JAKARTA, KOMPAS.com - Greenpeace Asia Tenggara-Indonesia dan Tim 9 desak ASEAN memperbaiki perlindungan awak kapal ikan migran yang lebih baik.
Desakan itu disampaikan saat bertemu dengan Direktur Pembangunan Manusia Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Rodora Babaran, di Sekretariat ASEAN di Jakarta, Indonesia.
Pembahasan utama dari pertemuan itu memperluas gerak masyarakat sipil untuk berkontribusi pada implementasi Deklarasi ASEAN untuk penempatan dan perlindungan nelayan migran.
Baca juga: Masa Depan Nelayan dan Biodiversitas Pulau-pulau Kecil di Jawa Timur Terancam
Greenpeace Asia Tenggara dan Tim 9 mengapresiasi ASEAN yang mengakui nelayan migran adalah juga pekerja migran yang memiliki hak dan pelindungan yang sama dengan pekerja migran lainnya.
Mereka juga mendesak untuk membawa deklarasi itu, yang telah diadopsi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pada Mei lalu, ke level berikutnya dengan menyusun panduan teknis yang lebih konkret.
“Lewat deklarasi itu, negara-negara anggota ASEAN telah menguatkan komitmen. Jadi, kita sudah berada di jalur yang benar. Pengembangan dari panduan teknis itu saat ini sudah berada di tahap pendahuluan dan kita bisa berharap terbit tahun depan,” papar Rodora, seperti dikutip dari siaran pers, Sabtu (2/9/2023).
Selain dari panduan teknis yang merupakan substansi dari implementasi deklarasi itu, Tim 9 juga menyoroti pentingnya semua negara anggota ASEAN untuk meratifikasi Konvensi ILO 188 (K-188) tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan atau yang akrab disebut C-188.
Baca juga: Sedimentasi di Pelabuhan Bangka Ciptakan Gunung Pasir, Nelayan Terhambat
Ini merupakan instrumen hukum internasional paling komprehensif yang fokus pada kondisi dan hak nelayan migran. Dari 11 negara anggota ASEAN, hanya Thailand yang sudah meratifikasi itu.
Terlepas dari keterbatasan ASEAN dalam campur tangan atas keputusan negara anggota untuk meratifikasi konvensi apa pun, Rodora menyebut asosiasi telah membentuk beberapa inisiatif tingkat regional yang secara prinsip telah sesuai dengan norma-norma dalam C-188 dan memanfaatkan isu-isu pelindungan tenaga kerja.
Untuk konteks Indonesia, Juru Kampanye Laut Greenpeace Asia Tenggara Arifsyah Nasution menyebut pihak otoritas juga sering mengatakan hal serupa.
Pemerintah Indonesia mengeklaim, hampir semua kebijakan yang berkaitan dengan nelayan atau pekerja perikanan migran sudah sejalan dengan norma C-188.
"Yang belum adalah keinginan politik mereka untuk mengimplementasi secara serius,” kata Arifsyah.
Senada dengan Arifsyah, Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak memastikan organisasinya akan terus menjaga komunikasi dengan semua pemangku kepentingan yang relevan, termasuk ASEAN, untuk terus berdiskusi soal keberlanjutan C-188.
Baca juga: Lestarikan Acara Petik Laut Tahunan, Avian Warnai 500 Kapal Nelayan
Menurutnya, deklarasi itu juga berfungsi sebagai faktor pendukung untuk mengintensifkan pembahasan soal C-188 di Asia Tenggara.
Perlindungan hak asasi manusia menjadi esensi yang termasuk dalam usaha membangun ekonomi Asia Tenggara yang lebih kuat.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya