Tulisan Enstein ini berhasil menarik banyak perhatian dan membuat penerimaan pengunaan energi surya di banyak bidang.
Lompatan besar menuju pengunaan PLTS seperti yang digunakan sekerang ini berasal dari temuan Bell Labs pada tahun 1954.
Tiga ilmuwan Bell Labs yakni Daryl Chapin, Calvin Fuller, dan Gerald Pearson, menciptakan PLTS yang lebih praktis dengan menggunakan silikon.
Keuntungan PLTS dengan silikon adalah efisiensi yang lebih baik dan jumlahnya yang tidak terbatas di alam bila dibandingkan dengan selenium.
PLTS makin populer
Seiring berkembangnya penjelajahan di ruang angkasa, PLTS pun digunakan untuk memberi daya pada berbagai bagian pesawat ruang angkasa sepanjang akhir 1950-an dan 1960-an.
PLTS pertama kali digunakan pada satelit Vanguard I pada tahun 1958, diikuti oleh Vanguard II, Explorer III, dan Sputnik-3.
Pada tahun 1964, NASA kemudian meluncurkan satelit Nimbus, yang beroperasi sepenuhnya pada susunan panel surya fotovoltaik 470 watt.
Pada tahun 1970-an, kekurangan minyak membawa kesadaran bahwa Amerika Serikat (AS) sangat tergantung pada sumber daya asing.
Saat itu, angka inflasi AS mencuat karena masyarakat mengalami kesulitan di bidang ekonomi akibat kekurangan pasokan energi minyak.
Presiden AS kala itu, Jimmy Carter pun memulai berbagai inovasi untuk mengurangi ketergantungan pada minyak. Ia pun memasang panel surya di atap Gedung Putih.
Sejak saat itu, penggunaan enegi matahari kian populer baik di kalangan industri maupun masyarakat. Terlebih energi ini sangat melimpah dan tidak menimbulkan polusi seperti bahan bakar fosil.
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat mulai tertarik menggunakan PLTS. Harga panel yang dulunya mahal, perlahan-lahan mulai menurun.
PLTS dibuat agar lebih efisien dan lebih murah sehingga bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik di rumah dan bisnis mereka.
Harga PLTS di pasaran Indonesia berkisar antara Rp 500.000 hingga puluhan juta, tergantung merek dan watt peak (WP) yang dihasilkan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya