Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Lahan Reklamasi di Bangka, Berbagai Satwa Dilindungi Menuju Kebebasan

Kompas.com, 10 September 2023, 19:25 WIB
Heru Dahnur ,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BANGKA, KOMPAS.com - Puluhan ekor burung elang menghirup kebebasannya kembali setelah menjalani proses rehabilitasi di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi Air Jangkang, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung.

Hewan predator yang dilindungi negara itu terancam punah karena perburuan dan ekosistem yang terganggu.

Kini setelah adanya PPS Alobi yang dibangun seluas empat hektar di lahan reklamasi PT Timah Tbk, upaya penyelamatan satwa semakin nyata.

Manager Animal Lovers Bangka Belitung Island (Alobi) Endy R Yusuf mengatakan, burung elang yang direhabilitasi umumnya berasal dari serahan masyarakat.

Baca juga: WWF Indonesia Tegaskan Satwa Liar Bukanlah Hewan Peliharaan

Bahkan ada masyarakat yang sengaja membeli burung elang dari pemiliknya karena merasa kasihan. Kemudian elang tersebut langsung diserahkan ke PPS Alobi untuk direhabilitasi.

"Elang termasuk satwa yang susah untuk diliarkan kembali, jadi perlu waktu yang panjang untuk direhab," kata Endy kepada Kompas.com, Sabtu (9/9/2023).

Proses rehabilitasi setiap hewan membutuhkan waktu berminggu-minggu, bahkan ada yang sampai berbulan-bulan. Lama atau cepatnya waktu rehabilitasi tergantung dengan kondisi hewannya.

"Kalau sekarang ada tiga elang bondol sedang direhab. Satu kemungkinan tidak bisa dilepas lagi karena sayap primernya sudah tidak ada," ujar Endy.

Dia menyayangkan masih banyak masyarakat yang memelihara dan menangkap burung elang dari alam. Padahal elang termasuk satwa liar yang dilindungi undang-undang.

Perlindungan dilakukan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Baca juga: 10 Hewan Langka Paling Terancam Punah di Seluruh Dunia 2023, Ada Badak Jawa dan Harimau Sumatera

Satwa dilindungi yang berada di PPS juga berstatus titipan negara sehingga harus dijaga penuh selama 24 jam.

Kepala Resort Konservasi wilayah XVII BKSDA Sumsel Fadli mengatakan, seluruh jenis elang kini dilindungi undang-undang. BKSDA bekerja sama dengan Alobi untuk melakukan penangkaran di PPS Alobi Air Jangkang.

"Elang yang kita dapatkan berasal dari sitaan atau serahan masyarakat," ujar Fadli.

Selama proses rehabilitasi, elang kembali dilatih untuk menggunakan insting liarnya. Sehingga suasana penangkaran dibuat sealami mungkin, begitu juga dalam pemberian pakan menggunakan hewan hidup agar serupa dengan kondisi di habitat aslinya.

Sebab itu pula, PPS Alobi menjadi area yang dibatasi dan hanya bisa dikunjungi untuk keperluan tertentu saja.

Selama 2021, tercatat sebanyak 20 ekor elang yang telah dilepasliarkan. Pelepasan dilakukan bertahap, berkisar empat sampai lima ekor untuk setiap kali pelepasan.

Lokasi pelepasan seperti di kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan, Sumatera Selatan. Di sana telah dilepaskan lima elang yang terdiri dari dua ekor elang bido (spilornis cheela), dua ekor elang bondol (haliastur indus) dan satu ekor elang paria (milvus migrans).

Baca juga: Seraya Berbagi Hewan Kurban, Huawei Targetkan 100.000 Talenta Digital

Kemudian juga dilakukan pelepasan di hutan mangrove Kurau Munjang, Bangka Tengah dengan jumlah empat ekor elang dari berbagai jenis.

Menurut Fadli, kontrak kerja sama penangkaran satwa di PPS Alobi Air Jangkang pertama kali dilakukan pada Oktober 2018. Selanjutnya pada Oktober 2023 bakal kembali diperpanjang.

"Kerja sama sudah berjalan lima tahun yang nantinya akan diperpanjang. PPS Alobi yang berada di lahan reklamasi PT Timah Tbk ini sangat bermanfaat untuk perlindungan satwa," ujar Fadli.

Selain jenis elang juga ada ribuan burung kolibri yang telah dilepasliarkan. Kemudian ada kukang, mentilin, trenggiling hingga berbagai jenis penyu dan buaya.

Bahkan, kijang asli Sumatera dan merak hijau juga sempat berkembang biak selama proses penangkaran dilakukan.

Satwa dilindungi tersebut sebelum dilepasliarkan, terlebih dahulu ditangkarkan atau direhabilitasi di PPS Alobi Air Jangkang.

Kepala Bidang Komunikasi PT Timah Tbk Anggi Siahaan mengatakan, reklamasi dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

Sejak keluarnya Kepmen ESDM No.1827K/30/MEM/2018 maka dimungkinkan untuk dilakukan reklamasi bentuk lain.

Baca juga: Limbah Cair Sawit, Pencemar Lingkungan yang Berpotensi Jadi Sumber Energi Terbarukan

"Selain kegiatan revegetasi, PT Timah juga melakukan reklamasi bentuk lain, salah satunya adalah reklamasi terpadu pada pada kawasan eks-tambang timah yang dibangun di Dusun Air Dayung, Desa Riding Panjang, Bangka yang disebut Kampoeng Reklamasi Air Jangkang," kata Anggi.

Reklamasi terpadu di lokasi itu merupakan suatu model pengembangan wisata alam pada lahan bekas tambang dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahan alam juga sebagai salah satu alternatif destinasi wisata di pulau Bangka, bahkan bisa menjadi obyek wisata alternatif selain pantai. 

Sejarah Reklamasi di Air Jangkang

Kampoeng Reklamasi Air Jangkang mulanya merupakan lokasi reklamasi dengan bentuk revegetasi yang berada di lokasi bekas tambang tahun 2010 yaitu lokasi yang bernama Air Jangkang (DU 1521) seluas 37 hektar.

Pada April 2016 dimulai perencanaan pembangunan lokasi dengan konsep Agro Edu Tourism, tahap pertama dengan melakukan survei rona awal dan melakukan penataan lahan.

Kemudian selama kurun waktu tahun 2017-2019 telah dilakukan penanaman tanaman secara betahap dengan jenis tanaman buah-buahan, tanaman kayu keras, dan holtikultura.

Baca juga: Masyarakat Sangat Peduli Lingkungan, Capres Dituntut Beberkan Strategi Krisis Iklim

"Pelaksanaan pengembangan pada lokasi ini mengutamakan pemberdayaan masyarakat lokal, dimana dengan adanya keterlibatan masyarakat akan lebih meningkatkan kepedulian masyarakat dan akan menunjang keberhasilan kegiatan pengembangan ini," beber Anggi.

Di area Kampoeng Reklamasi, dilakukan berbagai kegiatan antara lain pembibitan, pengomposan, budidaya ternak, budidaya ikan sistem biofloc, penanaman sayuran sistem hidroponik dan sistem alami, perbaikan void, tanaman buah dan tanaman kehutanan.

Kemudian terdapat satwa yang sudah mendapat izin penangkaran melalui PPS, yang dikelola oleh PT Timah Tbk dan berkolaborasi dengan salah satu yayasan pecinta satwa yaitu ALOBI.

Anggi mengatakan, pada lahan reklamasi sudah tumbuh tanaman buah yang bernilai jual, di antaranya lengkeng, rambutan rapiah, jeruk hana, mangga, sawo, alpukat, jeruk sankis hijau, manggis, kelapa pandan wangi dan berbagai jenis lainnya, termasuk buah lokal yaitu cermai dan rukam.

Selain tanaman buah yang sudah tertanam sebanyak 2.236 batang tersebut, juga terdapat tanaman kehutanan, tanaman lokal dan tanaman keras lainnya seperti gaharu, pelawan, cemara, ketapang, sengon, dan lain-lain sebanyak 8.230 batang.

Baca juga: Komitmen Petrokimia Gresik Dukung Pengelolaan Lingkungan di Jawa Timur

Sedangkan untuk di lokasi PPS sudah terdapat beberapa jenis satwa diantaranya burung kakaktua, burung nuri, rusa sambar, kijang, siamang, binturong, owa jawa, beruang, buaya, dan berbagai jenis lainnya.

Untuk fauna kita akan mengedepankan kekhasan dari Bangka Belitung seperti mentilin (tarsius bancanus) dan satwa lainnya.

Perbaikan void yang telah dilakukan, selain dapat dijadikan objek wisata air juga telah terdapat berbagai jenis ikan, diantaranya nila, patin, lele, kakap, gurame dan berbagai jenis ikan lokal lainnya.

Lokasi ini juga dijadikan tempat pengujian beberapa metode untuk mendapatkan aplikasi yang sesuai dengan jenis tanaman dan jenis lahan pasca penambangan dari berbagai Universitas, baik dari Universitas lokal Bangka maupun dari universitas dari luar Bangka.

Sejak tahun 2021 Kampoeng Reklamasi Air Jangkang sudah dikelola oleh anak perusahaan PT Timah Tbk yaitu PT Timah Agro Manunggal (TAM) dan sudah ada beberapa fasilitas yang dibangun untuk tujuan wisata diantaranya pembangunan kafe, area bermain anak-anak, kandang rusa dan beberapa spot foto.

Baca juga: PKM AKB Bantu Kelompok Tani Melon Kediri lewat Teknologi Pemberian Pupuk dan Monitoring Lingkungan

Tahun 2021 Unit Metalurgi Muntok mendapatkan PROPER Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kampoeng Reklamasi Air Jangkang dijadikan sebagai lokasi penilaian pada aspek keanekaragaman hayati dan Aspek Inovasi Sosial.

Aspek keanekaragaman hayati melalui pengkayaan dan peningkatan jumlah, jenis flora dan fauna yang sudah ada setiap tahun dan untuk aspek inovasi sosial melalui program Kampong Agro Mandiri Terintegrasi (AMOI).

Aspek inovasi sosial ini terlaksana melalui program pembuatan kompos, peternakan dan pembibitan tanaman reklamasi yang direplikasikan ke masyarakat desa Air Putih pada tahun 2020 dan direplikasikan kembali di Kelurahan Tanjung pada tahun 2021 di Kabupaten Bangka Barat.

Selain merupakan kewajiban perusahaan untuk melakukan reklamasi, proyek ini juga sejalan dengan visi PT Timah Tbk selaku holding MIND ID yaitu menjadi perusahaan pertambangan terkemuka di dunia yang ramah lingkungan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau