JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berjanji akan menyelesaikan masalah deforestasi di Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil Aceh.
"Yakinlah, pemerintah akan hadir di situ menyelesaikannya. Kita tidak diam, kita tidak menonton, kita akan selesaikan, kita akan cari solusinya," ucap Pengendali Ekosistem Hutan Muda Direktorat Perencanaan Kawasan Konservasi Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Taufik Syamsudin dalam diskusi kampanye penyelamatan Rawa Singkil, Minggu (23/7/2023).
Lanjut Taufik, pemerintah sudah membentuk satuan tugas khusus untuk menyelesaikan masalah perkebunan sawit ilegal di kawasan konservasi.
KLHK juga akan menurunkan tim untuk memverifikasi mana klaster sawit koorporasi dan masyarakat.
"Kami belum dapat laporan resmi dari teman-teman KSDAE Aceh terkait siapa saja pemain-pemainnya yang ada di kawasan SM Rawa Singkil," imbuh Taufik.
Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mencatat, Hutan Rawa Singkil Aceh kehilangan 1.324 hektar tutupan hutan dalam lima tahun terakhir atau terhitung sejak tahun 2019.
Hal tersebut terjadi akibat maraknya perambahan dan alih fungsi hutan ke perkebunan kelapa sawit.
Kawasan SM Rawa Singkil terbentang di tiga kabupaten atau kota, yakni Kabupaten Aceh Selatan, Kota Subulussalam, dan Kabupaten Aceh Singkil dengan luasan mencapai 82.188 hektar.
Baca juga: Hutan Lindung Pantai Penganak Dijarah Penambang, Destinasi Wisata Terancam
Manager Geographic Information System (GIS) Yayasan HAkA Lukmanul Hakim mengatakan, laju deforestasi di kawasan tersebut terus meningkat tiap tahunnya.
"Selama Juni 2023 saja, kami menduga ada sekitar 66 hektar hutan yang hilang di SM Rawa Singkil," ungkap Lukmanul.
Total selama Januari hingga Juni 2023, SM Rawa Singkil diperkirakan mengalami kehilangan tutupan hutan seluas 372 hektar atau meningkat 57 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Deforestasi yang masih terus terjadi, bahkan kian masif di Rawa Singkil, menimbulkan banyak dampak buruk, salah satunya meningkatnya intensitas banjir di permukiman sekitar kawasan konservasi.
"Siklus hidrologi yang terganggu berpotensi meningkatkan frekuensi kejadian bencana banjir dan kekeringan," tambah Lukmanul.
Baca juga: Tahun 2022, Bumi Kehilangan Hutan Hujan Tropis Seukuran Negara Swiss
Terbukti dalam beberapa tahun terakhir, kian sering terjadi banjir di sekitar kawasan konservasi, seperti di Desa Cot Bayu dan Lhok.
Selain itu, jika Hutan Rawa Singkil yang menjadi habitat alami orangutan dan satwa-satwa penting lainnya terus dirusak, berpotensi menimbulkan konflik antara satwa dan manusia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya