Sementara itu, dilansir dari IMF, setiap paus besar menyerap rata-rata 33.000 kilogram (kg) selama berabad-abad karena siklusnya tersebut.
Sebagai perbandingan, sebatang pohon menyerap hingga 22 kg karbon dioksida per tahun.
Baca juga: Ini Komitmen LIXIL Group Perangi Dampak Perubahan Iklim
Ilmuwan senior dari Woods Hole Oceanographic Institution, Michael J Moore, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut menuturkan, publikasi itu merupakan penelitian yang luar biasa dalam mengukur peran paus dalam siklus karbon.
Penelitian tersebut menyimpulkan, semakin banyak jumlah paus di samudera, semakin sehat lautnya.
Para peneliti menyimpulkan, pemulihan populasi paus bisa menjadi strategi pengurangan emisi karbon dengan risiko yang kecil, jangka waktu yang lebih lama, dan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan solusi geoengineering.
Di sisi lain, populasi paus masih belum pulih dari dampak buruk perburuan paus besar-besaran untuk kebutuhan industri.
Baca juga: Atasi Perubahan Iklim, Ini 3 Hal Sederhana yang Bisa Dilakukan di Rumah
Perburuan besar-besaran pada abad ke-19 dan ke-20 membuat populasi paus di planet ini anjlok sampai 81 persen.
Dampak mengerikan dari perburuan paus besar-besaran tersebut melepaskan 17 juta metrik ton karbon ke atmosfer yang sebelumnya disimpan dalam tubuh paus.
Akan tetapi, memulihkan kembali populasi paus saja tidak cukup untuk memulihkan kondisi laut.
Konsumsi global bahan bakar fosil melepaskan 37,5 miliar metrik ton karbon dioksida pada 2022, ini merupakan jumlah tertinggi yang pernah tercatat dalam satu tahun.
Baca juga: Ancaman Perubahan Iklim Makin Nyata, Subsidi Energi Fosil Malah Pecahkan Rekor
Jumlah tersebut lebih dari 18.000 kali jumlah karbon yang terkandung dalam semua paus besar yang hidup saat ini.
Wakil Presiden Bidang Sains Climate Central Andrew Pershing menyampaikan, meski peran mamalia tersebut sangat besar, bergantung kepada paus saja tidak akan menyelesaikan perubahan iklim.
Akan tetapi, dengan menganggap begitu pentingnya paus terhadap siklus karbon di Bumi, maka dapat membantu upaya konservasi mamalia tersebut.
“Ada banyak hal yang saling menguntungkan dalam hal ini, dan saya pikir hal ini juga berlaku untuk banyak solusi iklim alami,” tutur Pershing.
Baca juga: Emil Salim: Tinggalkan Program Tak Penting, Fokus Atasi Perubahan Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya