JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehidupan (Wamen LHK) Alue Dohong mengeklaim, KLHK memiliki sejumlah strategi untuk menjaga populasi satwa langka. Salah satunya dengan pemanfaatan teknologi.
"Penggunaan Assisted Reproductive Technology (ART) dan bank hayati (biobanking) menjadi solusi kami menekan kepunahan spesies," ujar Alue saat memberi sambutan acara Pekan Keanekaragaman Hayati 2024 di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Menurut Alue, perkembangan teknologi seperti ART menurutnya bisa digunakan untuk memperbesar jumlah populasi satwa langka.
Bank hayati (biobank) juga disebut menjadi prioritas dalam konservasi keanerakagam spesies dan hayati.
Baca juga: Banyak Satwa Indonesia di Luar Negeri, KLHK: Manfaatkan Protokol Nagoya
"Mudah-mudahan dengan teknologi ART kita bisa memperbesar dan menambah populasi satwa-satwa langka kita ke depannya," imbuhnya.
ART adalah cara untuk mendapatkan kehamilan dengan menggunakan prosedur seperti pengobatan fertilitas, fertilisasi in vitro (bayi tabung), dan surogasi.
Adapun biobanking terfokus pada pengumpulan, penyimpanan, dan pengawetan materi genetik dari spesies terancam punah. Materi ini dapat berupa sampel DNA, jaringan, darah, sel sperma ataupun sel telur.
Dengan teknik ini, para ilmuwan dapat menyelamatkan materi genetik satwa yang terancam punah karena kerusakan habitat, penyakit, atau faktor lainnya tanpa batasan waktu, dikutip dari The Conversation (16/3/2023).
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Satyawan Pudyatmoko menjelaskan KLHK bekerja sama dengan sejumlah pemangku kepentingan untuk mendukung konservasi satwa terancam punah dan menambah populasinya.
Salah satu kerja sama itu dilakukan dengan IPB University, untuk mendirikan biobank dengan tujuan menyimpan genetik jenis spesies langka yang terancam punah.
Baca juga: Deretan Prestasi Indonesia Cegah Kepunahan Satwa Langka
Selain itu, dilakukan juga pemanfaatan teknologi asistensi reproduksi untuk mendorong penambahan populasi satwa-satwa tersebut.
"Baik untuk badak jawa, badak sumatera, banteng, harimau, dan satwa-satwa karismatik yang lain," ujar Satyawan dalam Seminar Keberhasilan Upaya Konservasi Hidupan Liar di Indonesia, sebagai rangkaian acara Pekan Keanekaragaman Hayati 2024.
Sementara itu, Alue menyatakan, berbagai pihak terkait harus lebih banyak belajar tentang teknologi seperti itu ke depannya.
“Saya minta jajaran untuk peningkatan capacity building para pegawai di lapangan untuk mendalami teknologi ART. Supaya kita bisa memanfaatkannya, dalam rangka menjaga satwa-satwa kita dari kepunahan, di samping menjaga yang sudah ada,” tuturnya.
Kendati demikian, pemanfaatan teknologi perlu diimbangi dengan perbaikan ekosistem. Pasalnya, perbaikan ekosistem sangat dibutuhkan oleh setiap satwa, terutama yang langka untuk melanjutkan kehidupan.
Baca juga: Perdagangan Satwa Liar Masih Mengkhawatirkan, 4.000 Spesies Kena Dampak
"Memperbaiki ekosistem juga penting. Karena satwa-satwa ini sangat berkelanjutan dan kelangsungan hidupnya dari ekosistem. Karena habitatnya harus dijaga, ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah tapi juga tanggung jawab semua pihak," papar Alue.
Oleh karena itu, emerintah Indonesia terus menggali potensi bioprospeksi atau upaya menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi dari pemanfaatan spesies endemik di beragam taman nasional.
"Upaya bioprospeksi itu termasuk juga untuk mematenkannya demi mencegah pembajakan biologi atau biopiracy," tuntas dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya