangunan mulai dari hulu sampai hilir. Termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Pembangunan Jangka Panjang," tuturnya.
Baca juga: Greenpeace Anggap Deklarasi Perlindungan Nelayan Migran sebagai Kemenangan AKP
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya