KOMPAS.com – Jika kita membicarakan perubahan iklim dan pemanasan global, beberapa solusi yang umum disampaikan adalah mencegah penggundulan hutan, reboisasi, dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).
Akan tetapi, ada solusi lain yang ternyata cukup berpengaruh terhadap upaya penanganan perubahan iklim dan pemanasan global.
Solusi tersebut terkait dengan mamalia besar yang hidup di laut. Hewan itu bernama paus. Mengapa demikian?
Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Perilaku dan Fungsi Tumbuhan Berubah
Ahli biologi kelautan dari University of Alaska Southeast Heidi Pearson mengatakan, paus adalah mamalia bertubuh besar, berumur panjang, dan bermigrasi dalam jarak yang sangat jauh.
Karena berbagai hal itu, paus berpotensi menimbulkan dampak besar terhadap ekosistem, termasuk siklus karbon.
Dampak paling langsungnya adalah tubuh paus menyimpan sejumlah besar karbon yang seharusnya ada di lautan atau atmosfer.
Sebanyak 12 spesies paus berukuran besar diperkirakan menyimpan 2 juta metrik ton karbon di tubuh mereka, menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Trends in Ecology and Evolution pada Desember 2022.
Jumlah tersebut kira-kira setara dengan jumlah karbon yang dilepaskan dari pembakaran 851 juta liter bensin, sebagaimana dilansir dari Los Angeles Times.
Baca juga: Presiden COP28: Dunia Kehilangan Kesempatan Capai Tujuan Perubahan Iklim
Tak sampai di situ, 62.000 metrik ton karbon lain terperangkap setiap tahunnya dalam bentuk bangkai paus, yaitu bangkai paus yang tenggelam ke dasar laut dan mendukung ekosistem pemakan bangkai.
Ketika seekor paus mati di perairan terbuka dan tenggelam ke kedalaman, akumulasi karbon seumur hidup ikut bersamanya.
Diperlukan waktu hingga 1.000 tahun bagi air dan unsur-unsur di dasar laut untuk kembali naik ke permukaan, yang berarti karbon diserap secara efektif selama lebih dari satu milenium.
Selain itu, paus secara tidak langsung memengaruhi siklus karbon laut melalui kotorannya, menurut penelitian tersebut.
Kotoran ikan paus kaya akan unsur pemupukan seperti nitrogen, fosfor, dan zat besi yang penting untuk pertumbuhan fitoplankton. Nutrisi ini terdapat dalam jumlah yang relatif kecil di permukaan air laut.
Baca juga: Anak-anak Afrika Paling Berisiko Terdampak Perubahan Iklim
Namun ketika paus buang air besar di dekat permukaan laut, kotorannya menyuburkan fitoplankton, sehingga mendorong pertumbuhan kehidupan pemakan karbon di seluruh ekosistem.
Di samudera wilayah selatan saja, proses ini diperkirakan menghasilkan 22 juta metrik ton karbon dalam jaringan hewan hidup.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya