Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

September Tak Lagi Ceria, Badai Mematikan Melanda Sebagian Dunia

Kompas.com - 14/09/2023, 07:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

Kota Benghazi juga dilanda bencana banjir. Hingga Selasa sore, jumlah korban tewas di negara itu diperkirakan mencapai 5.200 orang, dan 10.000 orang terluka atau hilang.

Badai Daniel bukan satu-satunya banjir besar yang dipicu oleh perubahan iklim yang terjadi di dunia pada bulan ini.

Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Perilaku dan Fungsi Tumbuhan Berubah

Di Brasil bagian selatan, topan menyebabkan curah hujan lebih dari 300 milimeter (hampir 12 inci) di negara bagian Rio Grande do Sul dalam waktu kurang dari 24 jam, mulai tanggal 4 September. Hal ini memicu banjir dan tanah longsor yang menewaskan sedikitnya 39 orang.

Gubernur Eduardo Leite mengatakan, jumlah korban tewas adalah yang tertinggi yang pernah terjadi di negara bagian tersebut akibat peristiwa iklim.

Perubahan iklim juga meningkatkan intensitas dan frekuensi badai tropis, yang dialami Hong Kong dan sebagian wilayah China selatan pada pekan lalu.

Sisa curah hujan akibat Topan Haikui membasahi Hong Kong dengan curah hujan terberat sejak pencatatan dimulai 140 tahun lalu.

"Saya belum pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya. Bahkan saat terjadi topan sebelumnya, tidak pernah separah ini. Cukup menakutkan," kata asisten perawat Hong Kong berusia 65 tahun, Connie Cheung, kepada Reuters.

Baca juga: Krisis Iklim dan Isu Lingkungan Kurang Diulas Media Daring

Setidaknya dua orang tewas dan ratusan orang dirawat di rumah sakit akibat banjir yang merendam jalan, terowongan, dan sistem metro. Curah hujan bersejarah juga melanda kota Shenzhen di China selatan.

Di Eropa, awal September juga membawa banjir besar ke Spanyol. Jembatan-jembatan luluh lantak dan mobil-mobil hanyut di wilayah yang paling parah dilanda bencana di barat daya Madrid.

Jumlah korban tewas secara Nasional meningkat menjadi 6 orang pada 9 September. Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun diselamatkan setelah bermalam sambil berpegangan pada pohon.

"Para ilmuwan iklim telah memperingatkan selama beberapa dekade bahwa hal ini akan terjadi. Apakah tempat-tempat ini pernah mengalami banjir pada masa lalu? Tentu saja, tapi tidak semuanya terjadi secara bersamaan," tulis aktivis iklim AS Edgar McGregor di X (sebelumnya Twitter).

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau