KOMPAS.com - Angka kelahiran pada remaja berusia 15-19 tahun di Indonesia mengalami kenaikan. Alarm peningkatan pernikahan dini dan kelahiran di usia remaja.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut, situasi tersebut perlu diintervensi melalui peningkatan kesadaran kesehatan reproduksi kepada seluruh remaja.
Direktur Bina Kesehatan Reproduksi BKKBN Safrina Salim mengatakan, angka kelahiran remaja dalam angka rata-rata kesuburan usia spesifik (ASFR) pada perempuan berusia 15-19 tahun mencapai 20,49 per 1.000 Wanita Usia Subur (WUS) pada 2021.
Baca juga: Kualitas Hidup Masa Remaja Penting Cegah Stunting Generasi Mendatang
"Namun pada 2022 angka ASFR naik menjadi 26,64 per 1.000 WUS," kata Safrina di Jakarta, Rabu (12/7/2023), sebagaimana dilansir Antara.
Safrina menuturkan, data yang dihimpun BKKBN itu bukan kabar baik bagi anak-anak bangsa. Pasalnya, hal tersebut berkaitan erat dengan terjadinya pernikahan dini dan kelahiran di usia remaja.
Perlu adanya perhatian khusus guna menjaga pembangunan kualitas manusia di Indonesia tetap terjaga.
Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, diketahui jumlah remaja usia 10-24 tahun mencapai 24 persen atau 67 juta jiwa dari total penduduk di Indonesia.
Baca juga: Kementerian Kesehatan Inisiasi Perbaikan Gizi Remaja Berkelanjutan
Menurut Safrina, penyebab angka ASFR terus naik salah satunya adalah akses informasi di media sosial yang semakin pesat di zaman serba modern ini.
Medium yang kerap kali dijadikan sebagai wadah edukatif, informatif, serta inspiratif, juga dijadikan sebagai tempat untuk mencari hiburan yang kemungkinan mengarah pada unsur negatif.
Hal-hal tersebut menjerumuskan remaja ke masalah kesehatan reproduksi seperti perkawinan anak, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), infeksi menular seksual (IMS), HIV/AIDS, permasalahan kesehatan mental, penyimpangan orientasi seksual, dan terjadinya tindak kekerasan seksual.
Baca juga: Manfaatkan Pekarangan Rumah Bisa Bantu Atasi Stunting, Ini Caranya
Informasi tentang kesehatan reproduksi remaja kepada para anak muda juga sangat penting.
Sebab, hal tersebut diharapkan dapat memberikan pendidikan kesehatan reproduksi yang kreatif dan efektif serta mendorong percepatan penurunan stunting.
"Guna melindungi remaja dari masalah-masalah tersebut, BKKBN terus menggaungkan informasi soal kesehatan reproduksi yang benar dan mudah untuk diakses remaja melalui media sosial," katanya.
Secara terpisah, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo pernah menyampaikan bahwa upaya lain yang bisa dijadikan pencegahan sekaligus memerangi pornografi adalah setiap kementerian atau lembaga terkait harus mulai memberikan edukasi seks sejak anak masih kecil.
Baca juga: Stunting Tuntas, Indonesia Jadi Negara Kuat
Edukasi yang diberikan disarankan disesuaikan dengan tingkatan kelasnya, dan lebih ditekankan pada bagaimana merawat organ reproduksinya atau cara menyelamatkan kesehatan reproduksi dari pengaruh-pengaruh buruk lingkungan sekitar.
Hasto menuturkan, pola pikir masyarakat harus bisa bersikap dewasa dengan tidak menerjemahkan edukasi seksual sebagai hubungan seks.
Melainkan hanya sebatas memberikan pengetahuan yang sekadar dibatasi penekanan perbedaan atas laki-laki dan perempuan.
"Jangan semua punya pikiran kalau diberi pelajaran berupa edukasi seks, ini menjadi kacau di sekolah, pasti anak itu pikirannya berhubungan seks, ini yang menurut saya harus diubah," ujar Hasto.
Baca juga: Larangan Pernikahan Anak Bisa Bantu Cegah Kasus Stunting
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya