Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paus Mampu Serap Banyak Karbon daripada Pohon, Solusi Alami Krisis Iklim

Kompas.com, 11 September 2023, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Jika kita membicarakan perubahan iklim dan pemanasan global, beberapa solusi yang umum disampaikan adalah mencegah penggundulan hutan, reboisasi, dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

Akan tetapi, ada solusi lain yang ternyata cukup berpengaruh terhadap upaya penanganan perubahan iklim dan pemanasan global.

Solusi tersebut terkait dengan mamalia besar yang hidup di laut. Hewan itu bernama paus. Mengapa demikian?

Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Perilaku dan Fungsi Tumbuhan Berubah

Peran paus melawan perubahan iklim

Ahli biologi kelautan dari University of Alaska Southeast Heidi Pearson mengatakan, paus adalah mamalia bertubuh besar, berumur panjang, dan bermigrasi dalam jarak yang sangat jauh.

Karena berbagai hal itu, paus berpotensi menimbulkan dampak besar terhadap ekosistem, termasuk siklus karbon.

Dampak paling langsungnya adalah tubuh paus menyimpan sejumlah besar karbon yang seharusnya ada di lautan atau atmosfer.

Sebanyak 12 spesies paus berukuran besar diperkirakan menyimpan 2 juta metrik ton karbon di tubuh mereka, menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Trends in Ecology and Evolution pada Desember 2022.

Jumlah tersebut kira-kira setara dengan jumlah karbon yang dilepaskan dari pembakaran 851 juta liter bensin, sebagaimana dilansir dari Los Angeles Times.

Baca juga: Presiden COP28: Dunia Kehilangan Kesempatan Capai Tujuan Perubahan Iklim

Tak sampai di situ, 62.000 metrik ton karbon lain terperangkap setiap tahunnya dalam bentuk bangkai paus, yaitu bangkai paus yang tenggelam ke dasar laut dan mendukung ekosistem pemakan bangkai.

Ketika seekor paus mati di perairan terbuka dan tenggelam ke kedalaman, akumulasi karbon seumur hidup ikut bersamanya.

Diperlukan waktu hingga 1.000 tahun bagi air dan unsur-unsur di dasar laut untuk kembali naik ke permukaan, yang berarti karbon diserap secara efektif selama lebih dari satu milenium.

Selain itu, paus secara tidak langsung memengaruhi siklus karbon laut melalui kotorannya, menurut penelitian tersebut.

Ilustrasi paus bungkuk melompat ke permukaan air.Shutterstock/Anne Powell Ilustrasi paus bungkuk melompat ke permukaan air.

Kotoran ikan paus kaya akan unsur pemupukan seperti nitrogen, fosfor, dan zat besi yang penting untuk pertumbuhan fitoplankton. Nutrisi ini terdapat dalam jumlah yang relatif kecil di permukaan air laut.

Baca juga: Anak-anak Afrika Paling Berisiko Terdampak Perubahan Iklim

Namun ketika paus buang air besar di dekat permukaan laut, kotorannya menyuburkan fitoplankton, sehingga mendorong pertumbuhan kehidupan pemakan karbon di seluruh ekosistem.

Di samudera wilayah selatan saja, proses ini diperkirakan menghasilkan 22 juta metrik ton karbon dalam jaringan hewan hidup.

Sementara itu, dilansir dari IMF, setiap paus besar menyerap rata-rata 33.000 kilogram (kg) selama berabad-abad karena siklusnya tersebut.

Sebagai perbandingan, sebatang pohon menyerap hingga 22 kg karbon dioksida per tahun.

Baca juga: Ini Komitmen LIXIL Group Perangi Dampak Perubahan Iklim

Pulihkan populasi paus

Ilmuwan senior dari Woods Hole Oceanographic Institution, Michael J Moore, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut menuturkan, publikasi itu merupakan penelitian yang luar biasa dalam mengukur peran paus dalam siklus karbon.

Penelitian tersebut menyimpulkan, semakin banyak jumlah paus di samudera, semakin sehat lautnya.

Para peneliti menyimpulkan, pemulihan populasi paus bisa menjadi strategi pengurangan emisi karbon dengan risiko yang kecil, jangka waktu yang lebih lama, dan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan solusi geoengineering.

Di sisi lain, populasi paus masih belum pulih dari dampak buruk perburuan paus besar-besaran untuk kebutuhan industri.

Baca juga: Atasi Perubahan Iklim, Ini 3 Hal Sederhana yang Bisa Dilakukan di Rumah

Perburuan besar-besaran pada abad ke-19 dan ke-20 membuat populasi paus di planet ini anjlok sampai 81 persen.

Dampak mengerikan dari perburuan paus besar-besaran tersebut melepaskan 17 juta metrik ton karbon ke atmosfer yang sebelumnya disimpan dalam tubuh paus.

Akan tetapi, memulihkan kembali populasi paus saja tidak cukup untuk memulihkan kondisi laut.

Konsumsi global bahan bakar fosil melepaskan 37,5 miliar metrik ton karbon dioksida pada 2022, ini merupakan jumlah tertinggi yang pernah tercatat dalam satu tahun.

Baca juga: Ancaman Perubahan Iklim Makin Nyata, Subsidi Energi Fosil Malah Pecahkan Rekor

Ilustrasi paus di Lahaina, Pulau Maui, HawaiiShutterstock/Alexandre.ROSA Ilustrasi paus di Lahaina, Pulau Maui, Hawaii

Jumlah tersebut lebih dari 18.000 kali jumlah karbon yang terkandung dalam semua paus besar yang hidup saat ini.

Wakil Presiden Bidang Sains Climate Central Andrew Pershing menyampaikan, meski peran mamalia tersebut sangat besar, bergantung kepada paus saja tidak akan menyelesaikan perubahan iklim.

Akan tetapi, dengan menganggap begitu pentingnya paus terhadap siklus karbon di Bumi, maka dapat membantu upaya konservasi mamalia tersebut.

“Ada banyak hal yang saling menguntungkan dalam hal ini, dan saya pikir hal ini juga berlaku untuk banyak solusi iklim alami,” tutur Pershing.

Baca juga: Emil Salim: Tinggalkan Program Tak Penting, Fokus Atasi Perubahan Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Pemerintah
Nestapa Gajah Sumatera
Nestapa Gajah Sumatera
Pemerintah
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Pemerintah
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Swasta
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
LSM/Figur
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Pemerintah
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
LSM/Figur
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
LSM/Figur
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Pemerintah
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau