KOMPAS.com – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta pemerintah daerah (pemda) bersama masyarakat segera berinisiatif untuk mulai menampung air.
Upaya tersebut demi meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi hari tanpa hujan di puncak musim kemarau yang diprakirakan terjadi pada Juli.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi BNPB Abdul Muhari mengatakan, Senin (3/7/2023) bahwa pemda diimbau mewaspadai hari tanpa hujan.
Baca juga: Mayoritas Jateng Siaga Kekeringan, Menko PMK: Waspada Gagal Panen
“Yang berkaitan dengan kekeringan, untuk kekeringan ini masyarakat di tingkat RT atau RW bisa membuat tempat penampungan air yang sifatnya komunitas,” kata Aam, sapaan akrabnya, sebagaimana dilansir Antara.
Aam mengatakan, BNPB sudah menghibahkan mobil tangki di beberapa kabupaten untuk mengatasi kekeringan.
Akan tetapi, pemda dan masyarakat diharapkan memiliki inisiatif untuk membuat tempat penampungan air komunitas yang bisa dimanfaatkan selama musim kemarau.
“Misalkan satu tempat penampungan air untuk lima sampai 10 keluarga, sehingga dropping (penyaluran) air bersih itu terpusat di tempat penampungan ini,” ucap Aam.
Baca juga: Antisipasi Kekeringan di Desa Buyut Utara, HK Sediakan Air Bersih
“Bisa dilakukan sekali dalam tiga sampai empat hari, dan kami imbau masyarakat juga mau tidak mau harus menghemat air,” imbuhnya.
Menurut Aam, bencana kekeringan memang tidak secara signifikan menimbulkan banyak korban jiwa atau terluka, tetapi akan membuat masyarakat sulit beraktivitas.
Selain itu, perekonomian juga dapat terdampak karena sawah, pertanian, dan perkebunan tidak bisa produktif.
“Khusus untuk kekeringan ini, beritanya tidak terlalu terekspos karena tidak menimbulkan korban jiwa, tetapi aktivitas masyarakat bisa terganggu, misalnya kekurangan air minum, air bersih untuk mandi, dan cuci,” paparnya.
Baca juga: Waspada Kekeringan Musim Kemarau, Distribusi Air Bersih Bukan Solusi Utama
“Apalagi jika nanti air waduk atau bendungan mulai kering, secara otomatis aliran sungai yang mengaliri sawah juga akan terbatas. Ini akan mengganggu produksi pertanian atau perkebunan,” sambungnya.
Sebagai upaya mitigasi, BNPB akan menerapkan teknologi modifikasi cuaca dengan memanfaatkan awan hujan yang masih ada di beberapa wilayah seperti Kalimantan.
Awan hujan tersebut akan diturunkan di tempat-tempat penampungan utama seperti waduk, bendungan, dan danau.
Baca juga: 3 Kecamatan di Banyuwangi Masuk Kawasan Risiko Kekeringan Tinggi
“Kalau awannya cukup tebal masih bisa, khususnya di wilayah Kalimantan cukup potensial, sehingga kawasan-kawasan gambut itu masih bisa kita basahi, tetapi memang di Jawa sudah sulit, karena selama seminggu, sudah bersih dari awan yang signifikan,” tuturnya.
Selain modifikasi cuaca, BNPB juga terus melakukan pemantauan perkembangan titik panas setiap hari untuk mencegah dan menindaklanjuti terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
“Memang tidak semua titik panas menjadi titik api, tetapi secara kumulatif, titik panas dengan tingkat kepercayaan akan menjadi titik api lebih banyak di tahun 2023 dibandingkan 2022,” kata Aam.
Dia menjelaskan, potensi titik api menjadi lebih tinggi karena pada 2023 dipengaruhi oleh fenomena El Nino sedangkan 2022 masih dipengaruhi faktor La Nina.
Baca juga: Kekeringan dan Krisis Air Bersih Meluas di Semarang, Kini Ada 4 RW yang Butuh Bantuan Air Bersih
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya