KOMPAS.com – Koordinasi seluruh pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk mengakselerasi transisi energi di Indonesia.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Wiluyo Kusdwiharto menyampaikan, segenap pemangku kepentingan mulai dari unsur pemerintah, swasta, badan usaha milik negara (BUMN), akademisi, maupun organisasi masyarakat sipil perlu melakukan koordinasi.
Dia mengatakan, pemerintah berperan penting dalam mendorong implementasi dan penegakan kebijakan yang dapat membantu mempercepat transisi energi.
Baca juga: Panduan Bikin Rumah Hemat Energi dan Ramah Lingkungan
Pembiayaan publik dan swasta juga harus segera dimobilisasi untuk diterapkan secara besar-besaran guna mengakselerasi pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Wiluyo dalam pembukaan kegiatan EBTKE ConEx 2023 ke-11 di Indonesia Convention and Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Rabu (12/7/2023).
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menuturkan bahwa dibutuhkan kolaborasi untuk mempercepat pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
Arifin berharap, kegiatan EBTKE ConEx 2023 bisa menjadi ajang kolaborasi dan menghasilkan masukan bagi pemerintah maupun solusi dari seluruh pemangku kepentingan terkait pengembangan EBT.
Baca juga: Indonesia Dukung Percepatan Konektivitas Energi di ASEAN
“Kolaborasi dan kerja sama yang baik antarseluruh stakeholder (pemangku kepentingan) juga sangat dibutuhkan untuk mendukung Indonesia dalam progress pembangunan EBT di dalam infrastruktur nasional,” ucap Arifin.
Arifin menyampaikan, Indonesia menargetkan net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
NZE adalah kondisi di mana emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap di suatu wilayah atau negara.
Untuk mencapai target tersebut, Arifin mengatakan bahwa dibutuhkan program yang tersusun dengan baik serta membutuhkan usaha yang ekstra keras.
Baca juga: Tiga Sasaran Keberlanjutan di Forum Bisnis Energi ASEAN 2023
Arifin menyebut, berbagai macam EBT dapat dimanfaatkan dengan baik dan maksimal apabila infrastruktur jaringan dapat dibangun sesuai dengan perencanaan yang matang.
“Dengan infrastruktur yang mendukung, kita akan menyalurkan semua sumber potensi EBT,” tutur Arifin.
“Dan pada 2060 diharapkan jaringan interkoneksi antarpulau bisa terbangun, sehingga seluruh masyarakat yang berada di pelosok juga bisa memperoleh sumber energi,” sambungnya.
Baca juga: Potensi Energi Surya Jateng Melimpah Ruah, Pertumbuhan Investasi Perlu Digenjot
Di sisi lain, terdapat rintangan dalam mencapai NZE yaitu dari sisi teknologi. Meski demikian, tantangan ini bisa menjadi peluang besar bila dimanfaatkan dengan baik.
Pemanfaatan teknologi yang tepat, kata Arifin, akan bisa memberikan nilai tambah dan mempercepat mencapai NZE.
“Seperti teknologi yang bisa memanfaatkan reservoir-reservoir untuk menyimpan karbon, itu yang harus kita amankan. Karena teknologi capturing (penangkap karbon) itu kompetitif, dan potensinya itu masih bisa terbuka sangat lebar,” ucapnya.
Baca juga: Pensiun PLTU Batu Bara dan Pengembangan Energi Terbarukan Jadi PR Masa Depan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya