Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/08/2023, 21:00 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

“Untuk sekarang memang akses masyarakat terhadap energi fosil masih terbilang mudah. Tapi, bagaimana ke depan? Sebagai contoh elpiji, saat ini saja sudah banyak warga yang mengeluh susah memperolehnya. Jika ada, kadang harganya naik atau jadi lebih mahal,” ujar Eni.

Terlebih, pengembangan DME juga bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan mengembangkan sektor ekonomi baru di desa, atau dikenal dengan istilah diversifikasi ekonomi.

“Di instalasi gas rawa misalnya, itu kan perlu tenaga kerja lokal untuk pemasangan dan pemeliharaan. Kemudian, saat ini sudah ada masyarakat yang memanfaatkan gas rawa untuk meningkatkan perekonomian lewat usaha makanan. Pariwisata hijau masih bisa juga diharap,” ucapnya.

Saat disinggung investasi awal untuk membangun infrastruktur energi baru terbarukan, Eni mengakui, relatif cukup besar baik untuk biogas, tenaga air, tenaga surya, maupun gas rawa.

Namun, dalam jangka panjang, biaya operasional dan pemeliharaannya cenderung lebih rendah daripada sumber energi konvensional. Dengan begitu, masyarakat desa dapat menghemat biaya energi jangka panjang dengan beralih ke EBT.

“Semua pihak sebaiknya terlibat”

Saat dimintai pendapat, Manager Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR) Marlistya Citraningrum mengapresiasi pelaksanaan program Desa Mandiri Energi di Jateng.

Penghargaan DME memberikan ruang apresiasi untuk desa dan komunitas masyarakat yang telah memanfaatkan energi terbarukan di sekitar mereka.

Dngan mengangkat DME dan memberikan penghargaan pada desa-desa ini, Pemerintah akan diuntungkan karena akan ada lebih banyak contoh praktik kontekstual dengan kondisi masyarakat, baik dari segi sumber energi ataupun manfaat yang bisa diterima.

“Hal ini bisa memperkaya khazanah transisi energi berbasis akar rumput dan menjadi contoh untuk desa atau lokasi lain,” ujar Citra.

Saat ditanya apakah mungkin semua desa di Jateng mandiri energi, Citra menyebut, semua desa atau lokasi di Indonesia pada dasarnya bisa memanfaatkan energi terbarukan setempat untuk mengurangi penggunaan sumber energi fosil.

Dia mendukung, energi yang selama ini dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari, produktif, dan berbagai layanan dasar dalam bentuk listrik, bahan bakar memasak, atau transportasi bisa digantikan secara bertahap dengan energi terbarukan.

Baca juga: Menggali Potensi Gas Rawa di Jateng dan Pemanfaatannya

Misalnya, energi listrik untuk sekolah, ruang publik, lampu jalan, bisa menggunakan tenaga surya. Demikian juga untuk alat-alat pertanian.

Sementara, energi untuk memasak seperti elpiji atau kayu bakar, bisa digantikan dengan biogas dari kotoran ternak atau sampah organik.

Sumber-sumber energi terbarukan inilah yang perlu diidentifikasi termasuk jumlahnya sehingga bisa dilakukan perencanaan yang matang untuk pemanfaatannya, dibentuk kelembagaan yang baik, dan manfaatnya bisa dirasakan sebanyak mungkin kalangan.

Dia mengingatkan, transisi energi membawa prinsip demokrasi dan desentralisasi, bukan hanya dari sumber energi terbarukan yang tersebar, melainkan juga dari sisi pengelolaan. Dengan demikian, semua pihak mungkin untuk bisa berpartisipasi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau