Selama ini Dinas ESDM Jateng gencar menyosialisasikan pentingnya bagi desa untuk mengembangkan EBT. Dinas ESDM ingin masyarakat paham bahwa EBT didapat dari sumber alam yang terbarukan dan tak akan habis.
Ini berbeda dengan sumber energi fosil, seperti minyak bumi dan batu bara yang terbatas. Di samping itu, sumber energi fosil bisa menghasilkan emisi gas rumah kaca yang merusak lingkungan.
Baca juga: Harga Keekonomian EBT Belum Kompetitif, Perlu Implementasi Nilai Karbon
“Dengan menggunakan energi baru terbarukan, masyarakat berarti ikut berkontribusi dalam membantu mengurangi jejak karbon dan membantu mengatasi perubahan iklim,” terang dia.
Boedyo pun menyampaikan beberapa hasil pembangunan EBT yang telah dicapai di wilayah Jateng.
Dinas ESDM mencatat total kapasitas biogas di Jateng hingga tahun 2023 ini telah mencapai lebih kurang 30.000 meter kubik.
Capaian tersebut tidak lepas dari andil Dinas ESDM yang telah mengalokasikan anggaran pada 2020 untuk membangun biogas sejumlah 37 unit dan pada 2021 sebanyak 103 unit.
Selain itu, ada juga pembangunan biogas dari OPD lain di Pemprov Jateng, APBD Kabupaten/Kota, APBN Kementerian ESDM, bantuan swasta, maupun swadaya masyarakat.
Sementara itu, untuk pembangunan PLTS Atap, tercatat sudah ada sekitar 545 unit pengguna PLTS Atap on grid maupun off grid di Jateng dengan total kapasitas mencapai 25.000 kWp hingga pertengahan Maret 2023.
Dinas ESDM juga telah mendorong pemanfaatan gas rawa di sejumlah daerah di Jateng. Hingga Agustus ini, pembangunan infrastruktur instalasi perpipaan gas rawa telah mencapai enam unit yang terletak di empat kabupaten berbeda. Instalasi itu sudah dimanfaatkan oleh lebih dari 300 kepala keluarga (KK).
Kepala Bidang (Kabid) EBT Dinas ESDM Jateng Eni Lestari menjelaskan, program desa mandiri energi jelas tak akan berhasil tanpa adanya pergerakan atau semangat dari masyarakat.
Oleh sebab itu, dalam mendorong terwujudnya DME, Dinas ESDM selama ini lebih banyak bergerak mengajak berbagai pihak untuk bersama-sama meningkatkan literasi masyarakat terhadap EBT.
“Nomor satu kalau kita bicara pengelolaan desa mandiri energi atau berbasis potensi setempat, itu pengelolaannya. Nah, pengelola ini siapa? Kan masyarakat. Kami inginnya DME ini tetap sustain. Enggak sebentar jalan, terus mati,” ungkap dia.
Desa yang mengandalkan EBT akan sangat diuntungkan karena dapat menjadi lebih mandiri secara energi.
Dengan memanfaatkan sumber daya alam setempat, mereka menjadi bisa mengurangi ketergantungan pada pasokan energi dari luar daerah atau negara.
Alhasil, masyarakat jadi tak terlalu terpengaruh dengan risiko fluktuasi harga bahan bakar dan ketidakstabilan pasokan energi di luar.
Baca juga: Cerita Gembira Warga Banjarnegara-Karanganyar Usai Beralih ke Gas Rawa
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya