Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/09/2023, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Aksi yang dilakukan oleh aktivis lingkungan Greta Thunberg yang dimulai sejak dia remaja rupanya berdampak besar dalam mengubah perilaku masyarakat.

Studi yang dilakukan oleh Swiss Federal Institute of Technology Lausanne (EPFL) mengungkapkan, hampir sepertiga penduduk Swiss berubah perilakunya menjadi gaya hidup yang lebih “hijau”.

Perubahan perilaku tersebut tak lepas dari pengaruh dari aksi iklim yang dilakukan oleh Greta Thunberg dan gerakannya, sebagaimana dilansir Euronews, Minggu (10/9/2023).

Baca juga: Paus Mampu Serap Banyak Karbon daripada Pohon, Solusi Alami Krisis Iklim

Fridays for Future

Greta Thunberg memulai aksinya pada Agustus 2018 dengan membolos sekolah dan melakukan unjuk rasa di luar gedung Parlemen Swedia.

Kala itu, dia menyerukan upaya yang lebih kuat untuk menangani perubahan iklim. Setiap Jumat, dia tak pernah absen melakukan aksinya.

Aksi Greta Thunberg tersebut dengan cepat diikuti oleh anak-anak lain hingga mendapat perhatian internasional.

Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Perilaku dan Fungsi Tumbuhan Berubah

Mereka mengusung slogan Fridays for Future atau Hari Jumat untuk Masa Depan dan mendorong para pemuda lain di seluruh dunia untuk bergabung dengan mereka.

Di tahun berikutnya, pada 2019, gerakan ini berkembang menjadi gerakan global yang melibatkan sekitar 4 juta pelajar di 150 negara.

Pada Juni tahun ini, Greta Thunberg lulus SMA dan secara otomatis menandai berakhirnya pula masa aktivismenya di bangku sekolah.

Namun warisannya tetaplah hidup. Setiap Jumat, di seluruh dunia, para pelajar masih menggelar aksi dan menggelorakan Fridays for Future.

Baca juga: Negara Berkembang Kurang Diperhatikan untuk Dana Aksi Iklim

Aksi yang berdampak

Untuk mengkaji dampak dari aksi Fridays for Future, peneliti EPFL menyurvei penduduk Swiss.

Lebih dari 1.200 orang berusia 18 hingga 74 tahun menjawab pertanyaan tentang kebiasaan lingkungan mereka sebelum dan setelah protes.

Hasilnya menunjukkan, mayoritas peserta memandang positif Greta Thunberg dan gerakan Fridays for Future.

Selain itu, 30 persen dari para responden mengaku bahwa aksi tersebut mewujud pada perilaku keseharian mereka.

Baca juga: Setelah Pendidihan Global, Sekjen PBB Sebut Era Kerusakan Iklim Telah Dimulai

“Temuan kami menunjukkan bahwa masyarakat menjadi lebih sadar akan pengaruh perilaku mereka terhadap lingkungan dan bahwa perubahan signifikan sedang terjadi pada tingkat individu,” kata Livia Fritz, peneliti dan penulis utama studi tersebut.

Menurut penelitian yang dilakukan EPFL, 30 persen para responden di Swiss mengaku melakukan perubahan besar karena aksi yang dimulai oleh Greta Thunberg.

Responden mengatakan, mereka melakukan perubahan terbesar dalam tiga bidang yakni transportasi, kebiasaan membeli, dan daur ulang.

Dalam kebiasaan transportasi, para responden mengaku mencari alternatif lain selain berkendara ke tempat kerja, seperti berjalan kaki atau bersepeda.

Baca juga: Krisis Iklim dan Isu Lingkungan Kurang Diulas Media Daring

Warga berpartisipasi dalam gerakan Global Climate Strike 'Fridays for Future' di Berlin, Jerman, Jumat (20/9/2019). Aksi Climate Strike 2019 digelar serentak di 163 negara di seluruh dunia, terinspirasi dari Greta Thunberg, remaja aktivis lingkungan yang bersama ribuan murid sekolah lainnya berkampanye tentang penanganan perubahan iklim di Swedia, 2018 lalu.ANTARA FOTO/REUTERS/FABRIZIO BEN Warga berpartisipasi dalam gerakan Global Climate Strike 'Fridays for Future' di Berlin, Jerman, Jumat (20/9/2019). Aksi Climate Strike 2019 digelar serentak di 163 negara di seluruh dunia, terinspirasi dari Greta Thunberg, remaja aktivis lingkungan yang bersama ribuan murid sekolah lainnya berkampanye tentang penanganan perubahan iklim di Swedia, 2018 lalu.

Mereka bahkan sebisa mungkin menghindari naik pesawat terbang dan memilih tujuan liburan yang lebih dekat dengan rumah.

Responden juga mengaku mencari produk lokal organik, mengonsumsi lebih banyak makanan vegetarian, dan melakukan upaya lebih besar untuk mengurangi sampah plastik.

“Studi kami menemukan bahwa keterlibatan masyarakat melalui tindakan kolektif dapat berdampak langsung pada masyarakat, sehingga menegaskan bahwa tindakan tersebut memang diperlukan,” kata Livia.

“Kami juga melihat bahwa perubahan yang dilakukan pada tingkat individu dapat membawa perubahan sosial yang lebih luas asalkan pada saat yang sama didukung oleh tindakan politik,” sambungnya.

Baca juga: Presiden COP28: Dunia Kehilangan Kesempatan Capai Tujuan Perubahan Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com